Preprint bukanlah publikasi formal

Dasapta Erwin Irawan
Good Science Indonesia
4 min readNov 12, 2017

Penjelasan tambahan berikut ini mungkin dapat lebih memberikan gambaran posisi preprint/pra PR (pra peer review) dan postprint/pasca PR (pasca peer review).

Duplikat Pixabay/WerbeFabrik CC-0

Referensi yang dapat dibaca:

  1. Preprint dengan versi pra PR adalah sama, yaitu dokumen yang belum masuk ke PR atau sedang atau belum selesai dilakukan PR.
  2. Saya tidak pernah menyampaikan bahwa preprint atau pra PR adalah dokumen yang sudah layak dipublikasikan atau disebut sebagai publikasi formal. Terminologi formal yang sekarang dianut masyarakat adalah paper yang telah lolos PR dan terbit di suatu jurnal.
  3. Bahwa mengunggah dokumen secara online tidak lantas semua dianggap sudah dipublikasikan secara “formal”. Langkah itu namanya self archiving. Memang tidak harus online. Tapi kalau bisa online dan tidak melanggar apapun, kenapa tidak. Karena itu file buatan kita, ya terserah kita mau disimpan di mana, secara offline atau online. Hak cipta sepenuhnya masih di tangan kita.
  4. Terminologi “publikasi” pun harus juga mulai ditinjau ulang, karena saat ini sudah sangat banyak bentuknya. Kenapa tidak dibagi lagi menjadi, misalnya: preprint, peer-reviewed article, poster, abstrak, artikel blog, dan seterusnya.
  5. Karena alasan no 1–3 di atas itulah sekarang penerbit jurnal tidak lagi memasalahkan masalah preprint atau pra PR. Malah mereka sekarang juga membolehkan versi Pasca PR atau Accepted Manuscript atau post print untuk diunggah bebas.
  6. Mengapa preprint ini menjadi penting akhir-akhir ini? Alasan awalnya adalah: bahwa menerbitkan makalah di jurnal perlu waktu yang lama, sementara peneliti perlu segera mengklaim hasil risetnya. Karena itulah, walaupun belum didefinisikan sebagai publikasi formal, tapi preprint dapat disitasi. Kalau Anda membuka panduan penulisan makalah dari IOP (diantaranya), ada bagian “cara menyitat preprint”. Dengan demikian keuntungan lain yang bisa didapatkan adalah sitasi awal (early citation).
  7. Alasan kedua adalah peneliti memiliki dilema masalah biaya publikasi vs keterbacaan (readability). Saat mempublikasikan makalah di jurnal non-OA, maka mereka akan kehilangan pembaca potensial, karena tidak semua pembaca berlangganan jurnal non-OA tersebut. Bila pembaca berlangganan jurnal tersebut atau membelinya seharga USD 35–40 (kurang lebih), mereka tidak dapat menggunakan ulang gambar, tabel dll yang ada dalam makalah. Kenapa? Karena hak cipta telah ditransfer seluruhnya dari penulis ke penerbit. Jadi dengan mengunggah preprint, maka pembaca akan mempunyai pilihan.
  8. Bila penulis mengirimkan ke jurnal OA yang menerbitkan makalah dengan lisensi CC-BY, memang gratis bagi pembaca, tapi penulis akan diminta membayar biaya APC (article processing cost) yang tidak sedikit. Sebenarnya banyak jurnal yang tidak menarik APC, tapi ini tidak menjadi pilihan penulis. Penulis akan lebih memilih jurnal-jurnal top dengan Impact Factor tinggi. Dengan mengunggah preprint, maka penulis memiliki pilihan lebih banyak untuk menyebarluaskan idenya.
  9. Sebenarnya preprint bukan barang baru. Server preprint ArXiv telah berdiri sejak tahun 1990 an, di Cornell University. Kalau preprint ini melanggar aturan publikasi, pasti server itu sudah tutup. Tapi alih-alih tutup, belakangan malah lebih merebak dengan turunannya seperti BiorXiv (bidang biologi), RePec (bidang ekonomi), Preprint (multidisiplin), Earth Arxiv (Bidang ilmu kebumian), PaleorXiv Bidang paleontologi), MarXiv (Bidang kelautan), INArxiv (multidisiplin), dan banyak lagi.
  10. Bila ingin melihat kebijakan berbagai penerbit tentang preprint dan postprint, Anda dapat membuka direktori Sherpa-Romeo. Anda cukup memasukkan nama jurnal dan atau penerbitnya, kemudian lihat apakah label yang diberikan berwarna hijau, biru, atau putih. Atau mampir ke halaman Wikipedia ini. Baca juga artikel di blog Scientific American tentang Understanding your rights: pre-prints, post-prints and publisher versions.

Berikut ini beberapa bukti yang dapat saya sampaikan (dan akan masih tambah panjang).

SAGE

Panduan bagi penulis dari SAGE. Di situ disebutkan bahwa penulis hanya diminta mendeklarasikan status makalah apakah sudah diunggah sebagai preprint saat mengirimkan makalah untuk PR. Tapi tidak tertulis ada larangan. Penulis dilarang memperbarui versi preprint yang telah diunggah dengan versi yang sedang direview.

Elsevier

Ringkasan panduan bagi penulis dari Elsevier. Bahwa Elsevier tidak menganggap tiga jenis publikasi di atas (lihat gambar) sebagai prior publication. Termasuk di dalamnya adalah preprint. Artinya Anda dibolehkan memasukkan dokumen preprint online sebagai manuskrip ke salah satu jurnal yang dikelola oleh Elsevier, kecuali Jurnal Cell Press dan Jurnal The Lancet.

Tapi kemudian ada blog ini dari Cell Press

Jurnal Cell Press (Elsevier) pun telah mengakui preprint dan membolehkannya dikirimkan sebagai manuskrip untuk PR.

Wiley

Di sini Wiley memang tidak menyebutkan secara eksplisit tentang boleh atau tidaknya manuskrip diunggah sebagai preprint. Tetapi dia mengakui bahwa preprint ada dan Arxiv sebagai server preprint telah digunakan oleh banyak penulis untuk menampung karya preprint. Jadi Wiley menyatakan bahwa “penulis harus menceritakan status makalah saat dikirimkan ke jurnal produksi Wiley”. Tidak ada larangan yang tertulis.

Springer-Nature

Springer-Nature (SN) menyatakan bahwa penulis dibolehkan mengunggah versi postprint/pasca PR/accepted manuscript (AM) di website pribadi (walaupun tidak tertulis, tapi pesan ini mengimplikasikan kita dibolehkan mengunggahnya ke repositori non-komersial). Tapi awas, langkah ini hanya dibolehkan 12 bulan (1 tahun) setelah makalah terbit di jurnal terbitan SN, atau ada embargo period. Penulis juga diminta mencantumkan alamat tautan makalah yang resmi atau DOI-nya.

Masih Springer-Nature (dari tautan yang sama)

SN menyatakan bahwa veri preprint yang telah diunggah ke server seperti Arxiv (artinya server preprint lainnya dibolehkan asal memiliki karakter sama dengan Arxiv, salah satunya adalah non-komersial). SN juga menyatakan bahwa penulis boleh mengunggah versi postprint atau AM untuk memperbarui versi preprintnya. Tapi awal, perhatikan embargo period 1 tahun pada gambar di atas. Penulis juga diminta mencantumkan “The final publication is available at Springer via http://dx.doi.org/[insert DOI]”

Jurnal PLOS

Berikut dinyatakan dalam panduan bagi penulisnya.

Jurnal Science

Panduan bagi penulis

KESIMPULAN

  • preprint = pra peer review,
  • postprint = pasca peer review = Accepted Manuscript,
  • dokumen yang diunggah online adalah bentuk self archiving bukan publikasi formal (telah menjalani PR). Karena itu publisher juga tidak lagi menganggap preprint atau Pra PR atau dokumen tesis/disertasi yg diunggah online sebagai prior publication.
  • Ini semua pilihan. Jadi tidak perlu jadi bahan perselisihan. Toh yang penting adalah saya, Anda, kita semua terus menulis. Tapi jelas mengunggah preprint tidak akan jadi penting kalau: makalah anda terbit di jurnal OA dengan lisensi CC-BY, proses PR kurang dari satu tahun, serta tidak khawatir terjadi pencurian ide (scooping) di tengah masa PR.
  • Tapi kalau ada cara yang lebih terbuka dan transparan untuk melakukan riset dan publikasi, maka saya akan pilih opsi yang itu.

--

--

Dasapta Erwin Irawan
Good Science Indonesia

Dosen yang ingin jadi guru | Hydrogeologist | Indonesian | Institut Teknologi Bandung | Writer wanna be | openscience | R user