#Menghimpun malam:9 — Mulai saja dulu

Harits Abdurrohman
otakbeku
Published in
3 min readAug 29, 2018

Quarter life crisis

Itu yang saya rasakan ketika menginjak kepala dua lebih 3 tahun. Muda memang, tapi kalah dalam berkompetensi itu bukan sesuatu 'enak' dibicarakan.

Orang-orang seringkali berkata, “ya rezeki setiap orang itu sudah diatur”. Lantas, apakah salah jika saya berusaha untuk membuat karya saya sendiri? Mencapai titik tertentu pada hidup saya?

Humm, orang bilang hiraukan saja orang-orang itu. Ya, tapi anda juga termasuk orang-orang yang berkata seperti itu sebelumnya. Tidak membangun.

Bicara soal kompetensi, saya melihat dan mendengar banyak cerita yang beragam banyaknya. Mulai dari orang-orang yang pivot dari jurusan ini ke pekerjaan ini sampai orang-orang yang muber, ‘muda berprestasi’.

Nampaknya, semuanya dapat beradaptasi dengan baik dan sama-sama bisa berkarya. Lantas, apakah salah jika saya berusaha untuk membuat karya saya sendiri? Secara pribadi (dan saya yakin lebih banyak orang setuju), saya kurang suka jika ada seseorang yang ingin sekali mengetahui apa yang sedang saya perjuangkan. Tentang apa yang ingin saya capai atau situasi seperti apa yang saya inginkan. Saya lebih baik menutup mulut.

Kembali berbicara soal kompetensi, selalu ada yang namanya ‘peluang’ (Meski saya lebih suka menyebutnya ‘kesempatan’). Suatu situasi disebut dengan ‘peluang’ ketika usaha/apa yang anda punya dan kesempatan/momen itu hadir pada waktu yang tepat. Kompetensi itu bisa dikejar dan tentu anda juga bisa seperti yang lain, hanya saja di tempat atau waktu yang mungkin berbeda. Peluang itu setiap hari ada, tapi tidak setiap hari anda akan menyadarinya.

Huranu — taken by Me

Singkat cerita, kompetensi itu mencakup pengalaman juga. Anggap pokok bahasan ini pada ranah dunia kerja. Dunia kerja senang sekali dengan orang-orang yang mempunyai pengalaman terhadap bidangnya. Tentu untuk beberapa lulusan pasti ada yang belum punya pengalaman. Bagaimana cara membangunnya? Teman-teman komunitas saya menyebutnya dengan istilah ‘grinding’ (ya atau bahasa lainnya dalam game online adalah farming). Grinding ini adalah mencari pengalaman atau pengetahuan mulai dari 0. Mencoba dari titik terendah. Bisa dimulai dari projek dosen, magang, lomba, atau freelancing. Dari mengikuti kegiatan tersebut, kalian akan mempunyai pengalaman yang lebih matang dan tentunya tidak akan dilihat sebelah mata oleh industri. Pengalaman seperti ini tentu juga akan menambah relasi dan pengetahuan. Dan memulai dari 0 itu, akan membangun karakter juga bagaimana kita dapat bertahan hidup dalam dunia kerja.

“Mas, saya sudah ikut kuliah desain 4 tahun. Berarti saya bisa dong ikut gabung ke senior?”

“hummm pertanyaan anda ngingetin saya sama kasus saya dulu. Kita ga bisa langsung gabung ke senior. Harus punya pengalaman dulu. Bahasa kasarnya, LKS — Lah kon sopo?” — Meetup dari komunitas UI/UX Malang, Indux

Mendengar kata LKS tersebut, memang ada benarnya juga. Hanya karena kita mengikuti kuliah atau seminar bukan berarti kita lebih baik dari orang lain. Be humble. Kita harus tahu dahulu kapabilitas kita seperti apa agar nantinya dapat bekerja satu frekuensi dengan rekan kerja yang lain. Kita harus tahu dahulu apa saja yang kita miliki sekarang ini agar dapat membantu orang lain.

Cerita yang lain, dari 2 orang(mantan) komunitas ketika kuliah. Keduanya punya pengalaman berbeda dalam grinding. Yang satu hadir dalam tekanan tidak tahan dengan kuliahnya (sebut saja A), yang satu lagi hadir karena kuliahnya adalah satu-satunya yang ia bisa (sebut saja B).

A ini bercerita tentang harus memulai dari nol dan tidak perlu malu jika lambat belajar (di komunitas yang saya ikuti, rata-rata cepat dalam mencoba hal baru. Tidak seperti saya yang perlu waktu lebih lama). Tidak perlu malu untuk pengerjakan projek yang kecil-kecil karena itu bisa menjadi bahan portofolio. Semuanya bertahap dan harus dikejar. Dari pembicaraan ini, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa memulai dari hal yang kecil adalah wajib. Selain karena effortnya lebih kecil, hal seperti ini lebih mudah diterapakan. (Bukan tentang bekerja dengan keras, tapi dengan cerdas)

Sedangkan B bercerita tentang bagaimana kompetensi itu kuat sekali di dunia kerja. Bagaimana seleksi karyawan itu bekerja dengan sebuah threshold. Dimulai dari puluhan ribu pendaftar, hingga tersisa 7 dan diseleksi kembali hingga terambil 1 orang. Dimulai dari 10 pendaftar yang tidak ada sama sekali yang lolos kualifikasi. Dari B saya mengambil kesimpulan bahwa kompetensi itu penting sekali. Harus punya portofolio, harus punya pengalaman (no excuse). Portofolio bisa dimulai dari hal kecil, dari iseng-iseng saja atau membuat sesuatu yang benar-benar berkualitas.

Mulai saja dulu. Kemudian iterasi. Terakhir konsisten.

Sudah lama tidak menulis panjang seperti ini!

Malang

(29/09/2018)

--

--

Harits Abdurrohman
otakbeku

Interest with machine learning, image processing, computer vision or data science