Refleksi Reformasi

Opini Lilienthal
Opini Lilienthal
Published in
5 min readSep 29, 2018

Taufiqulhakim Ramadhan
13615021

Saya ingat betul salah satu isu yang membuat saya khawatir ketika akan menjadi seorang Senator di masa pencalonan dulu; Tahun Politik. Saya termasuk orang yang memandang politik sebagai suatu konotasi yang kurang baik, dan begitu pula orangtua saya memandangnya, tercermin dari tanggapan-tanggapan mereka ketika saya bercerita tentang menjadi seorang senator kepada mereka. Satu hal yang membuat saya akhirnya mengambil amanah ini dengan kekhawatiran tersebut, adalah pembelajaran. Pembelajaran bagi saya sendiri tentang politik, dan juga pembelajaran bagi orang-orang disekitar saya yang masih dapat diperjuangkan. Dan pada tiap frasa yang saya tuturkan lewat tulisan ini pun bukan untuk maksud lain tetapi agar kita sama- sama belajar, mana yang baik dan layak untuk diyakini serta mana yang kurang baik dan dapat diperbaiki bersama-sama sebagai mahasiswa maupun individu. Maka saya memohon maaf apabila ada kata-kata yang tidak mengenakkan maupun menyinggung pihak tertentu, karena tujuan penulisan ini pun agar bisa direfleksikan dan dievaluasi bersama.

Saya akan bercerita mengenai satu spesifik isu yang betul-betul saya ikuti dan saya persiapkan dari jauh hari bersama tim kesenatoran, yaitu 20 tahun keberjalanan reformasi. Lagi-lagi, persiapan yang sudah kami lakukan bukan untuk maksud lain tetapi untuk memberikan pembelajaran kepada orang-orang disekitar saya tentang pemahaman politik melalui reformasi yang sudah berjalan 20 tahun, apalagi kami memandang isu reformasi ini sebagai momen besar dan juga sebagai pemanasan untuk isu-isu yang lebih besar ke depannya. Pada saat itu pembahasan reformasi di kongres masih sebatas penentuan tanggal audiensi dan meraba-raba konten kajian yang akan dibawa oleh KM ITB. Namun agak disayangkan karena linimasa persiapan aksi reformasi ini cukup dinamis dan kurang tersuasanakan bersamaan dengan persiapan yang badan kesenatoran lakukan, sehingga penyajian pencerdasan yang kami lakukan menjadi kurang maksimal, yaitu sebatas rekam jejak dan keberjalanan reformasi tanpa menyinggung banyak mengenai apa yang akan dibawa pada pernyataan sikap 20 tahun reformasi oleh KM ITB. Saya tidak akan bercerita banyak tentang substansi reformasi yang kami sajikan, tetapi akan lebih banyak bercerita mengenai kesiapan dan dinamisasi yang ada pada persiapan yang dilakukan cabinet KM ITB, kongres, BEM SI, dan saya sendiri.

Singkat cerita, audiensi dilaksanakan semalaman membahas konten dan teknis yang akan dibawa. Saya mewajarkan kemunduran waktu pensuasanaan reformasi saat itu, setelah melihat dan membaca ratusan halaman draft serta mengetahui bahwa konten tersebut dikonsolidasi dengan BEM lain. Pembahasan audiensi saat itu pun memfokuskan kepada teknis aksi pada awal audiensi dan baru membahas konten setelah itu hingga jam ngantuk kami, mengingat semua yang hadir saat itu pun harus bersiap-siap pula dengan waktu sahur yang semakin dekat. Kekhawatiran saya muncul ketika teknis masih belum jelas dan keterlibatan BEM SI masih perlu dikonsolidasikan, mulai dari susunan acara, teknis aksi, hingga sumberdaya yang akan terlibat.

Audiensi tersebut berkesimpulan bahwa Kongres menyetujui draft konten yang diajukan, serta draft teknis dengan selalu memberitahu perubahan-perubahan yang akan terjadi termasuk hasil konsolidasi dan sebagainya. Teknis aksi yang disampaikan saat itu adalah akan berupa longmarch, orasi, aksi teatrikal, dan aksi simbolis menyalakan lilin di depan pagar gedung DPR, dengan tuntutan yang tercantum pada draft kajian yang dibawakan dengan tujuan refleksi reformasi secara umum untuk masyarakat, dengan harapan kita merefleksikan diri masing-masing kepada hal fundamental reformasi sebagai bentuk penyejahteraan masyarakat, bukan sebagai hal substansial mengenai evaluasi keberjalan masing-masing poin tuntutan reformasi 20 tahun yang lalu. Dalam hati saya saat itu, keren. Keren bagaimana KM ITB menyiapkan konten sedetail itu, dan membentuk aksi kreatif yang tidak anarkis namun tetap menyampaikan konten esensial yang ada.

Tetapi hal yang saya garisbawahi adalah, mengenai kurangnya persiapan teknis dan kurangnya pengetahuan saya tentang keterlibatan BEM SI akan seperti apa dan sejauh apa. Malam itu akhirnya saya memutuskan untuk ikut turun pada aksi refleksi reformasi sebagai aksi pertama (dan mungkin terakhir) yang saya ikuti, dengan tujuan bukan hanya untuk mencari pengalaman bagaimana rasanya ikut aksi, tetapi lebih utama adalah untuk memastikan hal-hal yang sudah disepakati di audiensi dijalankan, dan hal-hal diluar yang sudah disepakati masih bisa berjalan dengan pengawasan dan persetujuan Kongres. Bahkan saat itu saya memberanikan diri untuk membantu ketua Kongres saya mengawal segala bentuk advokasi dan perizinan kepada polisi yang dilakukan oleh kabinet. Salah langkah, apes-apesnya bisa ditangkap.

Pada hari dilaksanakannya aksi, yaitu 21 Mei 2018, kabinet mengadakan briefing, begitupula dengan briefing internal kongres mengenai perubahan teknis yang ada. KM ITB bersama-sama berangkat dari Bandung menggunakan 3 bis dan beberapa kendaraan pribadi. Sesampainya disana, kami menunggu BEM lainnya untuk dating untuk dilakukan briefing terpusat oleh presma dan korpus BEM SI. Setelah itu kami longmarch dan membentuk formasi di depan gerbang gedung DPR, sesuai dengan yang sudah disepakati. Setengah awal aksi berjalan lancar dan baik-baik saja bagi saya, dan aksi ditunda saat ishoma ashar. Setelah ishoma ashar, presma universitas lain melakukan orasi, sementara presma yang lain bersama korpus berbincang dengan pihak berwajib untuk dapat masuk ke dalam gedung. Keanehan-keanehan barulah muncul saat itu, yaitu orasi provokatif yang menyebabkan mahasiswa naik dan menggoyangkan pagar, serta keputusan presma-presma yang tidak menginginkan perwakilan saja yang masuk ke gedung (mereka ingin semuanya, dua ratus lebih

peserta aksi masuk). Selain itupula muncul beberapa opini dari massa KM ITB yang diwawancarai oleh media kampus yang justru tidak mengindahkan tujuan awal aksi tersebut dilaksanakan. Hal-hal tersebut terus berlangsung dan cukup anarkis sampai massa KM ITB dimobilisasi ke barisan paling belakang, serta korpus BEM SI harus mengambil alih dan menghentikan provokasi, hingga akhirnya aksi ditutup dengan buka bersama dan shalat maghrib dan isya di tempat. Dalam hati saya saat itu, Apakah mahasiswa pantas untuk menyampaikan aspirasinya dengan cara seperti ini? Apa kabar konten yang sudah disiapkan dari jauh hari kemarin? Apakah keadaan sekarang sama dengan keadaan 20 tahun lalu dengan kisruh dan tindakan anarkis yang ada?

Tidak lama setelah hari dilaksanakannya aksi, saya dan beberapa teman senator menyampaikan pendapatnya mengenai aksi dalam suatu agenda yang menghasilkan press release bahwa kabinet tidak mengindahkan hasil audiensi yang disepakati, termasuk merasa diperlukannya klarifikasi dari KM ITB mengenai seluruh rangkaian aksi mulai dari persiapan hingga pelaksanaan aksi yang berkonsolidasi dengan BEM SI. Terlepas dari semuanya, saya sangat menghargai usaha KM ITB dengan BEM SI yang sudah ingin bergerak bersama sebagai sesama mahasiswa, masih banyak koordinasi yang masih perlu dibangun. Saya pun cukup puas dengan aksi pertama yang saya ikuti karena saya merasa bahwa sayalah yang paling banyak belajar saat itu, dengan segala kedinamisan dan pandangan berbagai pihak yang terlibat, terlebih setelah saya mendapatkan followup audiensi KM ITB ke fraksi-fraksi DPR yang mengembalikan ekspektasi saya bahwa aspirasi tersampaikan dengan baik dan berdasar. Saya hanya berharap pembaca mendapatkan pembelajaran yang bisa diambil dan kedepannya aksi bisa dilaksanakan dengan lebih baik lagi dengan koordinasi yang baik pula.

--

--