UX Case Study #2 — Triphoria

Nizar Maulana Azhari
NYC Design
Published in
7 min readMay 30, 2018

Hai, kali ini saya akan membagikan kembali pengalaman saya melakukan research User Experience. Masih dengan tim yang sama yaitu GGWP (Nizar, Azmi, dan Ravena) kami mencoba untuk mengikuti perlombaan UI/UX Design di Technofest 2017 dengan tema “membantu penyandang disabilitas dalam transportasi”. Karya yang kami bawakan berjudul “Triphoria — everyone can go holiday

Logo Triphoria

Triphoria merupakan aplikasi berbasis mobile apps untuk memesan paket liburan dengan mudah dan aman bagi para penyandang difabel. Aplikasi ini memberikan fasilitas antar-jemput menuju terminal, bandara, ataupun stasiun bagi penggunanya dan alat transportasinya pun akan disesuaikan dengan kebutuhan difabel. Selain itu, Triphoria juga akan mengurus tiket liburan, akomodasi, dan tempat liburan yang nyaman dan memenuhi fasilitas penggunanya yang berkebutuhan khusus.

Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menganut paham ‘normalisme’ dimana semua sarana umum yang ada dirancang khusus untuk ‘orang normal’ seperti biasanya. Hal ini tentu menjadi kesulitan tersendiri bagi mereka yang menyandang status sebagai disabilitas dalam menggunakan sarana umum yang ada di lingkungan masyarakat. Menjadi difabel ditengah masyarakat yang menganut paham seperti dijelaskan sebelumnya sangatlah sulit terlebih masyarakat hanya memandang kasihan namun kurang peduli dengan keberadaan mereka. Padahal jika kita lebih mengenal kaum difabel, mereka justru lebih membutuhkan persamaan derajat dan pengakuan dari lingkungannya.

Data World Health Organization (2011) menunjukkan jumlah difabel adalah sekitar 15% dari seluruh penduduk dunia, yang 2–4% di antaranya mengalami permasalahan fisik yang signifikan. Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi nasional disabilitas (usia > 15 tahun) adalah 11,0%, dengan masalah yang menonjol adalah sulit berjalan jarak jauh (6,8%), sulit berdiri lama (5,8%), dan sulit mengerjakan kegiatan rumah tangga (4,6%). Data jumlah difabel tersebut tampaknya belum sepadan dengan perhatian yang seharusnya diberikan pada mereka (Paramita, 2015). Di Indonesia sendiri berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, pada tahun 2010 tercacat penyandang disabilitas mencapai sekira 9.046.000 dari sekira 237 juta jiwa atau 4,74 persen dari total populasi di Indonesia. Jika melihat data tersebut, dengan jumlah yang tidak sedikit, Indonesia harusnya lebih memperhatikan kaum difabel dan memberikan layanan publik yang layak salah satunya adalah di bagian transportasi.

Di salah satu kota besar Indonesia misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta pernah dilakukan penelitian tentang pelayanan public bidang transportasi bagi difabel. Hasilnya menyimpulkan bahwa penyediaan layanan perhubungan untuk memenuhi kebutuhan kaum difabel belum optimal (Sugi Rahayu et all). Jika berkaca pada kota besar seperti DIY, maka kota — kota lain pun dapat dikatakan belum memberikan fasilitas yang optimal untuk penyandang disabilitas terutama pada bidang transportasi.

Beranjak dari masalah transportasi bagi kaum difabel, masalah lain yang muncul dari hal tersebut adalah timbul rasa takut pada kaum difabel untuk menggunakan transportasi yang tersedia karena kemungkinan untuk celaka lebih besar karena tidak ada fasilitas yang mendukung mobilitas mereka. Masalah lain yang cukup diperhatikan juga adalah keinginan mereka untuk berlibur. Sebagai manusia, kita pasti butuh berlibur untuk menghibur diri atau sejenak bersantai dari sibuknya aktivitas yang dilakukan setiap hari, hal itupun dirasakan pula oleh kaum difabel. Dengan akses yang sulit, kurang optimalnya fasilitas pendukung di transportasi publik, dan perasaan kurang aman yang mereka rasakan sudah sepatutnya dipikirkan solusi terbaik untuk mengatasi hal tersebut.

Hidup pada abad 20 dimana smartphone sudah menjadi kebutuhan hampir setiap orang bahkan di Indonesia juga termasuk mereka kaum difabel. Maka solusi terbaik untuk mengatasi masalah yang telah dipaparkan diatas adalah bagaimana mereka para kaum difabel dapat dengan mudah pergi berlibur tanpa khawatir, mudah, serta terpercaya.

Tujuan

Menghasilkan produk yang tepat guna serta mudah digunakan bagi penyandang disabilitas yang ingin pergi berlibur. Sehingga pada akhirnya mereka puas menggunakan aplikasi dan ingin menggunakan kembali.

Hasil yang akan dicapai

  1. Perancangan mobile user experience yang tepat guna, nyaman, mudah digunakan, dan memberikan kepuasan bagi penggunanya yang berkebutuhan khusus (disabilitas)
  2. Kenyamanan dan kemudahan dalam melakukan pemesan paket liburan dimana transportasi yang disediakan sesuai dengan kebutuhan penggunanya
  3. Memudahkan penyandang disabilitas untuk pergi berlibur ke tempat yang mereka inginkan dengan fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka
  4. Membantu para kaum difabel untuk merasakan hal yang sama saat pergi berlibur dengan ‘orang normal’ lainnya dimana mereka tidak perlu merasa takut ketika berada di ruang publik seperti tempat liburan
  5. Membantu mobilitas kaum difabel di ruang publik dan tidak kesulitan dalam masalah transportasi

User Research

Wawancara

Kami melakukan proses wawancara secara langsung dan tidak langsung untuk menentukan user persona dari aplikasi Triphoria. Wawancara secara langsung kami lakukan terhadap 5 responden. Sedangkan wawancara tidak langsung kami lakukan di website Disabilities-R-Us suatu website yang menyediakan chat room yang berisikan user disabilitas dan kita bisa menanyakan pertanyaan apa saja dan akan dijawab oleh user lain. Responden kami batasi adalah seorang tunadaksa (cacat pada tubuh).

Tampilan website Disabilities-R-Us

Adapun insight yang didapat dari proses wawancara yang kami lakukan adalah sebagai berikut:

  1. Penyandang tunadaksa takut untuk bepergian keluar rumah dikarenakan banyak hambatan dalam bepergian (jalan berlubang, tangga, turunan, tanjakan).
  2. Untuk mencapai suatu tempat yang mereka sangat kesulitan dikarenakan transportasi yang ada belum menyediakan fasilitas yang ramah bagi mereka.
  3. Mereka sangat membutuhkan bantuan dari orang lain ketika akan bepergian.
  4. Merasa kesulitan saat pergi berlibur dikarenakan akomodasi yang ada belum ramah terhadap penyandang disabilitas

User Persona

User persona pada aplikasi Triphoria dibuat dengan pertimbangan dari user needs, pain points, goals, motivation.

Metode Pencapaian Tujuan

Kami menggunakan metode Lean UX dalam proses research kami dengan parameter penilaian sebagai berikut:

Learnability: Parameter ini mempunyai makna seberapa besar pengguna dapat menyelesaikan tiap tasknya saat pertama kali mereka menggunakan aplikasi.

Efficiency: Parameter ini mempunyai makna seberapa cepat pengguna dapat menyelesaikan pekerjaannya setelah mereka memahami design aplikasinya.

Memorability: Parameter ini mempunyai makna seberapa cepat pengguna mengingat tahap-tahap task dalam aplikasi setelah sebelumnya keluar dan menggunakan aplikasi kembali

Errors: Parameter ini mempunyai makna seberapa banyak kesalahan yang dialami pengguna untuk menyelesaikan task yang diberikan.

Satisfaction: Parameter ini mempunyai makna seberapa nyaman pengguna menggunakan design yang diberikan dan apakah pengguna akan menggunakannya kembali atau tidak.

Metode Lean UX

Prototyping

Tools

Tools yang kami gunakan adalah sebagai berikut:

Adobe Photoshop: untuk pembuatan medium-fidelity prototype

Marvel: untuk prototyping

Wireframe

Wireframe digunakan untuk memberi gambaran dari tata letak desain

Wireframe aplikasi Triphoria

Medium-Fidelity Prototype

On Boarding

Skenario Penggunaan

Yudha merupakan seorang wiraswasta dari sebuah perusahaan multinasional. Ia merupakan wiraswasta yang energik dan senang bepergian keluar kota bersama dengan teman-teman atau keluarganya. Namun, kejadian tabrak lari menimpa dirinya setahun yang lalu. Kecelakaan tersebut mengakibatkan ia kehilangan kedua kakinya.

Dengan Triphoria, Yudha dapat meneruskan hobinya dalam bepergian ke luar kota walaupun mengalami kecelakaan yang menjadikannya penyandang tunadaksa (cacat tubuh) yaitu pada kedua kakinya. Untuk bepergian keluar kota dengan Triphoria, Yudha diharuskan untuk melakukan registrasi terlebih dahulu dengan mengisikan nama lengkap, alamat email, nomor handphone dan juga kata sandi terlebih dahulu serta mengisikan form keterangan disabilitas. Setelah proses registrasi selesai, Yudha akan diarahkan menuju halaman awal yang berisikan kategori tempat wisata beserta rekomendasi tempat wisata yang memiliki rating terbaik dengan paket wisata liburan menggunakan transportasi dan akomodasi yang nyaman bagi penggunanya. Yudha tertarik dengan salah satu tempat dan mengklik tempat wisata tersebut. Sistem akan mengarahkan Yudha untuk melihat detail dari tempat wisata yang berisikan nama tempat, rating, harga dan juga ulasan tentang tempat tersebut. Namun, Yudha ingin bepergian bersama dengan temannya. Karena itu ia diharuskan untuk mengisikan biodata yang berisikan data diri dari temannya. Proses pemesanan selanjutnya akan dilanjutkan dengan konfirmasi apakah data yang dimasukkan sudah benar atau belum.

Pada tahap pemesanan, Yudha dapat memilih fitur tambahan untuk meminta jasa antar-jemput ke lokasi yang diinginkan sebagai meeting point. Nantinya mitra Triphoria akan melakukan penjemputan menggunakan transportasi yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Namun proses antar jemput merupakan sebuah opsi yang bisa dipilih oleh pengguna dengan biaya tambahan yang dibebankan kepada pengguna.

Selama dalam liburan untuk menambahkan perasaan aman, Triphoria menyediakan fitur panic button yang akan memberikan notif dan memberikan lokasi Yudha kepada tour guide yang bertugas. Selain itu, Yudha juga dapat memberikan kabar kepada keluarganya dengan fitur share location yang akan memberikan informasi mengenai lokasi Yudha saat ini. Dan ketika perjalanan selesai, Yudha dapat memberikan review dan memberikan rate pada aplikasi sesuai dengan kepuasan yang ia rasakan selama liburan

Kesimpulan

Perancangan User Experience (UX) aplikasi berbasis mobile Triphoria dimaksudkan untuk membantu para disabilitas dalam berlibur dengan rasa aman dan nyaman. Dengan fitur-fitur yang ditawarkan oleh Triphoria seperti Call Tour Guide dan Share Location, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan pengguna dalam menggunakan aplikasi ini. Penyediaan akomodasi dan fasilitas yang sesuai untuk pengguna berkebutuhan khusus menjadi nilai tambah dalam aplikasi Triphoria.

Alhamdulillah kami berhasil menjadi 10 besar pada perlombaan ini.

Referensi

Gothelf, J., Seiden, J. 2013, LEAN UX Applying Lean Principles to Improve User Experience, O’Reilly Media, United States of America

Rahayu S, Dewi U, Ahdiyana M. 2013. “Pelayanan Publik Bidang Transportasi Bagi Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Ilmu Ilmu Sosial, Vol.10, №2, pp 108–119

Mendiola B, Wiryawan. 2011. “User Experience (UX) Sebagai Bagian dari Pemikiran Desain dalam Pendidikan Desain Komunikasi Visual”. Jurnal Humaniora, Vol.2 №2 Oktober 2011: 1158–1166

--

--