House of Secrets, The Burari Deaths. Kompleksitas latar belakang sebuah kematian massal yang menyedihkan.

PanchoNgaco
Pancho Ngaco
Published in
11 min readMar 21, 2022
Sumber: Rotten Tomatoes.

Kalau diingat-ingat, sejak kecil aku suka sekali dengan cerita yang menyeramkan dan menegangkan. Aku suka membaca berita soal kriminalitas, apalagi kalau berbalut dengan sentuhan mistis. Aku senang menonton film yang mengangkat cerita penyelidikan kasus kriminal, terutama pembunuhan. Jadi ingat banget kalau dulu aku juga suka “nongkrong” di Kaskus untuk baca-baca soal teori konspirasi dan kisah pembunuhan (biasanya ada di forum Lounge dan Disturbing Picture).

Entah ini aneh atau tidak, benar atau salah, normal atau tidak, aku tidak begitu ambil pusing. Buatku pribadi, mengikuti cerita kriminal menjadi sebuah hiburan tersendiri. Aku sangat menikmati proses mengikuti langkah-langkah penyelidikan kasus, terutama ketika penyelidik melakukan deduksi atas petunjuk dan bukti-bukti. Bagian yang paling memuaskan tentu adalah mengetahui pola berpikir dan motivasi sang pelaku kriminal. Dari situ aku belajar memahami bahwa pikiran manusia memang kompleks dan pada kodratnya ya… “jahat”.

Kompleksitas itu aku temukan dalam film yang baru akhir pekan kemarin ini aku tonton di Netflix. Film berjudul “House of Secrets: The Burari Deaths” ini adalah film serial mini dari Netflix yang berformat dokumenter. Leena Yadav dan Anubhav Chopra mendistribusikan film tersebut melalui Netflix pada bulan Oktober 2021.

Topik besar yang dipaparkan dalam House of Secrets: The Burari Deaths adalah tentang kontroversi kasus kematian satu keluarga di Burari, Delhi (India) pada tahun 2018. Keluarga yang dikenal sebagai Keluarga Bhatia (Bhatia Family) itu beranggotakan 11 orang, yaitu:

Pohon Keluarga Bhatia (Sumber: Netflix).

1. Narayani Devi (80 tahun), ibu tertua dalam Keluarga Bhatia.

2. Pratibha Bhatia (57 tahun), putri Narayani Devi.

3. Bhuvnesh (50 tahun), putra kedua Narayani Devi.

4. Lalit (45 tahun), putra bungsu Narayani Devi.

5. Savita (48 tahun), istri Bhuvnesh.

6. Tina (42 tahun), istri Lalit.

7. Priyanka (33 tahun), putri Pratibha.

8. Nitu (25 tahun), putri sulung Bhuvnesh dan Savita.

9. Monu/Menaka (23 tahun), putri bungsu Bhuvnesh dan Savita.

10. Dhruv/Dushyant (15 tahun), putra bungsu Bhuvnesh dan Savita.

11. Shivam (14 tahun), putra Lalit dan Tina.

Kasus kematian ini menjadi berita yang bombastis di India. Pasalnya, kematian satu keluarga yang beranggotakan 11 orang dari 3 generasi ini sangatlah nyeleneh. 10 orang meninggal dengan posisi tergantung bersama. Sementara itu 1 orang, yakni Ibu Narayani Devi, meninggal dalam posisi terbaring di tepi ranjang. Didekatnya ditemukan sebuah syal terikat ke sebuah pintu lemari.

Ketika pertama kali terkuak, kepolisian berasumsi bahwa kejadian ini adalah kasus bunuh diri massal dengan latar belakang okultisme atau kultus. Tentu orang-orang tidak begitu saja percaya, terutama para tetangga keluarga tersebut. Pasalnya, para tetangga dan kerabat terdekat mengenal Keluarga Bhatia sebagai keluarga yang ramah, supel, dan sangat religius. Keluarga ini juga dikenal selalu rukun dan saling membantu. Menurut keterangan para tetangga dan kerabat, Keluarga Bhatia bahkan sangat kompak dan tidak pernah ribut.

Para tetangga dan kerabat tidak mau begitu saja menerima penyataan polisi yang mengatakan bahwa kasus ini adalah bunuh diri massal. Apalagi anak-anak muda dalam Keluarga Bhatia dikenal sangat pintar dan rasional karena berpendidikan tinggi. Orang sekitar masih meyakini bahwa ini adalah kasus pembunuhan. Mereka menyebut polisi sengaja mengatakan kasus ini sebagai bunuh diri massal karena ada kenyataan yang sedang mereka sembunyikan.

Kematian Keluarga Bhatia di Burari menjadi sebuah berita besar di tahun 2018. Banyak pertanyaan yang muncul dari kasus tersebut.

Apakah ini pembunuhan yang dilakukan atas dasar dendam? Apakah ini kasus pembunuhan berantai? Apakah ini memang benar kasus bunuh diri massal? Apakah benar ini sebuah kasus praktik okultisme?

Pertanyaan ini menjadi sangat mendesak untuk dijawab, justru karena semua keganjilan yang ada, bisa-bisanya terjadi di dunia modern.

Terbagi dalam 3 episode, House of Secrets: The Burari Deaths lebih banyak menampilkan pernyataan dari berbagai narasumber. Film berdurasi sekitar 40 menitan per episodenya ini mencoba memberikan penjelasan menyeluruh dari berbagai sudut pandang. Mulai dari keluarga dan kerabat korban, tim penyidik dari pihak kepolisian dan medis, para jurnalis yang terlibat dan pemberitaan kasus tersebut, hingga ahli kejiwaan, bahkan aktivis hewan yang menyelamatkan anjing keluarga ini pun ikutan angkat bicara.

Latar Belakang Kasus

1 Juli 2018, pagi hari, 11 anggota Keluarga Bhatia ditemukan tewas di rumah mereka. Penemuan ini terjadi ketika salah satu tetangga berinisiatif mengunjungi rumah korban karena merasa heran tidak melihat Lalit yang biasa jalan pagi bersamanya.

Ketika si tetangga masuk, ia mendapati 10 anggota Keluarga Bhatia ditemukan tewas tergantung dengan tali dari sari (kain) yang diikatkan pada jeruji besi di atap. Lebih detailnya, seluruh tangan dan kaki para korban terikat. Tak hanya itu, mata dan mulut mereka pun ditutup dengan lakban (Menurut hasil pemeriksaan forensik, di dalam mulut anak-anak turut tersumpal sapu tangan). 1 anggota lain, yaitu sang ibu tertua, ditemukan terbaring di tepi ranjang di kamarnya dengan terdapat sebuah syal terikat ke pintu lemari.

Polisi sementara mengasumsikan kejadian tersebut sebagai kasus bunuh diri massal atau pembunuhan dengan latar belakang okultisme. Asumsi tersebut muncul karena mereka tidak menemukan tanda perlawanan pada masing-masing korban. Terlebih lagi, pada penyelidikan selanjutnya, polisi menemukan petunjuk yang mengindikasikan bahwa keluarga ini baru saja melakukan sebuah ritual sebelum akhirnya meninggal.

Meskipun demikian, petunjuk yang tampak sebenarnya juga sangat mencurigakan untuk disebut sebagai kejadian bunuh diri. Sebab, 10 anggota keluarga yang tergantung semuanya terikat erat pada mata, mulut, hingga tangan, dan kaki. Rasanya tidak mungkin jika mereka sendiri bisa melakukan hal tersebut. Besar kemungkinan ada orang lain yang melakukan itu (dan sejumlah orang menyebut bahwa “orang lain” ini mungkin saja penasihat spiritual keluarga yang menjebak keluarga tersebut untuk melakukan ritual).

Asumsi Okultisme

Sumber: Netflix.

Asumsi okultisme sebagai latar belakang kasus merebak semakin kuat ketika tim penyidik menemukan buku harian Keluarga Bhatia. Ada 11 buku harian yang ditulis dalam rentang waktu tahun 2007–2018. Buku harian ini berisi tentang pemikiran yang diyakini mewakili isi kepala Lalit. Sebagian besar tulisan menyuratkan aturan-aturan dan petunjuk yang harus dijalani Keluarga Bhatia.

Halaman terakhir buku harian tersebut bahkan menjabarkan secara jelas tata cara melakukan ritual yang disebut sebagai “Badh Puja” atau “Badh Tapasya” (ritual penyembahan pohon beringin).

Dari buku harian tersebut, terkuak bahwa Keluarga Bhatia sendiri yang memang merencanakan ritual pohon beringin tersebut. Posisi gantung diri yang mereka lakukan pada dasarnya melambangkan akar-akar beringin yang menjuntai. Ritual ini konon menjadi sebuah proses pembersihan dan penyelamatan jiwa keluarga ini.

Usut punya usut, perencanaan ritual ini dilakukan oleh Lalit dengan dalih perintah dari ayah Lalit, Bhopal Singh. Bhopal sendiri sudah meninggal di tahun 2006. Sejak kematian Bhopal, Lalit merasa bahwa ia selalu terhubung dengan ayahnya itu. Ia merasa bisa mendengar suara ayahnya memberikan pesan dan perintah untuk Keluarga Bhatia.

Menurut keyakinan Lalit, sang ayah sering menyampaikan pesan pada Lalit. Lalit kemudian menyampaikan pesan tersebut kepada seluruh anggota Keluarga Bhatia. Dalam beberapa kesempatan, dikatakan Lalit menarasikan pesan dari Bhopal Singh dengan suara Bhopal sendiri. Hal tersebut membuat semua anggota Keluarga Bhatia semakin percaya bahwa kepala keluarga itu benar-benar menitis dalam diri Lalit.

Fanatisme dan Patriarki

Sumber: Netflix.

Tentu asumsi mengenai okultisme ini menjadi sebuah pembicaraan karena hal tersebut terasa sangat ganjil di dunia yang saat ini dirasa sudah semakin modern. Orang-orang bertanya-tanya bagaimana bisa Keluarga Bhatia yang memiliki beberapa anggota yang sudah berpendidikan tinggi pun masih percaya dengan kata-kata Lalit. Bahkan anak-anak muda dalam keluarga yang dipandang sedang berada pada fase “bersikap kritis” (mempertanyakan segala sesuatu), kok anehnya bisa meyakini takhayul Lalit sebagai sebuah kebenaran.

Narasumber dalam film dokumenter menjelaskan bahwa hal ini masih mungkin terjadi, salah satunya karena kuatnya budaya patriaki di India. Patriarki mendorong keluarga untuk berpegang teguh pada sosok laki-laki sebagai kepala keluarga. Apa yang dikatakan laki-laki dalam keluarga menjadi sebuah kebenaran. Tanpa arahan dari laki-laki, keluarga tidak bisa berfungsi dengan benar.

Dalam konteks Keluarga Bhatia, Bhopal Singh adalah pemimpin tertinggi. Ketika Bhopal meninggal, tonggak kepemimpinan keluarga menjadi goyah. Bhuvnesh sebagai putra tertua di rumah pun ternyata tidak mengambil inisiatif untuk menjalankan peran tersebut.

Akhirnya beraksilah Lalit menjadi pengendali keluarga. Dipoles dengan cerita tentang penitisan Bhopal dalam diri putra bungsunya itu, Lalit kemudian memberikan sugesti kepada Keluarga Bhatia. Dia menjadi penentu arah dalam keluarga. Apa yang Lalit katakan diklaim sebagai perkataan Bhopal dan seluruh anggota keluarga harus menurutinya. Hal ini bahkan dituliskan dengan jelas dalam buku harian Lalit. Barangsiapa tidak menuruti perkataan Lalit, maka akan ada konsekuensi buruk. Tidak ada seorang pun yang bisa membangkang terhadap apa yang tertulis di buku itu.

Hal yang membuat tunduknya seluruh anggota Keluarga Bhatia pada Lalit pun diperkuat dengan kenyataan yang mereka alami. Beberapa catatan Lalit menyebutkan mengenai apa saja yang harus Keluarga Bhatia lakukan dan hindari, termasuk untuk hal sepele sekalipun.

Sumber: Netflix.

Pada praktiknya, setiap kali keluarga ini menuruti petuah tersebut, keberuntungan beserta mereka. Perekonomian membaik, kemujuran selalu datang.

Wajar juga sih jika kemudian keluarga jadi percaya bahwa itu benar adanya?

Gangguan Jiwa

Hanya ilustrasi (Sumber: Kindel Media di Pexels).

Saat menonton 2 episode awal, aku memiliki asumsi bahwa sangat mungkin Lalit memanipulasi keluarganya untuk kepentingan pribadi. Pada beberapa catatan dalam buku hariannya, Lalit menuliskan bahwa Keluarga Bhatia harus bersikap baik agar tidak membuat Lalit, Tina, dan Shivam susah. Kesalahan bertindak yang dilakukan salah satu anggota Keluarga Bhatia bisa membawa hal buruk pada ketiga orang tersebut.

Di sini terlihat bahwa perintah-perintah Lalit ke keluarga besarnya (utamanya) didasari untuk keuntungan keluarga kecilnya (anak dan istrinya).

Ada kemungkinan Lalit dan Tina sengaja membuat skenario tentang penitisan Bhopal Singh ini agar mereka bisa mengendalikan keluarga untuk keuntungan mereka sendiri. Lalit sudah merencanakan hal ini sejak setahun setelah meninggalnya Bhopal (rentang waktu dari tahun 2007 — 2018 itu 11 tahun!). Jika memang begini, maka Lalit memang otaknya licik dan dia pantas disebut pembunuh.

Memasuki episode terakhir, ternyata muncul fakta-fakta yang membuat kasus ini terasa benar-benar kompleks. Ada beberapa cuplikan para kerabat terdekat menceritakan masa lalu Lalit. Salah satu yang paling penting adalah pernyataan bahwa Lalit pada dasarnya adalah seorang yang supel, lucu, dan bersemangat.

Saat muda, Lalit pernah mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan kepalanya cedera. Tak hanya itu, pada tahun 2004, Lalit juga pernah mengalami upaya pembunuhan yang dilakukan oleh rekan kerjanya saat ia bekerja di toko triplek. Lalit dihajar dan kemudian dikurung di dalam ruangan penuh dengan triplek yang dibakar.

Akibat kejadian itu, Lalit mengalami trauma dan berubah total. Ia menjadi pemurung dan pendiam, bahkan benar-benar tidak bisa bicara lagi (entah sebenarnya karena Lalit mengalami cedera fisik sehingga kehilangan kemampuan berbicara atau memang tidak mau bicara). Narasumber dari sisi psikologis menjelaskan bahwa ada kemungkinan trauma psikis mendorong Lalit jadi tidak mau berbicara lagi.

2 tahun selepas kejadian itu, ayah Lalit meninggal dunia. Sepeninggal Bhopal (kira-kira nyaris setahun setelah Bhopal meninggal) Lalit mengaku mulai mendengar suara ayahnya itu. Ayahnya sering memberikan nasihat dan arahan.

Awalnya Lalit mendengarkan suara tersebut dan melakukan sendiri semua arahan yang dia yakini dari ayahnya itu. Lama-kelamaan, ia meyakini bahwa sang ayah memintanya berbicara kepada keluarga. Akhirnya, Lalit mulai menyampaikan pesan Bhopal. Ia bahkan kemudian mulai bertindak seperti Bhopal. Ia berbicara dengan suara Bhopal, memanggil ibunya dengan nama selayaknya Bhopal selama hidup memanggil istrinya itu, dan memerintah seluruh anggota Keluarga Bhatia untuk melakukan ini-itu.

Salah satu perintah yang Lalit sampaikan adalah agar Keluarga Bhatia mendaraskan doa Hanuman Chalisa secara rutin demi keberuntungan dan kesembuhan Lalit.

Pada suatu hari (setelah kira-kira setahun), Keluarga Bhatia yang tengah mendaraskan doa tersebut terkejut karena Lalit tiba-tiba bisa bersuara lagi dan ikut mendaraskan doa. Kejadian itu dirasa sebagai sebuah mukjizat dan dari situlah Keluarga Bhatia semakin yakin bahwa Bhopal kembali hadir ke tengah mereka melalui Lalit.

Garis waktu trauma yang dialami Lalit (Sumber: Netflix).

Latar belakang ini menjadi penguak asumsi lain yang menurutku menyedihkan. Bisa dibilang, Lalit mengalami trauma yang pada akhirnya memunculkan difungsi mental. Ahli kejiwaan meyakini bahwa Lalit sangat mungkin mengalami gangguan psikosis dan delusional. Cedera di kepala akibat kecelakaan, trauma akibat menjadi korban upaya pembunuhan, dan kematian Bhopal Singh merupakan rentetan hal besar yang mendorong hal tersebut.

Sayangnya, Keluarga Bhatia tidak melihat kondisi Lalit sebagai gangguan jiwa. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa kelakukan aneh Lalit adalah sebuah delusi. Oleh karena itu, alih-alih berusaha mengobatinya dengan merujuk pada penanganan kejiwaan profesional, Keluarga Bhatia menerima kondisi ini sebagai sebuah fenomena gaib yang nyata.

Sumber: Netflix.

Di sisi lain, mungkin saja Keluarga Bhatia menyadari hal itu. Namun, stigma terhadap gangguan jiwa yang langgeng di tengah masyarakat bisa jadi mengarahkan keluarga ini untuk menampik kenyataan tersebut. Mereka jadi menghindari proses pengobatan ke ahli profesional.

Tidak ada jawaban

Tidak ada jawaban pasti dari kasus ini (Sumber: Tim Mossholder di Unsplash).

Sampai hari ini, kejadian yang menimpa Keluarga Bhatia belum terjawab tuntas. Apakah latar belakang Lalit untuk melakukan ritual memang benar-benar karena keyakinan yang kuat, sebuah sikap manipulatif, atau gangguan kejiwaan? Tidak ada yang benar-benar tahu. Tidak ada saksi mata atau korban selamat yang bisa membeberkan itu dengan pasti.

Namun demikian, ada sebuah fakta yang membuatku merasa semakin sedih dengan kasus ini. Dalam catatan di buku harian Lalit, dijelaskan bahwa ritual pohon beringin tersebut pada akhirnya akan terpenuhi dan terselesaikan dengan seluruh anggota keluarga saling melepaskan ikatan masing-masing. Dari catatan itu, diketahui bahwa ritual ini bukanlah bunuh diri. Keluarga Bhatia tidak berniat mati dan mereka tidak seharusnya mati.

Sumber: Netflix.

Kebayang tidak? Satu keluarga meyakini mereka akan melakukan sebuah ritual suci untuk menyelamatkan hidup mereka. Mereka manut dengan perintah yang mereka yakini datang dari ayah mereka sendiri, sang kepala keluarga, sang penuntun keluarga. Keyakinan itu ternyata membuat mereka kehilangan nyawa. Pernyataan “keyakinan bisa membunuhmu” ternyata ya memang benar adanya.

Sumber: Netflix.

Media di mana-mana sama saja

Selain memberikan gambaran soal kondisi kejiwaan dan keyakinan manusia, House of Secrets: The Burari Deaths juga menyiratkan bahwa media massa di mana-mana sama saja. Sejumlah jurnalis dan ahli kejiwaan yang menjadi narasumber film ini mengkritik kelakuan media yang mengeksploitasi kasus ini. Mereka menganggap media hanya fokus pada pemberitaan yang sensasional dan berlebihan, bukan pada akar permasalahannya.

Sumber: Netflix.

Banyak media di India berbondong-bondong menyiarkan berita tentang kasus ini dengan cara yang tidak etis. Sama halnya dengan yang sering terjadi di negeri kita ini, ada juga media di India yang menyebarkan teori-teori palsu. Ada yang menggiring opini dan membuat asumsi aneh-aneh, termasuk teori numerologi angka 11* yang menurutku menarik dan lucu itu. Bahkan sepertinya sempat diperlihatkan satu cuplikan di mana ada reality show mistis dan uji nyali (mungkin isinya ngundang-ngundang paranormal untuk bicara ngalor-ngidul).

Penutup

Setelah menyelesaikan “pembacaan” terhadap film ini, aku lebih merasakan sedih daripada ngeri. Lautan besar dalam kejadian ini pun lagi-lagi soal kesehatan mental.

Kesimpulan lainnya yang juga bisa kita ambil adalah bahwa setiap keluarga pasti punya rahasianya sendiri (mungkin ini alasan mengapa judul filmnya “House of Secrets”. Apa yang dilihat orang dalam konteks publik tidak bisa menggambarkan kenyataan yang sebenarnya ada dalam keluarga tersebut. Keluarga yang terlihat rukun, religius, dan rasional dengan pendidikan tinggi pun bisa sangat gelap seperti Keluarga Bhatia ini.

Jadi, apa rahasia keluargamu?

*Di rumah Keluarga Bhatia ditemukan 11 pipa, 11 jendela, 11 besi rangka pintu, dan 11 buku harian Lalit. Rentang waktu penulisan buku harian Lalit pun memakan waktu 11 tahun. Kebetulan ini dianggap sebagai sebuah kesengajaan dalam memang direncanakan untuk melengkapi ritual.

--

--