Apa kabarmu?

PanchoNgaco
Pancho Ngaco
Published in
3 min readAug 12, 2021
Foto oleh Des Récits di Unsplash

“Hai”

“Apa kabarmu?”

Sulit nggak sih menjawab pertanyaan itu sekarang? Dengan kondisi pandemi yang terus saja tidak pernah bisa pasti, menjawab bagaimana kabarmu saat ini menjadi sebuah tantangan untuk sebagian orang.

Kemarin lusa aku dan Alfons rekaman siniar. Kami spontan saja membahas soal “apa kabar”. Awalnya aku mengira kami akan membahas bagaimana kabar kami selama pandemi ini, terutama sejak vakum ngobrol untuk siniar kami. Obrolan mengalir begitu saja dan ternyata Alfons lebih ingin membahas soal bagaimana kami memandang pertanyaan “apa kabar”.

Pembicaraan kami menjadi sangat menyenangkan. Aku pun baru kepikiran ternyata memproses sebuah pertanyaan yang sederhana itu menarik betul. Memaknai apa yang ada di balik pertanyaan “apa kabar” itu ternyata menyenangkan.

Pertanyaan sesederhana itu ternyata punya makna yang mendalam jika kita benar-benar memikirkannya. Bisa dibilang, “apa kabar” menjadi sebuah pertanyaan yang lumrah diucapkan orang ketika ia berjumpa dengan orang lain. Saking lumrahnya, pertanyaan ini sering kali menjadi sekadar basa-basi. Sekadar membantu mencairkan suasana atau sekadar “yang penting ada yang diomongkan dulu”.

Aku sendiri memandang pertanyaan “apa kabar” sebagai sebuah pembuka pembicaraan yang seharusnya mengasyikkan. Biasanya, aku melontarkan kata itu jika bertemu dengan teman yang sudah lama tidak kujumpai dan ketika aku benar-benar ingin tahu kabar orang yang kutemui tersebut. Aku tidak suka menanyakan kabar orang kalau aku tidak benar-benar peduli padanya.

Jika diingat-ingat, sepertinya memang aku tidak sering menanyakan kabar orang. Apalagi jika bertemu muka, paling banter aku mengucap “hai” atau “halo”, lalu lanjut ke inti pembicaraan. Jika benar-benar ingin tahu kabar seseorang, aku biasanya akan langsung dengan antusias bertanya

“Halo, gimana kabarnya nih?”

Dari pertanyaan itu, aku akan lebih senang jika lawan bicaraku menjawab kabarnya dengan sungguh-sungguh dan apa adanya. Kalau cuma jawab “baik” saja, nanti aku bisa jadi malah bertanya “baik apanya nih?”, “ada cerita baru apa?”, dan sebagainya dan seterusnya. Jatuhnya malah seperti orang penasaran, ingin tahu isi hidup orang. Padahal sebenarnya karena memang ingin tahu kabar dan ingin banyak mengobrol.

Mungkin karena itu aku jadi jarang menanyakan kabar orang lain ya? Malas dianggap pengen tahu urusan orang.

Aku pernah berada di fase malas mendengar orang bertanya “apa kabar” padaku. Sebab, jika ditanyakan kabar, aku biasanya menjawab apa adanya. Kalau hari-hariku sedang mabuk, ya sudah kujawab mabuk. Kalau hidupku sedang berantakan, ya kujawab berantakan.

Aku selalu menganggap bahwa ketika orang bertanya apa kabar padaku, berarti dia sungguh ingin tahu keadaanku, bukan sekadar basa-basi. Oleh karena itu, aku merasa perlu menjawab apa adanya.

Masalahnya, dulu keadaanku sering kali tidak baik. Jadi, ketika orang bertanya “apa kabar” padaku, aku biasanya akan menjawab “sedih”, “berantakan”, “payah”, “capek aja”. Jawabannya semuanya negatif dan pastinya membuat siapa pun yang mendengarnya jadi malas dan merasa menyesal sudah bertanya (kenapa aku bisa tahu? Karena aku memerhatikan raut muka lawan bicara saat aku melontarkan jawaban itu. Rata-rata wajah mereka menunjukkan ekspresi bingung atau menyesal).

Sekarang, seiring umur makin uzur, harusnya pemikiran pun makin mampu menerima keadaan ya. Maka dari itu sekarang aku sudah sangat santai menghadapi pertanyaan “apa kabar”. Toh tinggal dijawab saja apa adanya kan?

“Baik”

“Super”

“Mantap”

“Akhir-akhir ini lagi lumayan ribet nih”

“Belakangan lagi ada masalah, tapi tetap hepi”

dan seterusnya.

Melewati waktu di tengah pandemi, pertanyaan “apa kabar” rasanya semakin relevan dan dibutuhkan. Kita seperti semakin perlu mengetahui dan lebih memedulikan kabar orang terdekat kita. Menanyakan apakah mereka baik-baik saja, apakah mereka masih sehat, dan apakah mereka masih bertahan?

Lantas, bagaimana kabarku akhir-akhir ini?

Ya, bisa dibilang aku cukup baik, sudah mulai bisa mengurangi berbagai kekhawatiran, dan sudah bisa semakin menerima keadaan. Sudah semakin santai lah intinya.

Semoga kita semua pada akhirnya baik-baik saja ya.

--

--