Kematian. Ke mana?

PanchoNgaco
Pancho Ngaco
Published in
2 min readDec 1, 2020
Foto oleh davide ragusa di Unsplash

Kematian aku katakan sebagai tujuan akhir hidup seseorang. Tujuan itu adalah tujuan tak ikhlas dari manusia, kecuali untuk mereka yang bunuh diri karena obsesi. Kematian memburu manusia sampai kapan pun. Datangnya bisa direncanakan, dideteksi, diterawang, tapi seringnya tak tertebak dan tiba-tiba.

Setiap orang pasti pernah memikirkan soal kematian, setidaknya sekali seumur hidupnya. Aku pun demikian. Bisa dibilang, aku cukup sering memikirkan soal kematian. Entah kenapa juga bisa sesering itu memikirkan soal kematian. Apakah penasaran, terobsesi, atau apa? Aku juga tidak mengerti benar.

Hal yang paling sering kupikirkan adalah apakah yang terjadi pada kita setelah kematian? Apakah kita akan hilang begitu saja? Apakah kita akan hidup sebagai arwah penasaran? Apakah kita akan langsung masuk penghakiman? Apakah kita langsung diutus entah ke surga atau neraka?

Sejak dulu, aku meyakini bahwa kematian adalah perhentian terakhir. Kematian mengartikan urusanmu di dunia sudah berakhir. Urusan itu mungkin tidak selesai, tapi sudah berakhir sampai di situ. Kamu sudah tidak bisa mengurusnya lagi sekalipun keinginanmu setinggi gunung, selebar bukit. Untuk memikirkannya pun kamu sudah tidak bisa lagi. Kamu mati, pikiranmu ikut mati. Tinggallah mereka yang masih hidup menjadi punya beban baru karena harus melanjutkan urusan itu.

Aku rasa, kematian yang seperti itu adalah kematian yang baik. Sebab, kematian seharusnya mengartikan bahwa kehidupan kita sudah habis. Apa yang kita alami di dunia sudah cukup dan sebaiknya tidak perlu terulang atau diteruskan kembali.

Apa artinya mati jika ternyata kita juga masih harus menjalani hal seperti kehidupan sebelumnya. Masa setelah letih menjalani hidup, kita tidak bisa beristirahat? Harus repot menjadi arwah penasaran, bergentayangan ke sana kemari untuk menyelesaikan urusan yang belum selesai. Bukankah ada orang lain yang bisa menyelesaikannya? Atau ya anggaplah urusan itu selesai begitu saja.

Beberapa orang percaya adanya surga dan neraka. Aku sendiri masih sanksi. Sebab, konsep akherat ini terasa menjadi teror bagi manusia, bahkan ketika kita masih hidup sekalipun. Setelah menjalani kehidupan yang bisa dikatakan tidak gampang, saat mati kita masih harus dihakimi apakah masuk surga atau neraka.

Jika masuk neraka, kita akan disiksa sepanjang usia (entah setelah mati usia kita masih dihitung berlanjut atau tidak). Kita akan merasakan penyiksaan sesuai dengan dosa-dosa kita. Dosa-dosa yang diingat oleh Tuhan yang kita sendiri percayai sebagai Maha Pemurah dan Maha Pengampun. Dengan demikian, kehidupan kita tidak berhenti setelah kematian. Kehidupan kita hanya berubah menjadi pengalaman yang lebih buruk.

Jika masuk surga, kita konon akan merasakan kebahagiaan tak terkira. Semua keinginan kita akan lenyap karena semuanya sudah terpenuhi. Apa saja ada di surga dan semuanya menggembirakan. Semuanya menyenangkan sebagai bentuk penghiburan dan hadiah dari amal dan perbuatan baik kita.

Dengan begitu, tetap saja kita harus menjalani kehidupan lain lagi. Begitu gembiranya pengalaman kita di surga, apa iya tidak akan menjadi begitu membosankannya?

Apakah setelah hidup yang panjang di dunia, kita benar-benar tidak ingin beristirahat dan menghilang saja?

--

--