di Dalam Pikiran

Khatmil Iman
Omah Aksara
Published in
2 min readMay 15, 2019

--

Terkadang, atau mungkin seringkali — aku tak tahu, sebab hitungan perihal di dalam pikiran sesuatu yang relatif — aku membayangkan diriku mati tapi aku tetap hidup. Maksudnya, diriku halus tembus pandang tak terdeteksi mata mereka yang bernyawa, namun sebaliknya mereka terdeteksi mataku. Kakiku tetap menapak, mengitari dapur untuk mengawasi ibu-ibu tetangga kerepotan bikin teh tubruk pahit, atau malah merendam lima krat bir dalam tong berisi air dan es. Kalau aku diberi kesempatan bangkit dari mati suri untuk kembali mati barang lima detik, aku lebih condong ke pilihan kedua dan mengatakan: Bir saja ya, ibu-ibu, aku suka tamuku minum bir. Lebih keren, misal adegan itu terjadi saat sesepuh desa dan masjid dan orang tuaku tengah memandikanku. Sayangnya aku bukan Borges, yang bisa mewujudkan bayangan di atas bayangan hingga disebut labirin yang rumit. Aku adalah aku, yang malu menyaksikan tubuh bugilku dikerubungi, digerayangi, atau bahkan divideo sebagai dokumentasi pribadi keluarga. Jadi, saat-saat itu, aku keluar dari rumah lalu berdiri di kursi penyambutan tamu dekat pagar. Menyaksikan seraya menghitung tamuku dengan bantuan tasbih digital. Memencet tombol berulangkali, ya meskipun sering luput satu atau dua kepala, maklumlah aku manusia bukan robot. Satu lagi pekerjaan yang tak kalah penting ialah, menerka emosi tamuku berdasar pada raut wajah. Dan aku pikir dengan bantuan empat tasbih digital di jemari tangan kiri selain ibu jari adalah hal menarik. Yang pertama untuk emosi bahagia, lalu biasa saja, lalu sedih, lalu sangat sedih. Sejujurnya, dengan survei seperti ini, aku tak terobsesi dengan perasaan — yang pasti kau curigai — betapa orang lain akan meyesal karena aku tak lagi di bumi, di sisi mereka, terutama orang-orang dekatku. Sama sekali tidak. Justru sebaliknya, aku malah ingin mereka bahagia. Sebab aku tahu, kehidupan bakal tetap dan terus berjalan, dan tak ada apa atau siapa yang bakal terus dikenang. Toh hal itu kan hanya di dalam pikiran saja dan belum tentu juga ada tamu yang datang.

--

--