Salah Habitat (III)

Nayaka Angger
Pangripta Loka
Published in
4 min readAug 2, 2016

Tersesat di PrepCom 3

Setidaknya selama tiga hari, Surabaya menjadi salah satu primadona media dunia. Bukan karena tembakan ataupun ledakan, melainkan karena kontribusinya sebagai tuan rumah Preparatory Committee 3 (PrepCom 3) untuk Habitat III pada 25–27 Juli silam. Konferensi ini dihadiri oleh lebih dari 4.000 partisipan dari 142 negara dan diselenggarakan sebagai persiapan penyusunan New Urban Agenda yang akan dibawa pada Habitat III di Quito, ibu kota Ekuador, pada 17–20 Oktober mendatang.

PrepCom dan Celotehnya

Habitat adalah konferensi dunia yang membicarakan mengenai pemukiman dan perkotaan yang diadakan oleh United Nations (UN) setiap dua puluh tahun sekali. Pada Habitat III, isu besar yang diusung adalah urbanisasi, dimana lebih dari setengah populasi dunia kini telah tinggal di daerah perkotaan. Pembeludakan tersebut tentu menuntut sebuah pendekatan baru dalam menilik kehidupan kota, sehingga Habitat mencoba untuk menjawabnya melalui penyusunan New Urban Agenda sebagai mandat internasional framework pengelolaan masalah perkotaan.

PrepCom 3 sendiri merupakan forum persiapan terakhir sebelum New Urban Agenda diadopsi pada Habitat III di Quito nanti. Secara umum, PrepCom 3 terdiri dari plenary session dan main committee, side event, serta ekshibisi. Plenary session dan main committee adalah dua alam yang tidak bisa dilejajahi oleh partisipan biasa, dimana di dalamnya terjadi negosiasi politis antar negara mengenai konten New Urban Agenda.

Acara yang masih dapat dinikmati oleh partisipan biasa adalah side event dan ekshibisi. Kebanyakan side event berbentuk seminar ataupun dialog yang mengangkat tema sesuai dengan New Urban Agenda, terutama 22 issue paper yang diajukan dalam negosiasi. Pembicara yang diundang juga terlibat langsung di dalam negosiasi, sehingga dengan mengikuti side event bisa didapatkan gambaran mengenai New Urban Agenda. Ekshibisi, di lain sisi, dibuka untuk masyarakat umum. Ia diikuti oleh puluhan stakeholder terkait tema pembangunan kota, khususnya pemerintah, NGO, asosiasi profesi, dan organisasi lainnya. Seringkali ditemukan orang aneh di sini, mulai dari birokrat berdasi kupu-kupu sampai aktivis yang ngopi di lantai, saling berbincang berkonspirasi.

PrepCom dan Surabaya

Setelah memulai debutnya pada forum di Argentina 2014 lalu, Bu Risma berhasil meyakinkan dunia bahwa Surabaya layak untuk menjadi host city untuk PrepCom 3. Benar saja, ia tidak hanya berhasil, tetapi juga sukses menyajikan pelayanan terbaik selama menjadi tuan rumah. Jalan yang bersih dan nyaman, keamanan yang dijaga ketat, gala dinner yang megah, festival dan tur di penjuru kota, serta kudapan yang tak henti-hentinya mengalir.

Penyelenggaraan PrepCom 3 ditanggung oleh host country, bukan oleh UN seperti yang mungkin kita kira. Pelaksanaannya ditangani oleh Pemerintah Kota Surabaya dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dibantu oleh event organizer serta UN. Menurut intel, penyewaan gedung acara dan penyelenggaraannya dibiayai oleh PUPR, sedangkan gala dinner dan acara-acara lain ditanggung oleh Pemkot. Referensi menyatakan bahwa dibutuhkan US$500.000 — US$1 juta US$ untuk dikontribusikan ke Habitat III Trust Fund demi berpartisipasi dalam Habitat III. Sedangkan berdasarkan intel yang belum tentu valid, Indonesia merogoh setidaknya Rp30 miliar (setara US$2,3 juta) dari kocek negara dan APBD kota atas nama diplomasi internasional ini.

Tapi di balik semua itu, ada mereka yang tersingkirkan. Terdapat setidaknya dua titik PKL yang ditertibkan dan dicerabut dari pencahariannya selama seminggu kemarin, atau lebih, sehingga Surabaya terlihat begitu lengang. Masih juga dihiasi pemukiman kumuh di pojok-pojok kota Surabaya, walau bus-bus besar berpawai di sepanjang jalan bersama belasan voorijder. Seluruh kemewahan yang disajikan di atas justru menjadi momok bagi apa yang sesungguhnya ingin dicapai. Inklusif? Ekonomi informal? Kemiskinan? Tentu, mari kita rayakan itu dengan makan malam di taman.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Surabaya telah menjadi garda terdepan dalam mencapai kota berkelanjutan. Terlepas dari hipokrisi yang mungkin tidak disengaja, Surabaya pantas disanjung atas keberhasilannya dalam PrepCom 3.

PrepCom dan Mahasiswa

PrepCom 3 dapat digambarkan sebagai sebuah tempat di mana terdapat tiga anjing pelacak di setiap pintu, lobbying internasional di wastafel kamar mandi, ocehan kota inklusif di sudut-sudut ruang, dan coffee break di setiap kesempatan. Sangat mudah bagi seorang mahasiswa atau orang biasa untuk tersesat ketika berkeliaran di hajatan sekaliber itu. Namun, dengan berbekal beberapa trik dan putusnya sejumlah urat malu, terlibat dalam PrepCom 3 tidak jadi seburuk itu. Orang-orang di sana sangat terbuka dengan partisipasi dan ide tanpa memandang usia atau pengalaman. Tak jarang pertanyaan yang Anda ajukan di forum dapat berakhir dengan pertukaran kartu nama saat makan siang.

Berlawanan dengan anggapan umum, mahasiswa dan pemuda justru sangat dinantikan dalam rangkaian acara ini. Materi dalam seminar serta obrolan-obrolan ringan menyuratkan bahwa pemudalah yang diharapkan untuk berpartisipasi aktif dalam wacana masa depan kota. Dengan Habitat yang diadakan 20 tahun sekali, mungkin setengah dari mereka sudah mati di Habitat IV nanti sehingga partisipasi generasi muda harus dimulai dari sekarang. Tetapi, memang sulit rasanya berdiri di hadapan delegasi dari ratusan negara dan meracau tentang ini itu sebagai seseorang dengan usia yang belum lama saja diperbolehkan menonton film biru.

Sebagai pemuda dan akademisi, mahasiswa perencanaan seharusnya dapat terlibat aktif dan memberikan kontribusi yang bernas dalam keberjalanan agenda semacam Habitat. Banyak mahasiswa perencanaan yang datang ke PrepCom 3, tapi sayangnya kebanyakan datang sebagai partisipan biasa. Menariknya, yang justru menjadi salah satu acknowledge stakeholder di sana adalah sebuah ikatan mahasiswa kedokteran. Tanpa bermaksud mendiskreditkan siapa pun, adalah sebuah ironi ketika ikatan mahasiswa perencanaan justru hilang genggaman dari sebuah perhelatan di bidang keahliannya.

Jadi, mari bangkit…?

Tiga serangkai PrepCom 3

Apa yang terjadi di Habitat III mungkin tidak sepenuhnya berdampak pada usaha kita untuk memperbaiki kota-kota di Indonesia. Tetapi sebagai sebuah mandat internasional, New Urban Agenda dapat memengaruhi banyak hal selama dua puluh tahun ke depan; mulai dari kurikulum kuliah sampai kebijakan wali kota. Dan dua puluh tahun lagi, di Habitat IV, giliran kita berdiri di ruang-ruang yang tadinya terkunci, memuntahkan basa-basi tentang sesuap nasi.

Pembahasan mendalam mengenai New Urban Agenda akan dibahas pada kesempatan lainnya.
Apa yang disampaikan dalam artikel ini adalah opini dan hasil riset kecil semata. Segala kekeliruan dan ketidaksepahaman mohon dibalas dengan goresan lainnya.

Rabu, 3 Agustus 2016

Nayaka Angger
HMP Pangripta Loka ITB

Sebelumnya:
Kota Tanpa Kafein

Selanjutnya:
Indonesia Menuju Olimpiade 2024

nayaka.angger@gmail.com
Portfolio | Repertoar

--

--