Kronologi dan Polemik Pembangunan Bandara Kulon Progo (NYIA)

Bandara Kulon Progo atau disebut juga New Yogyakarta International Airport merupakan bandara yang sedang dibangun di daerah Kulon Progo, Yogyakarta. Adapun tujuan mengenai dibangunnya bandara tersebut adalah sebagai berikut :

1. Yogyakarta merupakan kota wisata kedua terbesar setelah Bali

2. Kapasitas area parkir pesawat dan landasan pacu bandara Sleman hanya sepanjang 2.200 meter tidak mampu menampung pesawat berbadan lebar. Apron hanya mampu menampung 11 pesawat.

3. Bandara Adisutjipto merupakan Civil Enclave milik TNI Angkata Udara yang dibangun tahun 1938 dan dirancang untuk penerbangan militer >40 tahun. Bandara ini pun menjadi pangkalan utama TNI AU dan Pusdik Penerbang TNI AU

4. Dilihat dari lahan dan kendala alam, bandara Adisutjipto tidak dapat dikembangkan lagi. Kapasitas Bandara Adisutjipto dirancang untuk menampung 1,2–1,5 juta penumpang per tahun, sedangkan sudah mencapai 7,8 juta penumpang

5. Untuk memenuhi kebutuhan penumpang mendorong pertumbuhan daerah maupun nasional serta program pemerintah dibidang pariwisata mewujudkan 20 juta wisatawan mancanegara tentunya DIY membutuhkan bandara baru yang lebih akomodatif.

Gagasan mengenai berdirinya Bandara Internasional di Kulon Progo, Yogyakarta ini telah direncanakan sejak masa pemerintahan Presiden Republik ke-6 Indonesia yaitu Susilo Bambang Yudhoyono melalui gagasannya adalah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Setelah masa pemerintah Susilo Bambang Yudhoyonio berakhir,gagasan ini kemudian dilanjut oleh Presiden Republik Indonesia saat ini yaitu, Joko Widodo. Pembangunan Bandara Internasional Yogyarkarta ini bertujuan sebagai pengembangan infrastruktur terutama di daerah Jawa Selatan dan juga untuk memenuhi kapasitas bandara di Yogyakrata dikarenakan Bandara Adisujipto yang telah overload.

Desas-desus mengenai pembangunan bandara internasional ini telah berhembus sejak tahun 2011. Bahkan pada tahun tersebut telah dilakukan studi kelayakan oleh UGM dan konsultan Internasional LANDRUM & BROWN. Dari 7 lokasi yang tersebar di DIY, daerah Temon, Kuloprogo dinilai sebagai daerah yang memenuhi persyaratan tersebut. Pada tahun 2012, Perda RTRW Kulonprogo Nomor 1 Tahun 2012 diterbitkan, Dalam perda tersebut mengatur tentang perencanaan lokasi pembangunan serta koordinasi antara Kementerian Pekerjaan Umum dengan pemerintah daerah DIY. Pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport menuai polemik,kala itu warga setempat banyak yang menolak dengan adanya “pengalihan lahan” tersebut. Pada tahun yang sama (2012) PT Angkasa Pura I memasang patok koordinat di tanah-tanah warga. Pemasangan patok koordinat tersebut menuai konflik.

Konflik tidak dapat dihindari antara aparat dengan warga setempat, warga setempat menilai jika pembangunan bandara tersebut tanpa sepengetahuan dan kesepakatan dengan warga setempat, terlebih jika dalam memasang patok tersebut melibatkan aparat keamanan.

Di samping itu muncul pula kelompok warga yang pro pembangunan bandara dengan kelompok warga yang kontra pembangunan bandara. Masyarakat yang pro menilai jika pembangunan bandara tersebut dapat menciptakan lapangan kerja sehingga roda ekonomi di daerah tersebut berputar. Masyarkat pro pun menilai jika dengan dibangunnya bandara akan memberdayakan masyarakat tersebut. Masyarakat pro pun menilai jika adanya penggusuran tersebut pasti diganti rugi oleh investor tersebut, sedangkan masyarakat kontra menilai bahwa penggusuran tersebut tidak diganti rugi. Masyarakat yang kontra pun menilai jika perjuangan mereka dari tahun 80-an pun sia-sia karena pada tahun 80-an tanah tersebut merupakan tanah yang tidak produktif, saat ini menjadi produktif.

Konflik yang terjadi pada tahun 2012 tersebut menciptakan masyarakat setempat untuk membuat sebuah komunitas yaitu WTT (Wahana Tri Tunggal). Komunitas ini dibentuk dengan tujuan menolak penggusuran masyarakat setempat akibat adanya pembangunan New Yogyakarta International Airport. Wahana Tri Tunggal ini terbentuk dari masyarakat yang ada di 6 desa (Glagah, Palihan, Sindutan, Jangkaran, Kebon Rejo, Temon Kulon). Masyarakat menilai bahwa lahan di Kulon Progo tersebut merupakan lahan yang produktif untuk pertanian dan perkebunan. Masyarakat pun menilai jika bandara tersebut dibangun, kerusakan ekologis akan terjadi.

Komunitas Wahana Tri Tunggal menilai bahwa pemerintah dan investor “mengusir” secara paksa masyarakat setempat demi pembangunan New Yogyakarta International Airport tersebut. Pembangunan bandara tersebut merupakan keputusan yang sepihak dan tidak direncanakan dengan masyarakat setempat.

Pada tahun 2014 diadakan pertemuan antara pemerintah dengan warga setempat. Warga sendiri meminta komitmen kepada pemerintah bahwa warga setempat jangan sampai hanya menjadi “penonton”. Setelah kesepakatan tersebut, warga setempat yang kontra terhadap pembangunan bandara berkurang, namun demonstrasi mengenai pembangunan bandara tersebut terus berlanjut.

Meskipun telah diadakan pertemuan antara masyarakat setempat dengan pemerintah, masyarakat yang menolak untuk “digusur” tersebut melakukan demo, pada tahun 2015, masyarakat mengguggat keputusan Gubernur DIY no. 68/KEP/2015 yang berisi penetapan bandara New International Yogyakarta Airport. Namun gugatan kandas ditingkat MA , sehingga pembangunan terus berlanjut

Sejak diadakannya pertemuan antara pemerintah dengan masyarakat setempat, lambat laun masyarakat mulai meninggalkan tempat tinggalnya tersebut dan setuju dengan adanya pembangunan bandara tersebut , hal ini dapat dibuktikan dengan berkurangnya KK yang ada di Kulon Progo yang awalnya berjumlah 600 KK lambat laun berkurang menjadi 150 KK. Bahkan anggota Komunitas Wahana Tri Tunggal sendiri merupakan sebagian kecil dari masyarakat setempat yang kontra akan pembangunan bandara tersebut (Pro-bandara sebanyak 97% dan kontra bandara salah satunya yaitu Wahana Tri Tunggal hanya sebanyak 3%).

Puncaknya pada tahun 2017, masyarakat yang kontra pun semakin melunak dengan adanya kejelasan antara pemerintah setempat, investor dengan masyarakat yang terkena dampaknya. Salah satunya Komunitas Wahana Tri Tunggal yang semula menolak akan dibangunnya bandara menjadi pro terhadap pembangunan bandara. Namun yang membedakan adalah Komunitas ini menekankan kepada pemerintah daerah dan investor untuk mengganti rugi kepada masyarakat yang tempat tinggalnya maupun lahan pertaniannya “terambil” oleh pembangunan bandara tersebut. Komunitas Wahana Tri Tunggal pun meminta jika masyarakat yang tanahnya terambil tersebut direlokasi di luar zona bandara.

Pada tanggal 27 Januari 2017, pembangunan bandara pun dimulai melalui Ground Breaking yang dilakukan oleh Presiden RI yaitu Joko Widodo. Disini pula diisyaratkan bahwa pembangunan New Yogyakarta International Airport tidak dapat diganggu gugat lagi. Namun unjuk rasa mengenai penolakan pembangunan bandara tersebut masih terus terjadi, terutama dilakukan oleh kalangan mahasiswa dan pengamat. Mereka menilai bahwa pembangunan tersebut cacat AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan). Selain itu, masyarakat yang enggan direlokasi tersebut masih melakukan demonstrasi terhadap pemerintah setempat. Namun pada tanggal 17 Oktober 2017, dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan telah diterbitkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, pada tanggal 23 Oktober 2017, Perpres Nomor 98 Tahun 2017 tentang percepatan pembangunan dan pengoperasian bandara udara di Kabupaten Kulonprogo, DIY ditandatangani Presiden RI, Joko Widodo.Ini menandakan bahwa pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport tidak dapat diganggu gugat lagi. Pembangunan BandaraNew Yogyakarta International Airport berlanjut. Beberapa KK yang tinggal disana masih enggan direlokasi. Mereka yang enggan direlokasi berlanjut demonstrasi atas penolakan pembangunan bandara tersebut.

References

Azizi, A. N., Nandini, F., Sakul, J. E., Jati, M. K., Dewanti, N. R., & Tanaya, S. (2018, October 2).Gerakan Organisasi Wahana Tri Tunggal Melawan Pembangunan Bandara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta: Jalan Menemukan Kembali Hak Atas Kota. Retrieved from Academia.edu: https://www.academia.edu/33766657/Gerakan_Organisasi_Wahana_Tri_Tunggal_Melawan_Pembangunan_Bandara_di_Kabupaten_Kulon_Progo_Daerah_Istimewa_Yogyakarta_Jalan_Menemukan_Kembali_Hak_Atas_Kota

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011–2025. Retrieved from Hukumonline.com: https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4df596debfaf9/node/lt51e4d62d84e60/perpres-no-32-tahun-2011-masterplan-percepatan-dan-perluasan-pembangunan-ekonomi-indonesia-2011-2025

Ramdhani, G. (2018, January 28). Deretan Alasan Kuat Yogyakarta Harus Segera Punya Bandara Baru. Retrieved from Liputan6.com: https://www.liputan6.com/news/read/3241278/deretan-alasan-kuat-yogyakarta-harus-segera-punya-bandara-baru

Tim Riset Tirto.id. (2018, October 2). Kronologi Penolakan Pembangunan Kulon Progo. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/kronologi-penolakan-pembangunan-kulon-progo-cBc6

W, T. A. (2018, April 10). Mereka yang Terbenam dan Tersingkir Akibat Bandara Kulonprogo. Retrieved from Vice.com: https://www.vice.com/id_id/article/d354dx/mereka-yang-terbenam-dan-tersingkir-akibat-bandara-kulonprogo

--

--

Padjadjaran Fest & Conference 2021
Padjadjaran Fest and Conference

An event organized by FISIP Padjadjaran University students that consists of conferences, national seminar, debate competitions, and panel discussion.