Nama, Mana?

ditha
Nyarita
Published in
2 min readJul 29, 2024

Ocehan gak jelas hasil nyablak dipinggir jalan.

Photo by Andrew Gook on Unsplash

“Radhwa Haura Hafidzah.”

Dulu, nama itu begitu akrab di telingaku.

Setiap suku kata yang digoreskan, nama Radhwa Haura Hafidzah membawa berbagai do’a dan harapan yang tinggi. Nama itu begitu erat dengan nilai kebijaksanaan, kebahagiaan, dan kesempurnaan sebagai seorang manusia.

Namun, perlahan-lahan, nama tersebut mulai memancarkan suasana yang berbeda. Seperti lampu-lampu kota yang mati di pagi hari, kebahagiaan pun dapat hilang begitu saja, dan nama itu pun mulai menghadirkan banyak hal yang menyebalkan di kemudian hari.

Dalam bahasa Arab, Radhwa artinya keridhaan, begitu katanya. Haura memiliki arti perempuan berkulit putih dan bermata hitam (tetapi, kulitku berwarna sawo matang gimana nih?) Serta Hafidzah seperti sebuah doa agar menjadi seorang anak yang menghafal banyak ayat dalam kitab suci Al-Qur’an. Radhwa Haura Hafidzah terdengar seperti orang yang menyenangkan, bukan?

Hmm … menarik.

Namun, seiring berjalannya waktu, sosok yang dulu dikenal sebagai Radhwa Haura Hafidzah mulai menunjukkan sisi lain dari dirinya.

Ditha Deriana, katanya sih anak paling cantik sedunia dari (insert: nama ayah). Oleh sebab itu, nama ini aku anggap menghadirkan arti yang ambigu dan kepribadian yang sulit ditebak. Penafsiran seperti itu muncul sebab gurauan dari generasi sebelumnya yang mengatakan, “Ah, mungkin dia terus-menerus sakit karena tidak cocok dengan namanya. Tapi kalau begitu, kasih nama apa, ya?”

Jujur saja, aku pun merasa nama ini menghadirkan banyak tanda tanya di sekelilingnya.

Radhwa Haura Hafidzah adalah sisi yang lembut, penuh kasih, dan memiliki tujuan hidup yang jelas. Di sisi lain, Ditha Deriana adalah refleksi dari sisi gelap dan penuh keraguan. Ditha tidak segan-segan menunjukkan keberaniannya, meski terkadang membuat orang-orang bingung dan dianggap aneh.

Tetapi, perubahan nama dari Radhwa ke Ditha sebenarnya cukup efektif. Dibuktikan dengan berkurangnya frekuensi kunjungan ke dokter. Haha. Meskipun sebenarnya frekuensi aku pergi ke dokter berkurang sebab aku malas mengeluarkan banyak biaya. Setidaknya, saat aku berperan sebagai Ditha, aku hanya menjalani satu kali operasi. Hal tersebut bisa dijadikan sebagai pembuktian data, kan?

Apakah aku bisa hidup dengan dua nama tersebut? Tentu saja tidak.

Radhwa yang penuh harapan tampaknya tidak bisa disatukan dengan Ditha yang selalu menunjukkan wajah suram. Ditha yang merasa seluruh beban kehidupan ada di pundaknya. Ditha yang lebih memilih hidup dalam kesendirian daripada berinteraksi dengan orang lain.

Ditha benar-benar menunjukkan jati diri ku yang sebenarnya.

Namun, tetap saja air mataku jatuh sangat deras ketika orang yang telah menjadi asing itu memanggilku dengan sebutan Radhwa.

Tulisan ini dibuat impromptu pada Lingkar Nyarita #3 di Taman Ganesha (tbh, aku menulisnya di trotoar Jln. Malioboro) dengan prompt “Kisah di balik nama”

--

--

ditha
Nyarita
Writer for

write freely with a lemonade, @dithaana on instagram.