Beramal atau Mau Terkenal?

PanchoNgaco
Pancho Ngaco
Published in
2 min readNov 4, 2020
Foto oleh Erik Mclean di Pexels

Kemarin aku bicara soal menerima dalam kehidupan. Menerima yang kemudian mengajarkan kita untuk senantiasa berterima kasih. Senantiasa bersyukur kepada Tuhan dan alam semesta.

Sekarang aku akan berbicara soal memberi. Memberi adalah salah satu pelajaran mengikhlaskan. Memberi juga menjadi salah satu wujud syukur kita setelah menerima.

Ada pepatah lama berkata “lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah”. Pepatah itu mengajarkan kita untuk lebih banyak memberi daripada meminta dan/atau menerima dari orang lain.

Dengan memberi, katanya kita bisa mendapatkan lagi lebih banyak. Biasanya orang bijak akan bilang “beramal-lah yang banyak agar rezeki berlimpah. Nanti dikembalikan Tuhan sampai tumpah-tumpah!”.

Dari lahir sampai setua ini, aku masih tidak habis pikir dengan cara orang memaknai “amal”. Alih-alih membagikan kelebihan, orang malah beramal dengan membagi-bagikan cara berbagi kelebihan. Nama lainnya tentu saja “pamer”. Setiap beramal, sibuk foto sana foto sini. Rekam sana rekam sini. Unggah ke media sosial.

Katakanlah aku orang yang terlalu berpikir negatif. Mungkin saja bagi-bagi cara berbagi ini (kata mereka) lebih merupakan ajakan agar semakin banyak orang turut berbagi. Saat sedang adem hati, aku juga biasanya akan berpikir “maknai saja pameran itu sebagai sebuah ajakan untuk orang lain melakukan hal yang sama sehingga nantinya dunia penuh dengan manusia yang suka berbagi dengan orang lain”.

Padahal, yang kutahu, harusnya beramal itu sesuai amalan dari Tuhan, yakni ketika tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu. Ini nyatanya bukan tangan kiri saja yang tahu, tapi seluruh penghuni jagat raya pun tahu dan membicarakannya.

Jauh sebelum “beramal” menjadi ajang pameran, dia adalah bentuk ajang mencari pahala. Orang berbondong-bondong berbuat baik kepada orang lain, berbagi kepada yang kekurangan, dengan tujuan utama agar Tuhan melihat amal ibadahnya dan memberikan balasan setimpal. Balasan itu bisa berupa tabungan rezeki atau tabungan tempat di akherat.

Hal satu itu juga membuat aku bingung. Motivasi orang dalam beramal bukan tulus karena ingin berbagi dan membantu, tetapi karena pamrih ingin dicatat kebaikannya oleh Tuhan, ingin mendapat rezeki balasan, dan ingin masuk surga.

Semua ini… soal beramal ini..

Di mana letak keikhlasannya?

Di mana letak ketulusannya?

Bagaimana maksudnya membantu tapi malah sibuk berfoto membagikan bantuan, dengan wajah si penerima bantuan terpampang jelas?

Sekalipun berkekurangan, aku rasa manusia tetap ingin punya harga diri. Hanya akibat difoto-foto, satu dunia jadi harus tahu bahwa hidup si penerima sumbangan ini memang susah sekali. Kan kasihan?

Itu beramal atau mau terkenal?

--

--