Untuk Semua Jasa-Jasamu, Bagiku Kau Pahlawan!

redaksi.oragol
oragol
Published in
7 min readNov 12, 2020

I

Real Madrid hampir saja memupus asa melengkapi torehan gelar Liga Champions ke-10 pada pertandingan final Liga Champions 2014 melawan Atletico Madrid. Pasalnya, setelah tertinggal oleh gol Diego Godin pada menit 36, Los Galacticos seakan buntu untuk mencetak gol bahkan itu terus berlangsung sampai menit ke-90.

Permainan Atletico yang keras dan pertahanan yang sulit ditembus membuat Gareth Bale, Karim Benzema, bahkan sang mega-bintang Cristiano Ronaldo kesulitan mencari celah untuk mencetak gol.

Sebagian besar pendukung Real Madrid saat itu mungkin sudah pupus harapan dan segera menyimpulkan Real Madrid akan kembali gagal memenangkan gelar paling bergengsi antar klub di benua biru tersebut. Namun, anggapan itu dipatahkan saat pertandingan tinggal 32 detik lagi resmi berakhir. Yak! Real Madrid berhasil mencetak gol di menit 93.28 menjadikan kedudukan seri.

Bukan Benzema atau Ronaldo yang menjadi juru selamat El Real, bukan pemain yang dengan skill ciamik macam Angel Di Maria. Adalah Sergio Ramos yang berhasil melakukan misi penyelamatan Real Madrid dari jurang kekalahan. Kelak, aksi heroik pemain kelahiran Andalusia ini menjadi momen epic yang selalu terkenang bagi para pecinta Real Madrid seantero dunia.

II

Juliano Beletti harus puas tak berada di daftar starting line up FC Barcelona kontra Arsenal pada pertandingan final Liga Champions 2006. Pelatih Barca saat itu Frank Rijkaard, lebih memilih Oleguer Presas untuk mengisi posisi bek kanan.

Final itu merupakan kali kelima bagi Barcelona dalam perhelatan tertinggi antar klub di Eropa itu. Dari 4 final sebelumnya, Blaugrana hanya berhasil meraih satu gelar yakni pada 1992. Bertanding di Stade de France kota Paris, tim Katalunya itu harus ditantang tim asal London utara, Arsenal.

Arsenal yang kala itu masih diisi oleh skuad the invisible, seperti Theiry Henry, Ljungberg, Denis Bergkamp, dan Soll Campbell, kerap menakutkan di hadapan lawan-lawannya, termasuk Barcelona. Mengandalkan permainan serangan balik, Barcelona kerap kecolongan oleh umpan-umpan terobosan tim meriam London ini.

Benar saja, meski sempat diuntungkan dengan kartu merah penjaga gawang Arsenal, Jens Lehmann pada menit ’18, Arsenal tetap berhasil unggul lewat sundulan keras Soll Cambell menerima umpan lewat skema tendangan akibat pelanggaran Carles Puyol terhadap Emanuel Eboue di sisi kiri kotak penalty milik Victor Valdes.

Beruntung, pada menit ’61 berkat umpan mendatar Iniesta ke arah Larsson yang diakhiri dengan soloran matang ke arah Samuel Eto’o yang kemudian sukses menkonversikan umpan tersebut menjadi gol penyama kedudukan bagi kedua kesebelasan. Namun, pada menit-menit selanjutnya Barcelona tetap buntu dalam melancarakan serangan. Justru Arsenal-lah yang beberapa kali memiliki peluang emas untuk mencetak gol.

Barcelona yang saat itu butuh meningkatkan daya serang dari sisi sayap kemudian menarik keluar Oleguer memasukkan Belletti. Sebuah kesempatan langka bagi dirinya dimainkan pada laga-laga krusial macam final liga Champions ini.

Pada 15 menit terakhir waktu normal, pertandingan sempat diwarnai hujan yang cukup lebat. Membuat ketegangan bertambah tak terkecuali para pemain di lapangan yang harus ekstra mengerahkan tenaga beserta daya fokusnya ditengah derasnya hujan.

Kedua tim masih berusaha untuk meraih keunggulan satu sama lain. Barcelona, yang masih konsisten dengan permainan wancu-nya itu terus berusaha membongkar pertahanan milik Arsenal.

Dan akhirnya, momen indah itu terjadi.

Bola diterima dengan baik oleh Belletti, iya control dengan mendorongnya sedikit mendekati garis out, lalu sentuhan terakhir berupa tembakan keras kearah sela-sela kaki Manuel Almunia membuat mimpi Arsenal untuk meraih gelar Liga Champions pertamanya hancur perlahan-lahan.

Hal tersebut sekaligus membuat Barcelona menginjakkan satu kakinya sebagai juara. Pasalnya, sampai akhir pertandingan skor 2–1 untuk keunggulan Barca tidak berubah membuat Ronaldinho tersenyum sangat lebar ketika peluit tanda berakhirnya pertandingan terdengar.

Barcelona berhasil mendapatkan gelar keduanya. Dan kelak, gol Juliano Beletti-lah yang kemudian menjadikannya pahlawan di hati pecinta Barcelona di seluruh dunia.

Uniknya, Gol itu merupakan satu-satunya yang berhasil iya cetak selama 71 pertandingan yang iya jalani sebagai pemain Barcelona.

III

Cristiano Ronaldo meringis kesakitan sambil memegangi paha kirinya. Ia terduduk di lapangan setelah 2 kali memaksakan diri tetap bermain dalam keadaan cedera. Benturan keras dari arah belakang oleh Dimitri Payet membuatnya tak kuasa menahan kesakitan dan harus mendapat perawatan tim medis timnas Portugal pada pertandingan final Euro 2016 melawan Prancis.

Malang tak dapat ditolak, pemain paling dipuja oleh publik Portugal ini akhirnya harus rela digantikan oleh Ricardo Quaresma pada menit ke-25. Hilang sudah harapan Portugal kepada Ronaldo untuk menjadi tumpuan memenangkan trofi Henry Dealunay untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Sebagian besar mungkin akan beranggapan timnas kebanggaan mereka akan kembali gagal sebagaimana 12 tahun silam.

Bagaimana tidak, 12 tahun yang lalu Portugal sangat diuntungkan dari segala sisi untuk menjuarai Piala Eropa, itu saja bisa kalah di final oleh tim yang sama sekali tak diunggulkan, Yunani.

Tak tanggung-tanggung, mulai dari komposisi skuad yang diisi oleh generasi emas Portugal macam, Luis Figo, Nuno Gomes, Rui Costa — dan Ronaldo tentunya — sampai keuntungan mereka bermain di kandang sendiri sebagai tuan rumah tidak mampu membawa mereka sebagai kampium Eropa.

Apalagi jika dihadapkan pada keadaan saat itu dimana mereka harus kehilangan Ronaldo di hadapan lawan tak terkalahkan sepanjang turnamen, Prancis. Ditambah lagi, Prancis berstatus sebagai tuan rumah penyelenggara saat itu.

Pertandingan pun berjalan agak tidak seimbang. Portugal kesulitan menemukan celah mencetak gol, dan Prancis bermain lebih efektif dengan mengandalkan umpan-umpan pendek dan sesekali umpan-umpan teobosan.

Tim Ayam Jantan sejak awal memang diunggulkan dari segi kualitas individu pemain mereka yang diatas para pemain Selecao Das Quinas. Hasilnya selama babak pertama beberapa aksi individual pemain Prancis kerap merepotkan Pepe dkk sekaligus mengancam gawang Rui Patricio.

Secara statistic pun Portugal kalah telak dari Prancis. Dari 12 kali tendangan, hanya 2 kali yang mengarah ke gawang. Itu pun bisa dengan mudah diamankan oleh penjaga gawang Prancis, Hugo Lloris. Berbeda dengan Prancis yang berhasil 7 kali melesatkan tendangan kea rah gawang dari 18 kali percobaan yang Griezmann dkk lakukan.

Namun, entah sedang sial atau mandul, Prancis tetap tak bisa menetak gol. Hal yang sama juga terjadi pada Portugal. Hasilnya skor kacamata tetap bertahan sampai 10 menit lagi pertandingan akan berakhir di waktu normal.

Pada Situasi seperti itu, Fernando Santos memutuskan untuk memasukkan Ederzito Antonio Maceno Lopes, dengan menarik keluar sang wonder kid, Renato Sanches. Eder yang berposisi sebagai penyerang murni ini diharapkan bisa meningkatkan daya gedor Portugal di menit-menit akhir pertandingan.

Tak banyak yang tahu soal pemain kelahiran Guinnea-Bissau ini. Popularitasnya kalah jika dibandingkan dengan pemain Portugal yang lain yang banyak berkarir di klub-klub besar Eropa. Kehadiran drinya di skuad timnas Portugal pada euro 2016 pun sempat diikritiik oleh public Portugal. Pasalnya, secara prestasi dan peforma bersama klub nya pun tidak bagus-bagus amat. Dirinya harus bolak-balik dipinjamkan dari Swansea ke Lille, ke Swansea dan kembali lagi ke Lille.

Publik Portugal mungkin benar. Sampai 90 menit berakhirnya waktu normal, kehadiran Eder di lapangan memang tidak memberikan dampak berarti pada progresi serangan Portugal. Skor kacamata mengakhiri waktu normal dan pertandingan harus dilanjutkan ke babak tambahan.

Pertandingan akhirnya dilanjutkan dengan babak tambahan. Kedua tim sudah menghabiskan jatah pergantian pemain. Para pemain yang berlaga di lapangan pun sudah menguras lebih dari setengah tenaganya. Namun, Eder yang praktis baru bermain pada menit 80 seharusnya bisa memanfaatkan kelebihan tenaganya untuk berusaha mencetak gol.

Pada paruh pertama babak tambahan, Eder baru berhasil melakukan ancaman berupa sundulan ke arah gawang lewat umpan tendangan corner oleh Quaresma. Sialnya, sundulannya mengarah langsung ke Lloris sehingga bisa langsung dihalau dan akhirnya berhasil di-clearance oleh bek Prancis.

Pada paruh kedua, Portugal mendapat peluang tendangan bebas tepat 2 meter di depan kotak penalty Prancis. Raphael Guerreiro sang eksekutor hampir saja membobol gawang Prancis andai saja bola tak mengenai mistarr. Bola memantul daan kembali bisa dibersihkan oleh para pemain Prancis.

Ronaldo yang telah kembali dari perawatan medis dan menyaksikan pertandingan dari pinggir lapangan bereaksi kecewa karena tak jadi gol.

Namun, pada menit-menit akhir sebelum pertandingan tersebut dilanjutkan ke babak adu penalty, sebuah kejuan terjadi. Berawal dari operan wancu antara Quaresma dan Joao Moutinho yang langung di oper kearah Eder, dengan sisa tenaganya bola tersebut dibawa lari sambil membelokkan dirinya ke arah kanan sehingga berhasil mengelabui pressing yang dilakukan Laurent Koscielny kepadanya.

Setelah dirinya berhasil terbebas dari penjagaan, diberikannya sentuhan akhir berupa tendangan keras mendatar kea rah kanan dari gawang. Tendangan itu masuk ke gawang setelah gagal diantisipasi oleh kipper Hugo Lloris. Detik itu, Eder, seluruh pemain Portugal, dan semua pendukung Portugal di Stadion Parc des Princes sontak menjerit kegirangan merayakan gol yang berhasil tercipta itu.

**

Bagi saya, menjadi pahlawan tak perlu menonjol atau mempunyai seribu kelebihan bak pendekar. Saya cenderung tidak sepakat dengan istilah pahlawan atau adalah mempunyai kekuatan diatas rata-rata orang-orang sekelilingnya.

Lagipula pahlawan bukanlah profesi atau pekerjaan sehari-hari seorang manusia. Pahlawan merupakan gelar yang diberikan secara sukarela kepada sesorang yang berjasa menolong, berjuang, bahkan berkorban dalam rangka meraih ambisi dan cita-cita kelompok tertentu.

Gelar yang diberikan tak lain berupa pengakuan atas apa yang telah diberikan olehnya secara sukarela.

Dalam dunia sepakbola sendiri, pahlawan selalu diidentikan kepada mereka yang berjasa dari mulai melakukan penemuan, mengagas filosofi, sampai pada menciptakan strategi dalam permainan sepakbola. Lebih spesifik lagi, dalam kompetisi sepakbola, mereka yang berhasil mencetak gol untuk kemenangan sebuah tim juga kerap diberikan gelar pahlawan.

Tak perlu menjadi pemain bintang untuk mendapatkan gelar pahwalan. Tak perlu pula mempunyai skill mewah sebagai seorang pemain bola. Cukup beritikad baik, bersabar, dan memaksimalkan setiap kesempatan dan momentum yang didapatkan. Niscaya gelar kepahlawan akan tersemat dalam diri seorang pemain tersebut.

Setidaknya, kita bisa melihat Juliano Belletti dan Eder. Kedua pemain tersebut bukanlah pemain tumpuan. Bukan juga pemain yang paling popular.

Tapi sekali lagi, itikad baik, kesabaran, dan memanfaatkan kesempatan dan semua momentum semaksimal mungkin.

Seperti kata Bung Hatta, Pahlawan itu setia berkorban. Bukan untuk dikenal namanya, tapi semata-mata membela cita-cita.

Selamat Hari Pahlawan!

Penulis : Ikhlas Alfarisi

--

--