#Menuai Siang: 7 — Rumah

Harits Abdurrohman
otakbeku
Published in
3 min readJul 7, 2019

“Selamat siang”

ucapnya kepada pemuda yang tengah mengambil semangkuk bakso.

“Oh iya siang juga”

“Kok tumben keluar kamar?”

“Iya nih, gas di kost habis. Jadi sekalian beli makan siang. Sini duduk. Aku traktir!”

Ah ini topik yang sering dibahas tapi seringkali tidak disadari orang.

Emang apa?

Rumah

Hah, gimana maksudnya?

Kadang, kita ngga sadar udah nyaman dengan suatu tempat. Kadang kita ngga sadar udah nyaman dengan orang lain. Kadang kita ngga sadar hari-hari kita diisi oleh mereka atau tempat tersebut. Kadang kita ngga sadar kalau perpustakaan, cafe atau taman adalah tempat yang di nanti selepas 5 hari kerja. Bukan karena ingin ikut-ikut yang lain, tapi kitanya sudah nyaman lahir batin. Mereka jadi orang yang di nanti ketika kita berangkat kerja, kuliah atau sekolah. Ya ada yang prefer dengan orang-orang yang akan ditemuinya, ada juga yang merasa cozy dengan tempatnya. Alasan buat meninggalkan tempat tidur. Kadang ya, bukan berarti sering. Hanya kita ngga sadar saja.

Hummm terus apa hubungannya dengan rumah?

Oh ngga, aku cuma mencoba memperluas makna dari rumah, ngga sebatas tempat kamu tidur

Tapi kamu kan ngga mungkin bisa mandi kalau ngga di rumah

Eh iya sih ya hahahaha

Terus mandinya juga lama lagi …

Fine fine, ngga aku bahas lagi

Di kala senja sebelum balik dari ekspedisi kecil-kecilan kami, aku mengajaknya untuk melihat matahari terbenam dari teras kayu dipinggir pantai setelah selang hampir sebulan kami berpindah-pindah tempat untuk mengunjungi beragam tempat dan masyarakatnya. Ini untuk menagih janjiku kepadanya beberapa tahun silam.

Buatku melihat matahari terbenam dipinggir laut adalah momen yang tidak pernah membuatku bosan meski sudah berkali-kali dilihat, tapi untuknya ini adalah ekspedisi pertamanya. Orang yang tidak pernah keluar kamar selain untuk kebutuhan hidupnya atau kuliah. Orang yang selalu mengakar di kamarnya yang selalu ia sebut sebagai ‘rumah’. Perjuangan besar untukku agar bisa mengajaknya keluar.

Matahari terlihat diujung laut, langit seolah terbakar padam oleh bulan yang menyambut. Bintang-bintang mulai menghampiri ketika awan-awan terhembus pindah. Cakrawala semesta terpandang indah dihadapan kami. Tanpa sadar aku melihatnya ekspresi kagumnya. Seolah melihat orkestra alam yang memainkan seluruh instrumennya hingga manusia ini tidak bisa berkata apa-apa ketika melihatnya.

Dan matahari pun pergi. Menyisakan lagu penutup kepada yang melihat hingga akhirnya pudur dibalut malam.

Matanya berbinar terang didekat obor. Momen itu telah pergi beberapa detik tapi tidak dengan ingatannya. Ia akan selalu mengingat momen ini.

“Kamu tahu, setelah lebih 20 tahun aku hidup, sekarang aku pikir rumah tidak sebatas atap saja. Terima kasih sudah mengajakku keluar …”

“… aku mau melanjutkan hidupku seperti ini. Kamu mau bantu?”

Aku pikir … setelah apa telah aku lakukan, aku juga akan mengingat selalu momen ini.

“Iya”

Bandung, 7 Juli 2019

--

--

Harits Abdurrohman
otakbeku

Interest with machine learning, image processing, computer vision or data science