Politik : Sang Iblis Perpecahan

oleh: Ragananda Mahesa Abdi — Yang Sudah Lelah Dengan Iblis Politik

Opinio Juris
Published in
3 min readMar 29, 2019

--

Sebelumnya, Politik yang dimaksud disini merupakan ekses dari dinamika politik buruk yang dilakukan oleh politisi kampus hingga nasional yang memberikan dampak sosiologis terhadap target politik atau bisa disebut masyarakat luas maupun masyarakat kampus disini. Jadi jangan menganggap semua politik akan berujung tidak baik ya.

Seperti yang kita ketahui, Politik masih dianggap sebagai hal yang tabu maupun dihindari oleh sebagian besar masyarakat. Jika kita telusuri, penyebab politik menjadi tutur yang dihindari atau bahkan mungkin menjijikan bagi sebagian masyarakat merupakan ekses dari politik itu sendiri. Tidak sedikit pertemanan yang tercemar dikarenakan ekses politik yang buruk, seperti kurangnya pendewasaan dalam berargumen politik yang menyebabkan sakit hati lawan bicara atau bahkan fanatisme buta terhadap salah satu “calon” yang menyebabkan buta hati serta buta fikiran akan sekitar dan hilangnya kepekaan sosiologis terhadap lingkungan sehari-hari.

Mudah sekali mencari contoh-contoh Insan yang terkena dampak dari politik yang buruk disekitar kita, apalagi menjelang pemilu 2019 yang dianggap sebagai salah satu pemilu paling panas dalam dunia politik Indonesia bahkan skala Internasional. Dapat kita lihat bahwa dampak yang ditimbulkan sangat berdampak kepada aktivitas sehari-hari kita. Teman kamu tiba-tiba malas diajak berbicara setelah kamu menyatakan dukungan kepada salah satu calon yang bukan dukungannya di sosial media? Dia merupakan salah satu insan yang terkena dampak sosiologis dari perpolitikan nasional, Keluarga kamu selalu berdebat dengan tetangga mengenai salah satu calon presiden lalu bersikap seperti malaikat dan iblis? Bisa jadi keluarga kamu juga korban dari dampak politik nasional, Gebetan kamu tiba tiba gabales chat setelah kamu ngomongin salah satu calon? Ya, Mungkin dia gasuka sama kamu.

Bisa kita rasakan sendiri betapa buruknya dampak yang ditimbulkan dari dinamika politik yang buruk tadi kepada kehidupan sehari-hari kita, bisa berdampak kepada kerjaan, pertemanan, menghambat koordinasi, bahkan menghambat turunnya duit bulanan dari orang tua. Bila kita telisik lagi, perpolitikan yang dapat berdampak buruk pada sosiologis masyarakat bisa kita sebutkan contohnya, seperti politik identitas, menggoreng isu tentang lawan politik yang belum jelas, menyebarkan hoax, membaca berita hanya dari Line Today, berdebat di UGM Netizen Club, ikut-ikutan gerakan tanpa kajian yang jelas, dan lain-lain. Seharusnya dalam berpolitik tidak boleh mengesampingkan etika seberapapun panasnya ataupun kompleksnya dinamika politik yang berjalan, karena disaat kita sudah mengesampingkan etika dalam berpolitik di titik itulah kita menjadi Iblis yang menimbulkan perpecahan demi kepentingan sendiri.

Bahkan tidak sedikit yang tidak menyadari bahwa perbuatannya menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap sosiologis masyarakat. Bukankah seharusnya kita malu akan perjuangan leluhur kita yang sudah berjuang dan berkeringat darah demi menyatukan bangsa Indonesia lalu kita pecah belah semudah itu? Seharusnya pelajaran sejarah yang kita dapat selama kurang lebih 12 tahun menjadi tolak ukur serta pelajaran untuk kita bahwa bangsa kita ini merupakan bangsa yang satu. Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya menjadi ucapan tapi juga perlakuan, Persatuan Indonesia tidak hanya menjadi sila tetapi juga dibudayakan dan diperjuangkan bukan dilupakan, bersatu kita teguh bercerai kita kawin lagi.

Kurangnya pendidikan dan kesadaran akan politik juga menjadi salah satu alasan atas ketidak-dewasaan berpolitik. Seharusnya politik menjadi sarana kita untuk memperjuangkan apa yang kita yakini juga kepentingan masyarakat yang kita wakili. Memang betul setiap manusia pasti punya kepentingan pribadi, akan tetapi jika sudah mengedepankan kepentingan dan mengesampingkan etika serta kedewasaan dalam berpolitik demi mencapai kepentingan pribadi tersebut maka layaklah kamu dan aku disebut sampah.

Tetapi satu hal yang patut diingat, bahwa politik belum tentu menimbulkan dampak yang buruk itu semua tergantung kepada dinamika serta etika yang dibawa atas nama politik tersebut. Sama halnya seperti narkotika, yang kita lawan yaitu penyalahgunaannya bukan narkobanya. Maka dari itu berpolitklah dengan etika dan kedewasaan serta mawas diri sehingga dampak yang kita berikan kepada masyarakat merupakan hal yang positif tanpa mengorbankan persatuan, pertemanan, kekeluargaan, atau bahkan gebetan.

Ingin ide dan tulisanmu diunggah di Opinio Juris?

Kirimkan tulisanmu ke Opinio Juris melalui link dibawah ini:

https://forms.gle/HFSucydSumJfjrVD8

Opinio Juris! Tempat untuk menulis dan berpendapat!

--

--