Lika-Liku Kehidupan Para Petani di Era Pandemi

Dilham Trihatmaja
Pangripta Loka
Published in
3 min readJun 29, 2020

Dewasa ini, telah muncul mutasi virus baru dari keluarga coronavirus yang merupakan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 dengan diagnosis seperti sesak pernafasan, pilek, dan juga batuk kering. Virus ini memiliki tingkat penyebaran yang tinggi sehingga dunia bahkan Indonesia pun terdampak oleh virus ini dan membuat masyarakat yang positif COVID-19 tersebar dari seluruh dunia. Pandemi ini ditangani oleh pemerintah dengan menurunkan tingkat penyebarannya melalui physical distancing, lockdown wilayah, hingga PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). PSBB ini membuat para pekerja harus bekerja dari rumah (Work From Home) untuk mendukung tindak pencegahan dari virus berbahaya ini. Kinerja perusahaan di berbagai sektor menurun karena bekerja dari rumah kurang dapat menggantikan suasana kerja untuk mendapatkan kinerja yang baik seperti sedia kala di kantor. PSBB ini memiliki pengaruh pada multisektor yang ada di Indonesia, yaitu sektor pendidikan, sektor ekonomi, sektor jasa, hingga tak terkecuali membuat dampak buruk juga pada sektor pertanian dan peternakan.

Seperti menurunnya harga jual yang dilakukan oleh para petani ke pasar karena permintaan yang sedikit. Permintaan yang menurun ini akan mengakibatkan harga dan kuantitas yang lebih rendah jika penawaran para petani tetap. Konsumen yang biasanya memenuhi pasar tradisional untuk membeli bahan pangan khususnya daging, sekarang hanya berada di rumah dan membeli bahan pangan di pasar modern ketika waktu paling genting. Restoran, hotel, rumah makan yang sejatinya sebagai pembeli terbesar bahan pangan daging dn lainnya ini harus tutup karena diberlakukannya PSBB oleh pemerintah. Para petani mau tidak mau harus membatasi produksi ternak atau tani mereka karena jika permintaannya tidak tinggi maka akan terjadi penumpukan stok yang dapat membuat masalah baru seperti ternak yang mati karena sesak, terjangkit penyakit, dan pemberian pakan yang mungkin tidak akan merata. Hal ini ditambah parah oleh harga pakan yang tetap cenderung meningkat sedangkan permintaan merosot. Misalnya untuk sapi perah membutuhkan pakan impor yang bernutrisi dan berkonsentrat tinggi. Para peternak dapat kehilangan bisnis mereka karena sebagian besar dari mereka tidak dapat membayar Kredit Usaha Rakyat (KUR) meskipun pemerintah telah memperpanjang waktu tenornya. Agar dapat memulai usaha kembali, para petani diharuskan untuk membayar utang KUR sebelumnya. Utang KUR mereka tidak dapat dibayar karena dampak pandemi COVID-19 dan kemungkinan tidak akan berdagang lagi di bulan depannya.

Operasional atau kegiatan logistik yang dilakukan juga terhambat karena COVID-19. Pasar-pasar tradisional memberlakukan pembatasan operasional yang biasanya dilakukan selama 24 jam. Dan juga, para petani ini tidak bisa menjual produksi daging atau tani mereka keluar daerah, terutama kepada wilayah yang berzona merah COVID-19. Seperti, Jakarta sebagai kota yang paling tinggi dalam permintaan pangan, para petani daerah tidak bisa seleluasa untuk dapat mengirimkan bahan pangan di luar daerah mereka masing-masing karena diberlakukannya PSBB. Mungkin hal ini tidak dirasakan oleh konsumen secara langsung karena harga di pasar modern telah menaati peraturan untuk menetapkan harga yang sesuai dari pemerintah. Para petani terpaksa menjual produksi daging atau tani mereka kepada tengkulak dengan tawaran rendah karena permintaan yang sedikit ini Diperlukannya inovasi teknologi yang dapat membantu para peternak menjawab semua masalah yang terjadi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19. Membantu para petani dalam memperlancar operasional/kegiatan logistik, meningkatkan permintaan dengan mempertemukan para peternak dengan pemerintah dan calon konsumen, pemberlakuan regulasi relaksasi KUR yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan para petani, pengadaan APD untuk para petani guna menjaga kesehatan mereka serta pembelian pakan yang berkualitas juga murah bagi para petani.

Selain itu, BUMN pangan dapat menjadi “offtaker”. BUMN pangan dapat membeli bahan pangan dari para petani agar tidak terjadi penumpukan stok. Kemudian, bahan pangan tersebut dapat disimpan di cold storage yang dapat terisi ratusan ton jumlahnya dan dijual setelah kondisi pasar telah normal. Semua hal ini dilakukan untuk meningkatkan permintaan bahan pangan agar perekonomian dan ketahanan pangan tetap stabil meskipun di era pandemi COVID-19 seperti ini.

Sumber Referensi:

--

--

Dilham Trihatmaja
Pangripta Loka

A college student who intrigues to post his many stories with different genres such as movie reviews, maths, and other things on a daily basis!