Belum Terlambat: Refleksi Kemanusiaan Akibat Corona

Bagus Poetra
Penacava
Published in
2 min readApr 9, 2020
Jalan Braga, Bandung

Sakit. Itulah kata yang paling menunjukkan situasi dunia saat ini. Sudah 500 ribu orang terinfeksi Covid-19 dalam kurun waktu hanya tiga bulan. Virus ini menyebar seperti angin. Cepat dan tak dapat diprediksi. Dugaan terkuat sampai saat ini adalah bahwa awal penyebarannya datang dari pasar hewan liar di Tiongkok. Hewan liar yang kotor menjadi sebab sebuah penyakit yang sudah membunuh total 20 ribu orang.

Jika ditinjau ke belakang, masih banyak lagi ulah manusia yang telah menyebabkan kebinasaan bagi diri mereka sendiri. Manusia mengeruk sungai, kemudian merutuki banjir. Padahal sungai itu adalah nadi alam yang berfungsi mengalirkan siklus hidrologi untuk kehidupan bumi. Manusia membakar minyak dan batu bara, kemudian tak terima udara menjadi sesak akibat asap dari pembakaran mereka. Entah mengapa seakan-akan manusia seperti bodoh dalam mengambil keputusan. Tidak berpikir bahwa semua keputusannya akan memberi dampak kepada diri mereka juga.

Begitu pula dengan apa yang terjadi baru-baru ini. Kedatangan Covid-19 membuat kita prihatin. Manusia sebagai makhluk yang sebegitu cerdasnya ternyata binasa karena perbuatannya sendiri. Virus yang menyerang sistem pernapasan ini dibawa oleh hewan liar yang dimakan dengan sembrono. The list goes on. Tapi intinya tetap sama. Ulah manusia yang tidak bertanggung jawab menyebabkan bencana bagi dirinya sendiri.

Itu semua membuat kita berpikir, “Apakah manusia hanya datang untuk merusak?”. Apakah benar yang para malaikat katakan dulu, bahwa manusia hanya akan “menghancurkan dan membuat kerusakan”? Pertanyaan ini semakin meraung-raung dalam hati.

Maka, untuk menjawab pertanyaan itu, kita lihat pula bahwa Allah menjawab rasa penasaran para malaikat itu dengan berkata, “Aku tahu apa yang kalian (para malaikat) tak tahu”. Meski pernyataan para malaikat tadi benar (dan memang sudah terbukti), akan tetapi ada yang tidak diketahui oleh mereka. Allah masih punya rahasia, dan mungkin rahasia ilahi ini yang perlu kita perhatikan. Manusia yang dzalim ini punya sifat lain di dalam hatinya. Mereka adalah makhluk yang bertaubat.

Mungkin, manusia memang berbuat kesalahan, berbuat kerusakan. Akan tetapi manusia juga mampu memperbaiki kesalahannya. Manusia telah menghancurkan alam. Tapi manusia juga pasti mampu untuk membantu menumbuhkannya kembali. Tentunya, semua itu dengan syarat manusia mau mengakui kesalahannya dan bertaubat atasnya.

Rasulullah saw pernah bersabda, “Setiap anak Adam adalah pendosa. Sebaik-baik dari pendosa itu adalah at-Tawwabun (mereka yang bertaubat)”.

Semua belum terlambat. Manusia masih diberi waktu oleh Allah untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Manusia tidak diciptakan sebagai pembunuh dan penghancur. Manusia justru diciptakan sebagai pengelola alam yang bijaksana. Tidak ada yang salah dengan mengakui kesalahan kita, karena sejatinya semua manusia memang pendosa. Tapi kita juga punya kesempatan bertaubat.

Wabah penyakit ini semoga membuat kita sadar. Meskipun manusia menciptakan penyakitnya sendiri, manusia juga mampu menciptakan vaksinnya. In syaa Allah. Mari kita bertaubat.

--

--

Penacava
Penacava

Published in Penacava

Membangun jiwa di tengah keringnya zaman modern membutuhkan usaha yang luar biasa. Barangkali dengan seizin Allah kebaikan akan tersebar dan jiwa-jiwa dapat tumbuh bersama dengan halaman ini.

Bagus Poetra
Bagus Poetra

Written by Bagus Poetra

Civil Engineer | Renewable Energy | Ordinary Science Guy | Writing, Philosophy, and Music |