Bantul Projo Modernisasi

Omah Aksara
Omah Aksara
Published in
3 min readDec 14, 2018
Sumber : Di sini

Oleh : Rudi Sarwiyana
Saya ucapkan selamat kepada NDX AKA yang telah resmi merilis lagu baru bersama Shaggy Dog. Dengan ini NDX AKA kembali mengangkat pamor kota Bantul tercinta. Nama NDX AKA mau tidak mau menjadi pengganti Pesiba Bantul yang sekarang telah kehilangan tajinya dikancah nasional. Sebenarnya ada Shoimah, tapi kiranya dia tak terlalu membawa ke-Bantulan-nya.

Anda yang WNI asli Bantul pasti tahu, Persiba semenjak dipimpin bukan dari golongan merah prestasinya kian menurun. Bahkan di musim ini, di mana untuk pertama kalinya saya melihat Persiba punya sponsor besar, Persiba sudah dipastikan degradasi. Kalah bersaing dengan Pak tua PSIM dan Si glamor PSS.

Sedih rasanya melihat kawan-kawan saya para paserbumi. Selain karena kemunculan CNF yang beberapa waktu lalu memecah basis suporter Persiba, paserbumi agaknya harus tambah lara hati. Ya meskipun ada yang bilang ini ujian loyalitas, tapi apapun itu Persiba telah kehilangan daya tarik.

Saya masih ingat dulu, ketika Persiba jaya-jayanya. Setiap akhir pekan setidaknya masyarakat punya hiburan yang cukup menarik dan murah. Masyarakat punya alasan untuk memakai baju merah selain saat kampanye. Dengan baju kebanggaan merah merona masyrakat seakan-akan punya arena di mana ia bisa jadi komentator kapan pun ia mau.

Lagu Bantul rewo-rewo bahkan lebih nikmat didengar dari pada lagu-lagu syahdu peterpan. Ribuan baik yang masuk stadion ataupun tidak seakan berkenduri bersama. Padahal tak selalu Persiba itu menang tapi entah apa yang terjadi, stadion yang kini dipinjam PSIM itu seperti punya daya magis tersendiri.

Masyarakat seperti punya pengharapan baru. Mungkin dari pada penat mikir kerja mending datang ke stadion. Istri di rumah ngambek, mending ke stadion. Yah, semacam acaranya Mario teguh, tapi yang secara tidak langsung.

Tapi itu dulu, sekarang sebagaimana yang saya sebut di atas Bantul terlampau banyak bergantung pada NDX AKA. Selain itu saya kira tidak ada.

Kini nasib Persiba sangat berkebalikan dengan pembangunan di Bantul. Untuk kepemimpinan kali ini boleh dibilang pembangunan di Bantul sungguh masif. Tidak hanya kimcil yang kepolen, Bantul pun merias diri dengan pol-polan. Meski menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat, Bantul bukan lagi bangkit tapi bertransformasi ke arah masa kini. Ijo royo-royo? Asri? Itu belakangan. Sebab kalau orang sekarang ditanya lebih penting mana? Pasti lebih penting colokan, kalau tidak ya WIFI.

Di tahun ini dari pusat kotanya saja sudah kelihatan bedanya. Kalau dunia kecantikan mungkin akan bilang, inner beauty-nya muncul. Serba-serbi yang memperlihatkan Bantul itu ndeso mulai dirubah. Termasuk jalanan dengan pohon-pohon besar yang begitu meneduhkan, pun mesti diganti. Jangan sampai Bantul itu nampak wingit bak pekuburan.

Lain halnya dengan alun-alun Paseban, yang kini juga bertambah ramai pasca dibangunnya taman-taman dan dirobohkannya gedung BPR. Kini Paseban tak lagi dipandang sebagai markas gondes, tapi benar-benar sebagai tempat berkumpulnya warga Bantul. Bahkan di Bantul pun ada car free day, seakan Bantul sudah kerepotan dengan jumlah mobil dijalanan. Yang jelas tentunya pembangunan Bantul diupayakan untuk membuat orang-orang merasa bahagia dan nyaman tinggal di Bantul.

Makanya langkah-langkah Pak Bupati itu perlu diperhatikan kembali. Jangan mudah curiga padanya. Ia yang saya rasa dari lika-liku kehidupannya sangat ndeso itu, belum tentu ingin merubah the harmony art and culture-nya Bantul. Bahwa beliau ingin Bantul terlihat kota kan sudah sewajarnya. Sama seperti kita yang ingin tampil trendi setiap saat.

Lagi pula memang kalau tumbalnya adalah Persiba, maka pembangunan memang harus pol-polan bukan? Kalau hanya berakhir sia-sia dan tak berarti di mata masyarakat ya buat apa?

Dulu siapa sangka bentangan sungai di pusat kota Bantul itu ditutup? Keputusan ditutupnya sungai itu pasti membuat gerah mbah-mbah kita yang pemahamannya sungai adalah sumber kehidupan. Tapi sekarang apa? Sungai itu telah ditutup dan tiada masalah bukan?

Yang menjadi masalah itu sebenarnya saya. Saya baru tahu kalau pasar Bantul dapat dilihat dari Klodran.

Bantul memang jangan sampai terlalu konservatif, ini kan sudah zaman modern. Saya kira Bantul berubah jadi panas pun memang sebuah transformasi yang baik. Kita saja yang tidak tahu bagaimana keadaan jemuran mereka yang tinggal di sekitar jalan sudirman? Bisa jadi mereka juga ingin buat lempeng kan?

--

--

Omah Aksara
Omah Aksara

Komunitas Menulis yang berbasis di Yogyakarta. Beralih dari akun @omahaksara