Preprint adalah simbol hak anda

Dasapta Erwin Irawan
Good Science Indonesia
3 min readJul 27, 2021

Minggu lalu kami menerima surel oleh salah satu pengguna RINarxiv. Beliau meminta saya untuk menurunkan atau menghapus artikel preprintnya atas permintaan tim jurnal. Preprint telah beberapa minggu tayang di RINarxiv.

Hari ini, kami menerima surel lagi yang berisi kabar bahwa beliau berhasil meyakinkan pengelola jurnal bahwa preprint bukanlah duplikasi. Jadi preprint tidak perlu diturunkan/ditarik.

https://www.pexels.com/photo/cutout-paper-appliques-of-person-withdrawing-money-from-bank-machine-5849549/ (CC0)

Berikut adalah penjelasan yang disunting dari balasan surel kami kepada Yang Bersangkutan.

Jadi intinya begini. Jurnal memang masuk ke ekosistem riset, tapi peran mereka kalau (boleh jujur) bukanlah pelaku utama. Pelaku utama tetap adalah para dosen dan peneliti. Bukankah mereka, kita, yang bersusah payah membuat proposal, mencari dana riset, mengumpulkan data, melakukan eksperimen, dan pada akhirnya menulis serta mengirimkan artikel.

Anda bisa saja bilang, “lah kan jurnal akan melakukan peninjauan”.

Salah.

Yang melakukan peninjauan adalah dosen/peneliti lain kolega kita. Entah dosen/peneliti tersebut kita kenal atau tidak. Jadi bukan jurnal yang melakukan itu. Jurnal hanya memfasilitasi proses peninjauan sejawat.

Mungkin Anda bertanya lagi, “bukankah peninjauan sejawat hanya dapat dilakukan oleh jurnal?”

Anda salah lagi.

Di dunia ini sejak 10 tahun yang lalu, mungkin lebih, proses peninjauan sejawat juga dapat dilakukan oleh komunitas. Beberapa komunitas yang melakukan hal tersebut adalah PreReview, PreLights dan Peer Community In. Selain dua inisiatif nirlaba itu, ada banyak yang lain. Kondisi itu tidak lain karena preprint memang bukan barang baru. Server preprint Arxiv telah aktif sejak akhir tahun 80-an.

https://arxiv.org

Jurnal tidak perlu merasa tersaingi

Kembali ke masalah preprint dan jurnal. Preprint bukanlah jurnal. Jadi artikel apapun yang dimuat di preprint adalah artikel yang belum mendapatkan peninjauan sejawat. Jadi mestinya, kalau memang proses peninjauan sejawat adalah diklaim sebagai salah satu keunggulan artikel yang terbit di jurnal, maka mereka tidak perlu merasa tersaingi dengan adanya preprint.

Duplikasi

Hal lainnya adalah mengenai duplikasi. Saat ini COPE sebagai salah satu rujukan tata kelola jurnal tidak menganggap preprint sebagai duplikasi. Saya akan sampaikan saja agar para pengurus jurnal nasional dapat belajar dari penerbit favorit kita semua, yakni Elsevier. Elsevier punya kebijakan tidak memasalahkan versi preprint diunggah ke repositori. Bahkan versi postprint (artikel yang sudah lolos peer review tapi belum dilayout penerbit) juga dapat diunggah ke repositori.

https://www.elsevier.com/about/policies/sharing

Isu kepemilikan Hak Cipta

Isu berikutnya (dan yang terpenting) adalah tentang Hak Cipta, mau diterbitkan di manapun, tetaplah penulis (dosen/peneliti) yang pegang. Yang penting adalah, bahwa artikel yg sama tidak dikirimkan ke dua jurnal yg berbeda. Kenapa? selain karena jurnal akan mengeluarkan upaya memfasilitasi review dan kemudian melakukan penyuntingan, juga karena akan terjadi duplikasi penerbitan. Nah seperti inilah yang disebut duplikasi, karena artikel yang sama telah menjalani proses yang sama dan diterbitkan di dua jurnal yang berbeda. Isu ini juga telah disepakati sebagai pelanggaran etika publikasi dalam standar COPE.

https://www.pexels.com/photo/road-people-woman-banner-6257693/ (CC0)

 by the author.

--

--

Dasapta Erwin Irawan
Good Science Indonesia

Dosen yang ingin jadi guru | Hydrogeologist | Indonesian | Institut Teknologi Bandung | Writer wanna be | openscience | R user