5 Prinsip UX Writing yang Wajib Diketahui Pemula

Neraca Cinta Dzilhaq
Pegadaian Design
Published in
9 min readJul 13, 2023

Sebagai UX Writer di PT Pegadaian, ada tanggung jawab berat yang harus saya pikul. Bisa dibilang, seorang UX Writer adalah pemberi suara bagi aplikasi PT Pegadaian, baik itu Pegadaian Digital, Pegadaian Syariah Digital, dan beberapa website.

Untuk itu, UX Writer harus memahami prinsip-prinsip dalam membuat copywriting bagi aplikasi Pegadaian dengan seksama. Kebetulan banget, hari ini, saya akan sharing apa saja prinsipnya yang pernah saya pelajari pada kalian lewat artikel ini! Yuk, scroll ke bawah!

ilustrasi seseorang yang membuat UX Writing
Photo by Austin Distel on Unsplash

1. Be Clear: Gunakan Kalimat yang Jelas

Menulis copy untuk sebuah aplikasi itu berbeda dengan menulis untuk ads atau media sosial. Sebelum bekerja menjadi UX Writer, saya sempat menyentuh ranah copywriting untuk media sosial. Apakah pengalaman itu sudah cukup bagi saya untuk menjadi UX Writer? Hm, not quite.

jangan lupa gunakan kalimat yang jelas dan sesuai
Photo by Brett Jordan on Unsplash

Siapa pun yang pernah jadi anak konten media sosial seperti Instagram, Twitter, atau Tiktok, wajib belajar lagi soal menulis copywriting bagi aplikasi mobile. Dan bagi saya, penyesuaian gaya copywriting ini cukup sulit pada awalnya. Aplikasi membutuhkan copy yang lugas dan jelas, karena kita harus memandu user dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai user kebingungan karena petunjuk yang kita berikan bersifat ambigu atau belibet.

Sumber: Uxeria.com

KEY POINTS: Copy yang baik itu harus memudahkan, bukannya mempersulit pengalaman user.

Sebagai contoh, di halaman sign up, ketika kalian memasukkan e-mail dan password untuk masuk ke aplikasi, button yang kalian lihat harusnya mengarahkan kalian untuk “sign up,” bukannya malah bikin kalian stuck dengan istilah lainnya.

Coba bayangkan bila button tersebut malah bertuliskan “cari tahu” atau “arahkan saya.” Pasti kalian akan berpikir dua kali, bukan?

contoh sign up page
Contoh halaman sign up pada Paypal

Contoh lain yang bagus adalah pop up yang muncul saat kita mau sign out dari LinkedIn. Mengapa bagus? Apabila saya menjadi user, saya tidak akan kebingungan akan memilih yang mana, karena sebelum saya disuruh memilih, ada keterangan yang menyampaikan bahwa session saya akan diingat dalam browser. Dengan begitu, saya tidak perlu log in ulang kalau lain kali saya mau membuka LinkedIn.

contoh pop up copywriting pada LinkedIn
Contoh pop up copywriting dari LinkedIn

Tapi, mungkin kalian punya argumen lain, misalnya: “Wah, Kak, saya pengen aplikasi saya kelihatan edgy, makanya saya mau button-nya bertuliskan lain dari yang lain.”

Hmmm… OK, itu argumen yang cukup menarik. Tapi sayangnya, kita mendesain untuk user, bukan untuk diri kita sendiri. Selain itu, kita harus kembali ke design system yang sudah kita buat, dan itu termasuk tone of voice dari copywriting tersebut, which brings us to the next principle!

2. Be Consistent: Perhatikan Tone of Voice

perhatikan tone of voice dalam UX Writing
Photo by Jason Rosewell on Unsplash

Tone of voice, menurut Nielsen dan Norman, adalah personifikasi dari brand, yang digunakan untuk berkomunikasi dengan user melalui produknya. Secara umum, ada 4 dimensi tone of voice, yaitu funny vs. serious, formal vs casual, respectful vs irreverent, dan enthusiastic vs matter of fact. Tapi, saya tidak akan membahasnya dengan terlalu rinci di sini. Mungkin lain kali di artikel selanjutnya. Nantikan, ya!

Untuk memberi gambaran singkat tentang tone of voice, saya akan memberi kalian sedikit bocoran soal Pegadaian. Perusahaan ini adalah sebuah perusahaan finansial, sehingga user Pegadaian pasti menginginkan sebuah brand yang memahami kebutuhan mereka soal keuangan. User Pegadaian juga memiliki range usia yang beragam, namun kebanyakan berada di dalam kelompok usia dewasa awal hingga dewasa akhir (20–60 tahunan).

Sebagai UX Writer, pengetahuan soal persona user itu utama banget. Soalnya, copywriting juga menentukan apakah sebuah desain itu user friendly atau tidak.

writing yang bagus menjadikan desain user friendly
Sumber: Uxeria.com

KEY POINTS: Kita harus membuat user merasa relate dengan produk yang kita buat, sekaligus memudahkan mereka dalam menavigasi produk tersebut.

Maka dari itu, tone of voice Pegadaian haruslah informatif sekaligus ramah. Contohnya bisa dilihat pada bagian rekomendasi di aplikasi Pegadaian Syariah Digital berikut ini.

contoh copywriting yang santai dan informatif
Contoh copywriting yang santai dan informatif.

Buat UX Writer pemula, berikut ini ada sedikit tips dari saya untuk memahami tone of voice dalam aplikasi.

a. Bayangkan Kalian di Posisi Pengguna

Pertama-tama, coba bayangkan bahwa kalian adalah user dari produk yang kalian desain. Gunakan empati untuk memahami kebutuhan user berkaitan dengan personanya. Jelas, orang dengan usia 50 tahun akan berbeda gaya bicaranya dengan anak kuliahan yang suka nongkrong, bukan? Namun, tak cukup sampai di situ. Masih ada yang harus kalian gali lebih lanjut.

b. Bayangkan Produk Itu Seorang Manusia

Yang kedua, coba bayangkan brand sebagai seseorang, misalnya tokoh kartun. Saya sering membayangkan Pegadaian sebagai petugas Customer Service, sehingga ia akan lebih banyak berinteraksi secara prosedural kepada user. Sebuah brand juga harus bisa membuat user merasa dekat dan nyaman dengannya.

c. Perhatikan Struktur Kalimat dan Ejaan

Sumber: 9gag.com

Yang terakhir, jangan lupa untuk menggunakan struktur kalimat yang benar untuk menyampaikan tone of voice tersebut. Meskipun kalimat yang kalian pilih sudah sesuai, bukan berarti kalian melupakan ejaan sesuai bahasa yang benar, ya! Jika brand kalian memilih bahasa Inggris, pastikan grammar yang digunakan benar-benar sesuai. Begitu pula dengan bahasa Indonesia. Jangan sampai user jadi salah fokus gara-gara ada typo atau kesalahan penulisan ejaan bahasa Indonesia.

3. Be Concise: Perhatikan Layout dan Spacing

Kawan-kawan UX Designer pasti paham bahwa layout dan spacing sangat penting bagi sebuah user interface yang baik. Namun, UX Writer juga harus mempertimbangkannya saat membuat copywriting. Ingatlah bahwa kita harus mengikuti desain yang sudah ada, jangan egois dan seenaknya sendiri.

layout dan spacing adalah esensial bagi desain dan UX Writing
Photo by Hal Gatewood on Unsplash

Kinneret Yifrah dalam buku Microcopy juga menyampaikan, bahwa selain concise, UX Writer harus tahu apakah instruksi yang ditulis itu benar-benar perlu atau tidak. Maka dari itu, tektokan alias komunikasi antara UX Writer dengan UI/UX Designer juga harus berjalan dengan baik.

KEY POINTS: Jangan sampai desain interface yang kita buat malah justru membuat user tidak merasa terbantu dengan instruksi kita.

Misalnya, ketika membuat desain dropdown menu, semestinya user sudah tahu apa yang harus dilakukan dengan menu tersebut, jadi copy yang dibuat cukup pada button-nya saja.

Contoh dropdown menu. Sumber: Figma Community.

Namun, ketika mendesain sebuah halaman portofolio misalnya, kita membutuhkan beberapa copy untuk menyampaikan kepada user apa saja yang bisa dia lakukan pada halaman tersebut. Contohnya bisa dilihat pada halaman portofolio Tabungan Emas Pegadaian Syariah Digital berikut ini.

Sebagai user Pegadaian, kebutuhan informasi berapa saldo efektif dan saldo blokir sangat penting. Maka dari itu, pastikanlah informasi ini disajikan sejelas mungkin.

Contoh portofolio pada Tabungan Emas Pegadaian.

4. Be Active: Hindari Kalimat Pasif

Menulis copywriting pada aplikasi itu memang cukup tricky. Ada kalanya kita tergoda untuk menggunakan kalimat pasif dengan alasan lebih singkat.

Photo by Sincerely Media on Unsplash

Namun tahukah kalian, bahwa secara psikologis, hal itu malah mempersulit user untuk memahami kalimat yang kita tuliskan! Apalagi, kalau kita menggunakan kalimat berbahasa Inggris.

KEY POINTS: Menggunakan kalimat aktif lebih bagus untuk menarik atensi user dalam memahami instruksi dalam aplikasi ketimbang kalimat pasif.

Sebagai contoh, mari perhatikan kalimat di bawah ini!

a. “Kupon Anda sudah digunakan”

b. “Anda sudah menggunakan kupon”

Coba pikir baik-baik, manakah kalimat yang lebih komunikatif dengan user?

Jika kalian memilih yang bawah, kalian dapat nilai seratus! Kalimat bawah adalah contoh kalimat aktif yang sebaiknya digunakan dalam menulis copywriting.

5. Be Relatable: Pahami Customer Journey

Menurut Nicole Fenton dan Kate Kiefer Lee dalam buku Nicely Said, UX Writer tidak hanya harus bisa menyajikan setiap poin instruksi dengan cara yang logis, namun juga harus bisa menyusun kata-kata yang merepresentasikan pengalaman dan apa yang dirasakan user saat menjalaninya. Dengan kata lain, seorang UX Writer juga harus memahami customer journey.

Misalnya, user yang baru menggunakan aplikasi pertama kali tentunya akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan user yang sudah cukup sering berinteraksi dengan aplikasi.

Setiap user punya pengalaman berbeda saat menggunakan aplikasi.
Setiap user punya pengalaman berbeda saat menggunakan aplikasi. Sumber: www.patrickhansen.com

Terdengar sulit? Ya, memang tidak mudah. Apalagi sebagai UX Writer, ada kalanya ego menguasai kita. Untuk itu, Fenton dan Lee berkata, menulis copy untuk aplikasi membutuhkan kombinasi dari kecermatan, kesabaran, dan pemikiran yang jernih.

Oiya, di poin sebelumnya, saya sudah menyampaikan, bukan? Setiap user persona perlu dipahami terlebih dahulu sebelum membuat copywriting, bahkan kalau bisa, bayangkan dia sebagai tokoh kartun. Nah, cobalah gabungkan pemahaman user persona ini dengan ‘perjalanan’ yang akan dialaminya saat menggunakan aplikasi.

Nah, sekarang coba kita lihat contoh di bawah ini. Ini adalah loading page dari Priceza.co.id, sebuah website yang menyajikan daftar harga barang di online shop. Bagaimanakah perasaan kalian waktu lagi browsing, terus menjumpai halaman ini?

contoh copy loading page yang interaktif
Contoh loading page pada website Priceza. Terlihat interaktif, bukan?

Saya mengakui loading page di atas cukup interaktif, karena berdasarkan asumsi saya, Priceza memahami bahwa selama browsing, para user pasti akan merasa terganggu dengan loading yang lama. Jadilah loading page-nya dibuat selucu mungkin.

Namun, jangan dikira bahwa tidak mungkin ada error atau kendala selama ‘perjalanan’ user berlangsung. Tidak harus user baru, user lama pun juga bisa saja mengalami kendala saat menggunakan aplikasi. Maka dari itu, error message biasanya akan muncul untuk memberitahu adanya kendala tersebut.

KEY POINTS: Pengalaman setiap individu berbeda-beda saat menggunakan aplikasi. UX Writer harus bisa memperkirakan berbagai kemungkinan yang terjadi.

Tahukah kalian? Membuat error message tidak harus selugas itu. Bekreasilah dengan kata-kata yang unik. Sebagai referensi, ini adalah contoh copy terbaik saat error terjadi di salah satu media sosial kesayangan kita. Apa lagi kalau bukan Twitter!

contoh copy error message pada Twitter
Contoh error message pada Twitter.

Alasan copy di atas bagus untuk diberikan adalah kemampuan si UX Writer dalam merepresentasikan rasa frustrasi user ke dalam kalimatnya. Ia tahu bahwa user Twitter pasti merasa kesal dengan situasi error yan dihadapinya, jadi ia menyampaikan bahwa yang salah itu jaringannya, bukan si user sendiri.

Error message yang bagus lainnya bisa kita lihat juga pada website Headspace berikut ini.

contoh error message dalam ux writing
Contoh error message pada Headspace.

Copy di atas cukup menarik untuk dieksplorasi, karena selain memiliki animasi yang lucu, Headspace juga memasukkan sedikit persona di dalam copywriting-nya.

Bisa dibayangkan, bukan? Dari copy ini saja, kita bisa mengetahui bahwa Headspace menempatkan diri sebagai guru meditasi yang selalu membantu muridnya untuk kalem di tengah situasi yang tak diinginkan. Jadilah copywriting-nya mengajak user untuk tarik nafas dan mencari laman web lainnya dalam pikiran yang lebih tenang.

Penutup

Nah, itu tadi adalah 5 UX Writing Principles yang bisa kalian terapkan jika mau jadi UX Writer profesional. Selain itu, saya juga menyarankan kalian untuk membaca beberapa sumber di bawah, yang akan saya cantumkan.

Mau bagaimanapun juga, membuat copywriting itu butuh jam terbang dan latihan bertahun-tahun. Saya pun masih harus mengasah kemampuan saya.

Saya percaya bahwa kata ‘handal’ di dunia ini tidak ada. Yang ada hanyalah kemauan untuk terus berproses dan menjadi pribadi yang lebih baik, mau mengambil risiko, dan menantang diri sendiri.

Ingin tahu lebih banyak soal ilmu di UI/UX Design? Nantikan tips dan trik berikutnya dari kami, ya! Yuk, follow saya dan rekan-rekan saya di Pegadaian Design!

Referensi:

--

--

Neraca Cinta Dzilhaq
Pegadaian Design

UX Writer, aspiring UI/UX researcher, psychologist, content creator, and blogger who is interested in mental health and technology.