Tafsir Media dan Arsitektur

Alvin Akbar Aeronautika
Occupied Urbanism
8 min readAug 13, 2019

--

Medium: Communication Channel Bridge Between Mind

Oriented Perception

Arsitektur terlahir melalui suatu proses repetisi dan/atau penggubahan oleh sang arsitek atas sebuah pengalaman dan perseptual. Melalui ragam bahasa desain, sebuah karya terlahir. Tetapi, sebelum menjadi sebuah karya yang dapat dipahami oleh khalayak, konsep terbatas berupa bayang-bayang imaji yang hanya dipahami oleh sang arsitek. Media” menjadi sebuah kebutuhan untuk menyampaikan pesan agar imaji-imaji tersebut dapat diterima sebagai realitas dan terbangun jembatan kesepahaman oleh khalayak.

Berangkat dari arah yang berseberangan, “arsitektur” dapat juga diperalat sebagai medium untuk menyampaikan pesan. Seperti halnya, dalam sebuah film, penggambaran sebuah latar waktu dan tempat akrab sekali digambarkan oleh kehadiran elemen-elemen arsitektur. Melalui media virtual ini pula, arsitektur dapat dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghadirkan berbagai latar waktu dan tempat. Dahulu atau masa depan, dalam keadaan distopia atau pun utopia, serta penghadiran suatu entitas yang imajiner. Seperti Kota San Fransokyo di dalam film Big Hero 6, sebuah kota hybrid yang menghadirkan suasana lokal Tokyo berbalut kemajuan teknologi sang Sillicon Valley, San Fransisco.

San Fransokyo, Big Hero 6

The resulting animated metropolis — which truly is its own character in the film, although people say that a lot — is a celebration of futuristic urban life and the high-tech culture that drives its residents. And it’s brought to life thanks to several new animation technologies developed in-house by Disney itself.

- A Tour of ‘San Fransokyo,’ the Hybrid City Disney Built for Big Hero 6.

Peran film dalam ranah arsitektur ialah sebagai media manifestasi, penentu parameter terhadap fungsi serta ruang arsitektur melalui imaji visual. Dan sering kali arsitektur hanya dijadikan sebagai representasi atas suatu masa atau latar yang hendak disampaikan.

Di samping hanya menjadi latar, film dapat menghadirkan kesan photorealistic (manipulasi visual yang realistis) dari suatu karya arsitektur. Ketika menjadi media komunikasi dari seorang perancang, film menggantikan alat-alat komunikasi konvensional arsitektur, seperti denah, tampak, dan potongan yang dianggap terlalu terbatas dan tidak mudah dipahami oleh orang-orang di luar bidang arsitektur.

Photorealistic: Imaji sebagai Penggambaran Masa Depan

Menyajikan sebuah cerita di balik suatu karya arsitektur melalui imaji dalam film juga dapat digunakan sebagai media kritik atas hasil suatu visualisasi karya tersebut di waktu yang akan datang. Film animasi “Kort Rotterdam” (2010), bercerita mengenai dampak sosial dari suatu proyek perumahan massal di Belanda yang bercerita cukup mengerikan. Dalam film ini, imaji dan narasi disajikan sebagai photorealistic untuk mengkritik gagasan tersebut.

Cuplikan scene film “Kort Rotterdam (2010)

Media ini memungkinkan untuk menyimulasikan kehidupan manusia, ekspresi, emosi, dan memasukkan humor serta kritik. Tetapi, terkadang kendalanya ialah bahasa visual yang digunakan menjadi tidak netral untuk semua segmen audiens. Sehingga harus dilakukan penyeimbangan antara elemen realistis dan elemen fiktifnya untuk menjadi mudah dipahami.

Elemen Arsitektur sebagai Latar yang Bercerita

Film menawarkan representasi gerakan melalui ruang secara real-time. Menyimulasikan pengalaman arsitektural dari subjek yang bergerak secara nyata. Keduanya, film dan arsitektur memiliki potensi untuk membingkai suatu peristiwa. Kontribusi film kepada arsitektur adalah bagaimana film menciptakan ruang sintetis yang berbeda melalui pertambahan gambar yang terpisah-pisah dari waktu ke waktu yang dilakukan dengan cara montage. Dan bagaimana wacana spasial (elemen arsitektural) dapat berkembang menjadi wacana naratif dan kritis. Perubahan konsep ruang dan waktu tergambarkan melalui perpaduan arsitektur dan film, dimana “moving image” membangkitkan pengalaman penonton akan suatu keadaan ruang dan waktu.

Film, sama halnya dengan karya seni visual lainnya seperti lukisan, merupakan imaji yang memiliki batas. Batas ini termanifestasikan dalam bentuk frame atau bingkai. Menelaah pada teori sinematografi, terdapat istilah on-screen space dan off-screen space. Off-screen space ialah kondisi yang menempatkan dominasi dari imaji terhadap suara dan ruang yang tidak terlihat oleh penonton. Sederhananya ialah yang tidak terlihat dalam frame film (layar kaca). Sebaliknya, imaji yang tergambarkan di dalam frame disebut sebagai on-screen space.

Frame orientation perception

Berbeda dengan lukisan, pengamatan atau menonton sebuah film memiliki kecenderungan bergerak secara sentrifugal (menjauhi pusat), dimana pusat tersebut direpresentasikan melalui subjek berupa karakter atau manusia yang melakoni suatu adegan. Dari keterfokusan terhadap subjek tersebutlah setelahnya mata penonton akan bergerak ke sekitar mengamati keadaan latar film tersebut. Seperti yang dikatakan di awal, bahwa arsitektur sering kali hanya dijadikan sebagai representasi atas suatu masa atau latar yang hendak disampaikan. Sehingga, penyajian arsitektur sebagai latar pun sering kali tidak secara utuh, hanya parsial dan selebihnya berada di off-screen space.

Cuplikan scene film “A Man Escape) (1956).

Pada film “A Man Escaped” (1956), karya Robert Bresson, bercerita mengenai seorang individu yang terkurung di dalam sebuah penjara Nazi. Pusat utama dari film ini ialah individu tersebut dan terfokus pada keadaan di dalam ruang penjara (sempit, terbatas, tidak tergambarkan ruang luar). Ruang di luar penjara menjadi tidak penting dan menjadi tidak perlu digambarkan secara fiksional karena sudah cukup jelas tergambarkan oleh keadaan ruang penjara tersebut (on-screen space). Tetapi, ruang luar ini (off-screen space) menjadi manifestasi dari hasrat individu yang terkurung di dalam penjara tersebut untuk memperoleh kebebasan.

Cuplikan scene film “A Man Escape) (1956).

Membahas tentang kekuatan ruang (elemen arsitektural) yang disusun menjadi pondasi utama dari maksud dan tujuan film tersebut. Penyusunan elemen arsitektural ini membingkai langsung peristiwa secara tegas, membatasi antara hasrat untuk bebas dan keterpurukan di dalam penjara. Sehingga keadaan elemen arsitektural yang hanya menjadi latar, menjadi sama pentingnya dalam menyimulasikan cerita tentang kehidupan manusia, ekspresi dan emosi di dalam film ini.

Flat Space: Manipulasi Persepsi Ruang dan Waktu

Perkembangan teknologi visual turut berperan besar dalam mempengaruhi persepsi manusia mengenai apa yang mereka percaya dan lihat. Salah satunya ialah perkembangan televisi, suatu teknologi yang dikatakan memiliki “the ability to trump reality”. Faktanya, setiap kejadian besar ataupun kecil sekarang selalu ditayangkan oleh televisi. Hal ini menjadi cara dalam menggiring opini khalayak oleh para pemangku kepentingan. Jika ada ungkapan bahwa kita akan percaya suatu hal setelah kita melihatnya, maka televisi telah menjadi salah satu mediavisual untuk menghasilkan kepercayaan tersebut. Sebuah media komunal yang ditransmisikan ke setiap orang, sehingga membentuk konfirmasi pengalaman bersama.

Media Televisi ini dielaborasi menjadi tiga pelaku, yakni subjek, filter dan scene. Subjek ini merasakan sebuah scene sebagai objek persepsi di dalam dunia imajiner (visual dan audial). Mekanisme persepsi lalu divisualkan oleh filter yang menjembatani subjek dan objek (medium). Filter ini termanifestasikan dalam suatu ruang datar (flat space), sehingga otak kita berupaya untuk menghubungkan seluruh persepsi ke suatu bidang tunggal 2-dimensi yang memanipulasi indrawi kita.

“A logical order based analysis is complicated when the images appear, are transformed, and disappear with such speed.”

Tampak depan rumah keluarga Tanner dalam serial Full House, 1987–1995 (sumber)
Ruang keluarga rumah keluarga Tanner dalam serial Full House, 1987–1995 (sumber)

Pada acara-acara yang disajikan oleh televisi, kita hanya melihat pada satu sisi perspektifis untuk setiap ruangan pada acara tersebut. Kru dari acara tersebut tidak perlu membuat ruangan rumah secara utuh untuk menampilkannya kepada penonton. Mereka hanya akan menunjukkan apa yang hendak mereka ingin penontonnya saksikan. Sehingga mereka dapat membelah suatu ruangan dan menyiasatinya dalam perekaman kamera, sehingga terlihat seperti rumah yang utuh.

Ruang makan rumah keluarga Tanner dalam serial Full House, 1987–1995 (sumber)

Hal ini merubah konsepsi arsitektur, memanipulasi persepsi penonton yang menyaksikan pada layar televisi. Ruangan dapur keluarga Tanner di serial Full House seakan terhubung dengan kamar Joey Gladstone yang berada di lantai basement dan dapat dicapai melalui tangga di sisi belakang dapur. Nyatanya, kedua ruangan tersebut tidak terhubung, tetapi merupakan dua set-studio selantai yang terletak bersebelahan. Transisi antara scene dimanipulasi oleh kamera sehingga kita percaya bahwa kedua ruangan tersebut terletak atasbawah.

Frame ratio pada film Grand Budapest Hotel (sumber)

Permainan frame ratio, sudut pandang dan area fokus terhadap objek yang dilakukan oleh videographer suatu film juga berperan penting dalam memanipulasi persepsi penontonnya. Untuk setiap scene yang berbeda ditimbang dari jenis scene atau pun intensitas objek (manusia) yang berada di dalam frame film ini, dipertimbangkan secara matang oleh Wes Anderson di dalam film “Grand Budapest Hotel” untuk menciptakan persepsi ruang yang dialami dan dilihat oleh penontonnya. Penyampaian pesan mengenai keadaan film seperti dalam keadaan tertekan, tenang, gembira, dan sebagainya disajikan melalui pengambilan gambar dan permainan kamera yang membentuknya.

Framing pada film Grand Budapest Hotel (sumber)

Globally connected, but locally disconnected

Fenomena perkembangan media televisi ini juga merubah konsepsi ruang dan waktu pada keadaan present. Dimana kita dapat mengetahui secara kilat informasi yang terjadi di belahan dunia lain. Tetapi ketergantungan akan media informasi ini juga dapat berpengaruh kepada sensibilitas kita terhadap lingkungan sekitar kita. Karena seakan hanya bergantung dan menunggu informasi yang akan disampaikan oleh media.

Disclaimer:

Tulisan ini merupakan hasil kolektif kajian penulis dalam mengikuti mata kuliah Media dan Arsitektur. Tatanan pembahasan merupakan perpaduan ragam kajian terhadap topik terkait.

Sumber:

Ariansah, Mohammad. Off-Screen Space dalam Film-film Robert Bresson: Sebuah Pendekatan Psikoanalisis terhadap A Man Escaped dan Trial of Joan Arc. Jakarta: Institut Kesenian Jakarta.

Effendi, Zakaria. (2009, 18 Maret). Relation of Architecture and Film… part 1. http://zakeff.students.uii.ac.id/2009/03/18/relation-of-architecture-and-movie-part-1/. (Diakses pada 20 Februari 2019).

Van Der Hoorn , Mélanie. The Power of Drawings: Architecture Videos Borrowing from Animated Cartoons. http://www.architectureplayer.com/strips/the-power-of-drawings-architecture-videos-borrowing-from-animated-cartoons#. (Diakses pada 19 Februari 2019).

Uncube. (2014, 21 Agustus). THE SURFACE OF THE WORLD EXHIBITION ON ARCHITECTURE AND THE MOVING IMAGE. http://www.uncubemagazine.com/blog/14059953 (Diakses pada 19 Februari 2019).

Walker, Alissa. (2015, 11 Oktober). A Tour of ‘San Fransokyo,’ the Hybrid City Disney Built for Big Hero 6https://gizmodo.com/a-tour-of-san-fransokyo-the-hybrid-city-disney-built-f-1642066794. (Diakses pada 19 Maret 2019).

Pérez, Luis Barrero. 2015. Superflat Space: The Influence of Media on Spatial Perception. E.T.S. Architecture of Valladolid: University of Valladolid.

Kusliansjah, Yohannes Karyadi. (2018). Kuliah Arsitektur Kawasan Pusat Kota.

Wijayaputri, Caecilia Srikanti. (2019). Kuliah Media dan Arsitektur.

Anthony, Andrew. (2013, 7 September). A history of television, the technology that seduced the world — and me. https://www.theguardian.com/tv-and-radio/2013/sep/07/history-televisionseduced-the-world. (Diakses pada 12 Februari 2019).

Tom. (2015, 28 September). Cinematography in Grand Budapest Hotel. https://timeinpixels.com/2015/09/cinematography-in-grand-budapest-hotel/. (Diakses pada 13 Februari 2019).

Bila ada pertanyaan, komentar, saran, tanggapan, dan kritik dapat mencapai saya melalui email di bawah ini:

akbaralvin@live.com

--

--