Para Pekerja Kafe

PanchoNgaco
Pancho Ngaco
Published in
2 min readOct 24, 2020
Foto oleh Viktor Forgacs di Unsplash

Akhir pekan adalah waktu yang paling orang tunggu-tunggu. Waktu itulah orang-orang akan datang berbondong-bondong menuju tempat nongkrong yang menawarkan hiburan menarik, yang tak sekadar soal makan dan minum.

Kafe tempatku bekerja menawarkan hiburan itu. Hiburan itu adalah aku dan teman-teman sejawat. Kami setiap akhir pekan harus kerja ekstra menghibur mereka yang datang. Menebar wajah semringah untuk memastikan mereka betah.

Mereka datang ke kafe kami bersama kesayangannya. Entah itu kekasih, suami atau istri, orang tua, maupun anak-anaknya. Biasanya, mereka membawa tawa yang harapannya bisa dibuat lebih meriah lagi di tempat kami bekerja ini. Tak sedikit juga yang datang dengan membawa tangis atau kepedihan. Harapannya, kami bisa membuat mereka bahagia dengan segala tingkah polah kami.

Tugas kami setiap waktu sebenarnya cukup mudah. Kami hanya diminta untuk berlari sepuasnya, menghampiri siapa saja, dan makan apa saja yang tamu berikan pada kami. Seringnya, kami juga diminta untuk berpose menawan untuk sesi foto bersama.

Meski begitu mudahnya, pekerjaan ini terasa sangat menyiksa. Terutama karena kami harus memaksakan diri tetap ceria bagaimanapun juga kondisinya. Kami juga harus selalu siap dipegang sana sini oleh tangan-tangan yang bahkan bukan tangan yang biasa memanjakan dan merawat kami sehari-hari.

Bayangkanlah ketika kamu sudah lelah, kamu tetap harus meladeni bocah yang mengelusmu dengan kasar. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang memainkan kami dengan cara mengejar, meneriaki, menjambak, bahkan melempari kami.

Belum lagi dengan beberapa orang dewasa yang malah memaksa kami untuk menghampiri mereka dan bermanja-manja. Mengelus kami tanpa henti lalu mengajak kami berfoto, padahal untuk senyum saja kami sudah berat hati. Banyak pula orang-orang yang hanya peduli dengan menjadikan kami objek foto belaka. Kami diminta pose macam ini itu, lalu difoto sembarangan dan foto kami pun disebar suka-suka mau mereka.

Dari pagi sampai malam, kami bekerja di kafe ini tanpa henti. Wajarlah bisa kerap kali kami letih dan ingin tidur sejenak. Sayangnya, setiap kami ingin tidur, tangan-tangan para tamu lagi-lagi menjamah kami dan meminta kami untuk terus ceria.

***

Akhir pekan menjadi waktu yang paling mengerikan bagi kami. Akhir pekan para tamu datang silih berganti tanpa henti. Bagaimanapun juga, kami harus tetap menyambut mereka dengan cerita. Mengibaskan ekor dan menjulurkan lidah, hanya itu yang boleh kami lakukan setiap kali menyambut tamu yang datang.

Apabila kami menurunkan ekor dan menundukkan kepala, para penjaga kafe akan mendatangi kami. Mereka akan menyentak kami untuk memastikan ekor kami kembali naik dan terkibas, kepala kami pun menengadah dengan semangat.

Susah memang jadi anjing. Kadang kalau sudah kesal, aku suka sembarangan berak di kafe itu. Menyenangkan rasanya jika sudah berak. Para tamu akan mulai menutup hidung dan menjauhiku. Para penjaga kafe akan kelabakan membersihkan hajatku. Saat-saat seperti itulah aku dapat waktu untuk istirahat.

--

--