Spotify Camp Nou, Cara Barcelona Bertahan Hidup dan Satu Umpatan untuk Bartomeu: Asu!

Elsofaris
oragol
Published in
6 min readMar 20, 2022

--

Bagi Barcelona, saat ini yang lebih penting dari sekadar menjaga idealisme adalah melanjutkan hidup secukupnya.

Stadion Camp Nou milik Barcelona akan berganti nama menjadi Spotify Camp Nou pada musim 2022-2023. PEXELS/Fran Klindic.

Suatu hari, saya pernah dihadapkan pada suatu pertanyaan super filosofis. Apa yang paling penting dalam hidup ini?

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari cucuk seorang kawan di sebuah warung kopi sekitar 4 tahunan silam. Mungkin karena saking gabutnya sebagai mahasiswa yang memasuki masa senja dalam umur akademik di kampus, pertanyaan-pertanyaan terbuka semacam itu kerap keluar.

Pertanyaan di atas kemudian memantik kami untuk berdiskusi lebih lanjut tentang apa itu hidup. Nah kan. Berbekal imajinasi, asumsi, apriori, dan pengalaman empiris, kami membedah hidup secara historis, kronologis, serta genealogis. Yang kalo saya pikir sekarang, kok ya ndakik-ndakik, najis pula! wkwk

Namun, saya — jika tidak bisa dikatakan kami, diam-diam turut merenungi pertanyaan di atas. Dan pada tahap selanjutnya, akhirnya saya menyadari bahwa yang paling penting dalam hidup ini adalah hidup itu sendiri.

Kalo kata Pangalo, “Menghidupi hidup sepenuhnya”. Karena, percuma saja kita mempunyai ketenaran, kekayaan, dan segala pernak-pernik dalam kehidupan ini jika kitanya sendiri malah mati.

Hal itu pula yang jadi pandangan FC Barcelona saat ini: Bertahan hidup lebih penting daripada terus memegang idealisme yang kadang problematik.

Kisah busuknya manajemen Barcelona tercium pada awal musim 2021–2022. Tim Catalunya ini harus menerima kenyataan bahwa saat itu sedang terperosok ke jurang kebangkrutan.

Gaya hidup hedon yang cenderung rakus menjadi penyebab utama — dan dugaan adanya korupsi pada manajemen. Sebab perilaku tersebut merupakan kelalaian terhadap diri sendiri dengan mengabaikan segala batasan.

Malapetaka Barcagate

Dalam menjalani kehidupannya, Barcelona harusnya sadar bahwa dirinya hidup di bawah naungan Laliga yang mempunyai aturan dalam menentukan batas sebuah klub dalam melakukan pengeluaran dana. Namun hal itu cenderung diabaikan dalam skema jahat yang dijalankan para petinggi Barcelona dalam Barcagate.

Adalah Joseph Maria Bartomeu (Asu!) yang merupakan presiden Barcelona kala itu yang disebut-sebut sebagai biang keladi dari permasalahan. Dalam kasus Barcagate, Bartomeu tampil sebagai seorang presiden yang (diduga) korup dan kerap mengambil keputusan blunder dalam hal keuangan Barcelona. Lebih celaka lagi, Bartomeu disokong oleh para jamaahnya yaitu CEO Oscar Grau, serta kepala legal klub, Roman Gomez Ponti dan Jaume Masferrer.

Mereka melakukan penggelapan uang, dan menyewa buzzer 13 Ventures untuk membangun narasi untuk melindungi reputasi mereka sebagai dewan direksi. Akibat dari aksi jahat tersebut, menurut laporan El Mundo, Barcelona mengalami kerugian sekitar 97 juta euro pada 2019–2020 dengan total utang 820 juta euro.

Sumber: Laporan Keuangan FC Barcelona

Selanjutnya, kebijakan finansial ngawur yang diambil turut memperburuk keadaan. Laliga lewat departemen yang mengontrol batas dana yang boleh dikeluarkan oleh setiap klub di level utama dan segunda (Liga tingkat 2 di Spanyol) punya sikap untuk Barcelona.

Dari laporan dari Radio Catalunya, pada musim 2019–2020, Barcelona punya batas biaya sebesar 671 juta euro. Jumlah ini kemudian menurun ke angka 347 juta euro di periode 2020–2021.

Untuk musim ini, batas biaya skuad Barcelona jatuh di kisaran 160 juta euro. Artinya, dibanding 2 periode sebelumnya, Barca hanya boleh mengeluarkan seperempatnya saja. Hal ini dikarenakan untuk mendapat restu dari Laliga untuk mengarungi kompetisi, Barca harus melakukan penghematan dana setidaknya 200 juta euro. Setara dengan nilai transfer Neymar ke PSG.

Karena itulah, Barca terancam tak bisa mendaftarkan para rekrutan anyar mereka seperti Memphis Depay, Eric Garcia, dan Kun Aguero di awal musim. Sebelum bisa melakukan registrasi pemain, Barca dituntut untuk membenahi total anggaran seperti gaji para pemain yang sangat menjulang tinggi saat itu. Sebut saja pemain macam Philippe Coutinho, Ousmane Dembele, Antoine Griezmann, dan sang mega bintang Lionel Messi.

Joan Laporta bersama koleganya Rafael Yuste, Mateu Alemany, Ramon Planes, dan Jordi Cruyff harus memutar otak menyiasati semuanya setelah kembali menjadi presiden dan dewan direksi usai rezim Bartomeu (asu!) dan kroni-kroninya lengser.

Mereka kemudian melakukan kebijakan dengan melakukan pemangkasan gaji secara massal terhadap para pemain, merentalkan beberapa pemain dengan melakukan kompensasi gaji yang turut dibayar oleh tim yang merental sang pemain. Miralem Pjanic, Philippe Coutinho, dan Francisco Trincao adalah beberapa nama yang masuk dalam siasat tersebut.

Selanjutnya Antoine Griezmann juga harus dipinjamkan ke klub lamanya Atletico Madrid. Puncaknya, Lionel Messi yang harus dilepas karena tidak mungkin melakukan perpanjangan kontrak melihat nilai kontrak beserta gajinya yang terlampau tinggi.

Meski, kabarnya Messi bersedia memotong gajinya sebanyak 50 persen, hal tersebut masih jauh dari cukup untuk budget barca yang sangat mepet. Terlebih hal itu menyalahi aturan ketenagakerjaan di Spanyol, di mana sebuah perusahaan dilarang memotong gaji pegawainya hingga 50 persen bahkan lebih.

Perpisahan antara seorang legenda dengan klub yang sudah membesarkannya akhirnya tak bisa dicegah. Momen haru itu terjadi begitu mendalam, terlebih Barcelona bukan hanya sekadar klub sepak bola yang Messi bela. Barcelona merupakan tempat bernaung Messi sejak kanak-kanak. Usai terdiagnosis penyakit yang membuat tubuhnya tak bisa tumbuh tinggi, karier dan cita-cita Messi berhasil diselamatkan oleh La Blaugrana.

https://www.instagram.com/p/CST5GOSjOyN/?utm_source=ig_web_copy_link

Barcelona seperti berada pada ujung napas terakhirnya setelah jajaran dewan Laporta melakukan audit pembukuan klub. CEO Barca yang baru, Ferran Reverter mengatakan FC Barcelona seharusnya sudah bubar jika saja klub ini berbentuk PT Terbuka.

“Saat kami tiba kemarin Maret, secara teknis klub bangkrut. Jika (berbentuk) Perseroan Terbatas Terbuka, pasti sudah dibubarkan,” ujar Reverter.

“Tak ada aliran uang masuk dan kami kesulitan membayar gaji. Utang dan beban kontrak berjangka mencapai 1,35 miliar euro, dan klub sangat membutuhkan pembiayaan kembali.” Ujarnya saat konferensi pers yang dilakukan di Camp Nou pada 6 Oktober tahun lalu.

Hal ini berdampak pada terseok-seoknya peforma tim di paruh awal musim. Badai cedera dialami oleh pemain penting seperti Pedri, Ansu Fati, dan Dembele. Di kompetisi domestik Barca harus tercecer di papan tengah, dan yang lebih nahas untuk pertama kalinya sejak 2003–2004 Barcelona harus tersingkir di fase grup Liga Champions dan turun kasta ke Liga Eropa.

Barcelona yang mempunyai brand sebagai tim tersohor dengan konsisten mendominasi daratan eropa harus menerima kenyataan dirinya saat itu hanyalah badut yang diperolok Bayern Munich dan Benfica.

Bertahan dan Melanjutkan Hidup

Siasat untuk memperbaiki keuangan terus-menerus dilakukan oleh Barcelona. Setelah melakukan langkah cuci gudang pemain, Blaugrana mengambil jalur kredit dari Goldman Sachs senilai 500 juta euro, yang dibayarkan dalam kurun 10 tahun dengan bunga 1,98 persen.

Terbaru, Barcelona akan menjalin kesepakatan dengan perusahaan besar dibidang layanan streaming musik, Spotify. Dari kesepakatan yang dicapai, Spotify bersedia menyuntik dana segar sebesar 280 juta euro atau sekitar 4,6 triliun rupiah. Sebuah angka yang cukup membuat tenang para penggemar setelah serentetan drama hampir mati dari tim kecintaannya ini.

Meskipun begitu, dana tersebut tidaklah diberikan secara percuma. Barcelona harus menempatkan nama Spotify di kostum pemain tim putra dan putri mulai mulai musim depan. Hal ini juga mengingat mereka telah resmi berpisah dengan Rakuten di akhir musim. Namun, ada konsekuensi lain yang harus dihadapi klub yang dihidupkan secara kolektif oleh para socios itu.

Dana segar yang berhasil diterima oleh Barca, sekaligus mahar untuk menggadaikan nama Stadion kebanggaannya, Camp Nou. Menjadi pertama dalam sejarah klub.

Spotify ngebet banget menyematkan namanya di depan nama stadion Camp Nou. Sebuah hal yang tidak mudah diterima oleh para penggemar terlebih para pecinta lokal Catalunya.

Hal yang akan menjadi berbeda pada hari-hari selanjutnya adalah Barcelona yang sekarang bukanlah Barcelona yang ‘’murni” dan bebas dari terpaan modal kapital. Identitas dan idealisme ini begitu melekat dan menjadi kebanggan bangsa Catalonia dan para penggemarnya seantero dunia.

Begitulah adanya. Barcelona dan sepakbolanya yang dianggap sebagai ekspresi seni masyarakat Catalunya haruslah ditanggalkan kemurniannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, Barcelona kini sudah benar-benar mempertaruhkan dirinya dalam dekapan kapital yang terkadang semu. Sebut saja nasib Chelsea yang sedang menjadi pesakitan akibat si pemilik modal harus di-paria-kan oleh otoritas setempat.

Namun, melihat semua kenyataan yang harus dihadapi saat ini, Barcelona menetapkan pandangan hidupnya. Bagi Barcelona, saat ini yang lebih penting dari sekadar menjaga idealisme adalah melanjutkan hidup.

Bentar, belum selesai. Saya ingin mengumpat: Bartomeu ASUUU!![]

--

--

Elsofaris
oragol
Writer for

Andai tak bisa mengontrol, mulut saya mungkin akan sering mencela.