Chasing Liberty, creating Deep Impact and destroying The Day After Tomorrow

Dasapta Erwin Irawan
Good Science Indonesia
3 min readJan 14, 2021

oleh: Dasapta Erwin Irawan

Perjalanan #365figures dan #365writings hari ini membawa Anda ke beberapa film :). Deep Impact (DI) (1998), The Day After Tomorrow (TDAT) (2004) dan Chasing Liberty (CL)(2004).

Kenapa saya menggambar ini?

Ide menggambar ini diawali saat saya dihubungi beberapa rekan dosen dari beberapa Perguruan Tinggi untuk membuat proposal Riset Kolaborasi yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Semangat kemudian kembali menurun ketika membaca luaran yang diharapkan. Masih syarat yang sama. Apa tidak bosan para pembuat program itu. Setiap hari yang disalin adalah fragmen persyaratan yang sama. Dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Kalau saya tidak cinta dengan ilmu saya, hidrogeologi, pasti sudah berulang kali pula saya mengurungkan niat mengajukan proposal.

Dalam panduan skema riset tersebut, saya membaca bagian ini.

Tapi kemudian ada bagian yang ini.

Bagaimana bisa indigenous knowledge and resources dipublikasikan dalam bahasa yang tidak dipahami atau setidaknya dimengerti artinya oleh sebagian besar indigenous people, baik kelompok yang distudi, maupun kelompok indigenous people lain yang pastinya tertarik untuk mempelajarinya. Luaran dalam bahasa non Bahasa Indonesia itulah yang diminta sebagai luaran utama, bukan luaran pendamping.

Simbol kebebasan yang berulang kali rusak

Kembali ke film. Patung Liberty (PL) sebagai simbol kebebasan sudah bolak-balik rusak. Pertama di DI dan kemudian di TDAT. Juga di film-film bencana lainnya. Anda sebut saja. Asal bencana dahsyat itu melanda AS, pasti PL ikut kena akibatnya. Dari jubahnya ternoda darah Godzilla, tembok pipi cuil kena tinju Transformers, sampai kepalanya terpenggal dan jatuh di jalanan Kota New York atau tenggelam dalam gelombang tsunami raksasa.

Sementara di CL, tidak ada PL. Itu film cinta ringan, tidak ada latar belakang ilmu kebumiannya. Film itu tentang seorang putri Presiden AS (rekaan) yang ingin membebaskan diri dari protokol pengamanan Gedung Putih saat tamasya keliling Eropa.

Apa hubungannya dengan kita kelompok dosen dan peneliti?

Tiga film itu hanyalah penggambaran saya betapa kita ini sangat mendambakan kemerdekaan. Apa saja. Kemerdekaan berpikir, kemerdekaan berkarya, kemerdekaan ilmu dll.

Namun di sisi lain secara sengaja kita memmenjarakan diri sendiri dengan berbagai ketentuan yang mengikat. Alasannya untuk memperluas jangkauan, internasionalisasi, menambah jejaring dll, tapi sebenarnya malah menjauhkan kita dari hal-hal yang seharusnya dilakukan.

Kenyamanan vs kebebasan

Bercermin dari film CL. Rupanya kenyamanan menjadi putri Presiden AS ternyata tidak sebanding dengan kebebasan berekspresi dan kebebasan hidup.

Jadi sampai kapan kita melakukan apa yang kita lakukan sekarang?

Hanya Anda yang bisa jawab. Saya pakai telunjuk saya sekarang.

--

--

Dasapta Erwin Irawan
Good Science Indonesia

Dosen yang ingin jadi guru | Hydrogeologist | Indonesian | Institut Teknologi Bandung | Writer wanna be | openscience | R user