Zaman Edan

PanchoNgaco
Pancho Ngaco
Published in
2 min readDec 13, 2020
Foto dari Max Kleinen di Unsplash

Hari ini, tak ada lagi dar der dor tembak-tembakan atau sat set sut tusuk-tusukan. Tak ada yang namanya penembakan tanpa tangan atau penculikan tanpa tuan. Tak ada perang-perangan yang dipenuhi prajurit yang menjerit.

Kata orang zaman ini zaman edan. Zaman sudah begini nyaman, kita sendiri yang cari tidak aman. Zaman sudah begini enak, kita malah sibuk cari masalah. Sudah tak ada perang melawan kompeni, tapi kita malah sibuk buat perang dengan bangsa sendiri.

Orang dulu selalu bilang hidup hari ini jauh lebih enak dari hari kemarin. Kita tidak perlu repot melawan penjajahan, penculikan, dan pembantaian yang melanda seluruh negeri. Kita tak perlu ngeri dihilangkan dari pandangan akibat bicara sembarangan. Kita bahkan tidak perlu lagi takut menjadi korban penembakan misterius akibat gondrong dan tatoan.

Orang tua selalu bilang anak muda sekarang begitu manja. Susah dikit mengeluh, berat sedikit berpeluh. Kepanasan sedikit pingsan, kedinginan langsung butuh pelukan. Apa-apa bicara soal cinta. Patah hati saja langsung ingin mati.

“Bagaimana kehidupan kami dulu? Nafas saja susah karena bau mesiu merebak di udara. Lapar hari ini, baru bisa makan esok hari, bahkan mungkin bisa tidak makan sama sekali. Kami yang punya lidah, sama sekali tak bisa menggunakannya suka-suka. Salah gerak lidah, seluruh tubuh bersimbah darah. Cari uang sama dengan cari perang! Sikut-sikutan ke sana sini!”

“Lihat sekarang! Hidup kalian enak bukan main. Dalam genggaman kalian bisa jawab semua pertanyaan. Lapar tak tertahan, tinggal minta ojek antarkan. Bicara pun bisa begitu bebasnya, seenak jidat di semua tempat. Tidak ada takut-takutnya, tidak ada segan-segannya. Tidak ada hormat-hormatnya!”

“Apalagi soal cari uang. Ya ampun begitu enaknya hidupmu anak muda! Tinggal buka telepon genggam, rekam ini itu, obral imoral, obral senyum centil, besoknya masuk TV, eh langsung dapat gaji berkali-kali! Pantas mentalnya tempe! Sekali tekuk langsung patah!”

Lantas, apa pembelaan kita?

--

--