Jangan Benturkan Tuhan dengan Manusia

Bagus Poetra
Penacava
Published in
3 min readJun 25, 2018

Pernah beberapa kali orang-orang yang tidak bertanggung jawab mencoba memecah belah bangsa dengan mengatakan bahwa orang-orang beragama selalu abai terhadap HAM dan nilai kemanusiaan.

Saya prihatin dengan pernyataan ini. Jika dilihat dengan baik, tidak pernah kita menemukan alasan untuk membenturkan agama dengan kemanusiaan. Mereka yang tidak bertanggung jawab itu menganggap bahwa hukum-hukum syariah islam sangat bertolak belakang dengan HAM. Mereka menganggap bahwa agama adalah suatu bentuk dogma yang antirasionalisme dan antikemajuan. Mereka menganggap bahwa hukum-hukum syariah adalah praktek konservatif yang dilaksanakan oleh orang-orang yang sudah didoktrin oleh nilai-nilai nirhuman.

Padahal, jika kita lihat, seberapa tak berdasar sih pernyataan mereka? Jawabannya mungkin adalah, cukup besar.

Jika mereka berbicara tentang LGBT, Feminisme, Kesamaan Gender, sebagai isu kemajuan yang didasari HAM, timbul pertanyaan mendasar, HAM menurut siapa? HAM seperti apa yang mereka bicarakan? Jika mereka menuntut persoalan yang tidak ada dasar jelasnya, mengapa kita takut untuk menyanggah pernyataan mereka dengan dalil yang jelas dan pasti?

Mereka sejatinya kurang perhatian dalam mengkaji apa arti dari HAM. Dan jikapun begitu, mereka akan mengambil hanya nilai-nilai yang menurut mereka menyenangkan dan memuaskan nafsu mereka.

Lalu, apakah kita temukan koherensi nilai HAM dengan kemanusiaan? Menggali dari pengertian dangkalnya, sederhananya, kemanusiaan adalah nilai batas yang menjadikan kita sebagai MANUSIA. Maka menjadi sangat penting untuk mengerti APA itu manusia. Lalu muncul pertanyaan baru, menurut mereka, apa arti manusia? Apa tujuan manusia? Tentunya tidak ada satupun hal, benda, ataupun materi yang diciptakan di dunia ini tanpa tujuan. Benar kan?Hanya orang tak berakal yang mengganggap bahwa bisa saja ada hal yang tidak bertujuan di dunia ini. Itu keliru. Jika ada hal, benda, atau materi yang tidak memiliki tujuan, pastinya hal itu menjadi redundant dan akan sirna karena tidak memiliki arah dan-mungkin saya sebut-hasrat untuk memertahankan eksistensinya.

Jika tidak ingin berpanjang lebar berdebat tentang manusia, saya akan coba ambil definisi terdekatnya di kamus besar bahasa indonesia. Ternyata hasilnya tidak jauh berbeda. Kemanusiaan berarti sifat manusia, atau secara manusia.

“KEMANUSIAAN adalah tentang nilai-nilai yang dianut oleh manusia dalam kaitan hubungannya dengan sesama manusia, seperti toleransi, welas-asih, cinta-kasih, tolong-menolong, gotong-royong, mendahulukan kepentingan umum, dan banyak lainnya. Semua nilai-nilai itu adalah antara manusia dengan manusia.” (Hutahean, 2013) https://www.google.co.id/amp/www.kompasiana.com/amp/jonny/kemanusiaan-dan-kesetanan_55286814f17e61b4458b45b4

Definisi kemanusiaan yang ada secara umum berbicara tentang nilai-nilai yang dipegang oleh manusia dalam kehidupannya di antara sesama manusia yang lainnya. Jadi tidak berbicara sedikitpun tentang hubungannya dengan hawa keinginan sebagai seorang individu saja.

Tetapi itu semua tidak cukup. Mengerti kemanusiaan membawa kita untuk bertanya, apa tujuan manusia?

Untuk mengerti tujuan manusia, kita perlu bertanya kepada yang lebih “paham” dari manusia. Sebuah kursi tidak bisa bertanya pada sesama kursi tentang apa tujuan ia dibuat. Kursi itu harus bertanya pada pengrajinnya. Ia harus bertanya pada PENCIPTANYA, karena hanya penciptanya yang bisa menjawab itu. Maka dari itu, kita memerlukan perspektif yang lebih agung untuk mencari tahu, “apa tujuan manusia.”

Kaum-kaum sesat itu kadang menggunakan Kecerdasan Buatan (read: Artificial Intelligence) untuk mengelak. Mereka menganggap bahwa AI bisa menciptakan kesadaran dalam prosesornya dan mencari tahu sendiri tujuannya. Kemudian mereka tidak perlu bertanya pada manusia yang adalah “pencipta” mereka. Ini lagi tesis keliru mereka. Jika diperhatikan kembali, pernyataan mereka tentang AI tidak melibatkan kenyataan bahwa manusia bisa berpikir “bebas” dan AI hanya mengandalkan kebebasan semu. Belum ada di dunia ini AI yang bisa mengambil keputusan secara bebas tanpa beracu pada algoritma yang ditambatkan kepada mereka OLEH manusia, dan saya yakin, tidak akan pernah ada. Kajian tentang ini akan memakan waktu yang lebih lama lagi, tetapi pada intinya, Manusia belum sejatinya bisa mengungkap jati dirinya tanpa perspektif yang dinarasikan langsung oleh Tuhan lewat kitab-Nya.

Maka, sudah jelas bahwa dalam memahami seluruh nilai-nilai kemanusiaan, manusia perlu memulai dari memahami esensi ketuhanan. Tanpa transendensi perspektif, manusia tidak akan pernah bisa menyingkap misteri yang ada, bahkan pada dirinya sendiri. Nilai kemanusiaan itu datang beriringan setelah nilai ketuhanan. Agama nomor satu, baru setelah itu hadir humanity. Kita mengedepankan keimanan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan tetap mengiringi semangat itu dengan rasa satu hati sebagai manusia.

Itulah yang kita pegang erat dalam Pancasila
Sila satu dan dua. Mengesakan Tuhan Yang Maha Esa. Baru Memanusiakan manusia secara adil dan beradab.

Ya, mari berefleksi dan bebenah diri

Hari ini masih satu Juni, di Bulan Ramadhan yang suci. Mari kita terus memerbaiki diri.

-Bandung, 1 Juni 2017

#Katuhanan
#1juni
#Pancasila
#Kemanusiaan
#Pemaknaan

--

--

Bagus Poetra
Penacava

Civil Engineer | Renewable Energy | Ordinary Science Guy | Writing, Philosophy, and Music |