Satu Ditambah Satu Sama Dengan Dua, Jadi Kapan Kamu Wisuda?

Sebuah kesibukan yang hadirnya hanya di kepala

Isti Adilia
Nyarita
4 min readJul 10, 2024

--

Meng bobo. Photo by kstonematheson from unsplash

Jika setiap manusia bisa lahir dengan memilih satu kekuatan super yang akan ia bawa sepanjang hidupnya sampai mati, maka aku akan memilih kekuatan untuk tidak perlu tidur dan mengantuk.

Hehe, sebenarnya kekuatan itu terinspirasi dari novel Renegades karya Marissa Meyer — one of my favorite trilogy!

Sekalian promosi dikit, Renegades bercerita tentang Nova Artino, seorang prodigy atau orang yang memiliki kekuatan istimewa. Premisnya adalah Teteh Nova ini sebenarnya bagian dari kelompok penjahat (Anarchist), tetapi ia ditugaskan untuk memata-matai pemerintah kota dengan cara menyamar menjadi bagian dari kelompok superhero yang dikenal sebagai Renegades.

Back to the topic, tentang kekuatan untuk tidak perlu tidur.

Buatku yang merupakan seekor kebo berwujud ikan, waktu tidur itu sangat krusial sekaligus malapetaka! Bagaimana tidak? Sekalinya tidur atau ketiduran, ludes sudah waktu dua-tiga jam yang seharusnya bisa kugunakan untuk membangun portofolio, belajar ngoding, menyusun tulisan untuk prompt Nyarita, hingga membantu pemuda-pemudi membangun desa. Belum lagi kalau kita membicarakan jam tidur yang sudah terbalik.

Coba, deh, pikirkan. Jika kita dapat terjaga selama 24 jam penuh tanpa merasa lelah, kita dapat menghindari cost tidak perlu yang melibatkan dosis kafein di pagi hari guna menjaga mata agar tetap terang. Memang, sih, jadi sedikit mirip zombie, tetapi dengan asumsi sistem di dalam tubuh kita tidak terpengaruh, tentunya kekuatan itu menjadi suatu opsi yang layak dipertimbangkan. Well, plus aku adalah salah satu orang dengan nafsu tidur yang sangat besar, sehingga kendati memiliki jam tidur yang terbalik, aku cenderung kebanyakan tidur dibanding kekurangan tidur (daily life of pengangguran).

Kalau gak kebanyakan tidur, mungkin aku sudah sidang per tulisan ini dibuat. Hehe, sidang. Silakan tebak sendiri usia mahasiswa tua ini.

Photo by caleb_woods from unsplash

Di tengah euforia teman-teman dengan selebrasi mereka setelah sidang — foto ramai penuh bingkisan, buket bunga, banner bersama circle tersayang, dan selempang yang menunjukkan nama lengkap beserta gelar sarjana (specifically sarjana karena aku tinggal di lingkungan sarjana), ada aku. Seikan mahasiswa yang nyempil dan belum sidang. Secara teknis, ketidaksibukanku sekarang terdiri dari 40% menunggu dosen membalas hasil revisian yang sudah kukirim, 20% bermain Stardew Valley, 20% tidur, dan 20% kegiatan lainnya.

Mungkin, nol koma nol nol sekian persen lainnya diisi dengan perencanaan kesibukan yang akan kujalani setelah semua ini selesai.

Ayo main truth or dare sebentar! Aku pilih truth. Pertanyaannya adalah, apakah kamu gak sidang-sidang karena takut sidang?

Pertanyaan bagus!

Well, aku gak takut sidang. Yang lebih kutakutkan adalah apa yang harus dilakukan setelah sidang. Oke, mungkin aku bakal mengurus surat keterangan lulus, diwisuda, dan akan tetap hidup.

Lalu, apa yang mau dilakukan setelah lulus?

Aku mau lanjut S2.

Wah, keputusan yang berani! Dengan begitu, kamu bisa ikut memberikan sumbangsih pengetahuan sebagai bekal untuk memulai era ilmuwan di dalam negeri. Mau S2 di mana? Sudahkah ambil tes IELTS untuk mendukung pendaftaran beasiswa luar negeri? Atau, sudahkah melakukan research terhadap peluang-peluang beasiswa? Omong-omong, mau lanjut ngapain setelah S2? Jadi dosen? Jangan di dalam negeri ya, tapi, soalnya dosen dalam negeri kurang makmur. Tunjangannya kecil kalau belum dapat jabatan, beban administratifnya berat, gak bisa nabung banyak pula!

Hmm, mungkin aku akan coba kerja dulu untuk cari pengalaman.

Ide bagus! Banyak juga tuh yang ambil path begitu, cari pengalaman kerja dulu baru lanjut pendidikan untuk memperdalam kepakaran. By the way, kamu lebih pilih korporat atau start-up? Hati-hati aja sih, sekarang kan lagi tech winter. Kalau ada yang nyantol jangan terlalu pilih-pilih, belum tentu rezeki bakal datang dua kali. Cari yang di luar Jakarta? Hmm, Jakarta memang udah terlalu padat, tapi sebanding gak tuh sama insentif dan kemudahan hidup yang nanti didapat? Or maybe… Do you prefer remote working under overseas companies? Great idea, actually! But how would you get there?

Aku mau tinggal di luar negeri, suatu hari nanti. Ke Jepang atau Hongkong, mungkin?

Wah, ternyata punya ambisi untuk tinggal di luar juga. Kenapa tuh kalau boleh tahu? Apakah karena di mayoritas negara luar, welfare lebih terjamin? Masuk akal, sih, kalau pikiranmu ke arah situ. Ada lebihan untuk setor uang ke orang tua di masa tua juga, kan. Tapi, nih, melihat bentukanmu, gak mau memberikan kontribusi dari dalam negeri langsung kah? Kalau gitu jangan ambil LPDP, ya, nanti dirujak sama yang bayar pajak. Eh, no offense, soalnya memang fakta dan ada kewajibannya juga kan dari pihak terkait.

Kadang aku juga mau masuk pemerintahan, karena aku lihat banyak aspek dalam negeri yang perlu improvisasi dan aku mau jadi bagian dari perubahan tersebut.

Wait, kenapa kamu mau masuk pemerintahan kalau tahu isinya kacau? Jangan terlalu idealis, lah, ikan gak bisa ngubah sistem yang udah mengakar. Lalu, gak ada jaminan juga kan kamu malah menjadi apa yang kamu benci dulu saat masih menjadi penerima pelayanan publik? Memang sih sekarang mulai banyak anak muda masuk ke pemerintahan, tetapi kayaknya sampai sepuluh tahun ke depan atau lebih, generasi sepuh masih bakal mendominasi pemerintahan yang sekarang. Better no than regret.

Tapi…

“Hei, lo dipanggil dari tadi gak noleh.”

Lamunanku terbuyar. Kepalaku yang penuh oleh konversasi Aku vs Aku barusan kembali kosong.

“Itu, tuh, dosen lo kayaknya udah balas WhatsApp. Sori ya tadi ngintip dikit, hehehe.”

Aku nyengir dan mengarahkan pandanganku untuk menatap layar laptop, melihat gelembung pesan berisi sebuah kalimat yang kutunggu-tunggu selama semingguan ini. Pesan dari dosen pembimbingku satu-satunya.

Isti, ini revisi dari saya, silakan diperbaiki dulu ya. Habis itu, silakan kamu daftar sidang.

P.S. Kalimat terakhir itu adalah sebuah doa yang sedang disemogakan. Doakan aku cepat sidang dan diwisuda!

Tulisan ini dibuat untuk Pekan #NyariTantangan dengan tema harian “Ke(sok)sibukan”. Yuk #NyariTantangan bersama Nyarita!

--

--

Isti Adilia
Nyarita

Busy juggling between one book to another. I identify myself as a fish who speaks smashed potato!