Madinah, Melalui Kesedihan Engkau Tersingkap

Bagus Poetra
Penacava
Published in
3 min readJun 25, 2018

Tidak dari Quraisy, tidak dari pemuka Bani Abdi Manaf, tidak pula dari rata-rata orang Mekkah.

Rasul saw malah menerima kabar bahwa ada segelintir anak muda yang intelek yang hendak menemuinya dan minta disumpah atas kesetiannya. Mulanya hanya enam. lalu datang lagi tujuh. Hingga suatu saat, mereka bergerombol menjadi puluhan orang dan diam-diam meminta nabi menemui perkumpulan mereka.

Mereka muda, penuh rasa penasaran, dan telah lelah diterpa peperangan tak ada habisnya antara Aus dan Khazraj. Mereka menemukan Islam sebagai jembatan antara mereka dan persatuan bangsa sehingga mereka menyongsongnya.

Meski sudah diceramahi ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib mengenai seriusnya perkara mereka, mereka tetap teguh dan bersikukuh bahwa mereka hendak disumpah setia, membaiat rasul saw menjadi pimpinan mereka.

Padahal ketika itu Rasul masih di Mekkah. Padahal ketika itu mereka sudah menemukan Abdullah bin Ubay untuk menjadi raja di Yatsrib, menyatukan semua golongan. Tetapi mereka lebih yakin pada Muhammad saw dan bersikeras membaiatnya.

Maka terjadilah dua Baiat yang paling bersejarah dalam kisah umat Muslim. Baiat Aqabah pertama dan Baiat Aqabah Kubra.

Pasca ditinggal oleh sang paman, Abu Thalib, yang merupakan pelindung dakwahnya, juga kehilangan sang kekasih, Khadijah ra, yang menjadi pendukungnya paling setia dan menenangkan, Rasulullah saw sangat merasa berat. Kedua kejadian tersebut terjadi dalam waktu yang berdekatan. Bagaimana itu tidak berat. Mereka berdua adalah dua orang yang Rasul saw sangat cintai. Namun, perjalanan ini ternyata harus berlanjut tanpa mereka berdua.

Tetapi akhirnya Allah menunjukkan kepada Nabi saw jalan yang tidak disangka-sangka. Allah menunjukkan pelita di Yatsrib dan seakan-akan berbisik, “Tenanglah, peluangku itu luas. Mundur di Mekkah sekarang, rebutlah esok hari.”

Cahaya itu tumbuh dari kejauhan dan mulai mengisyaratkan peluang baru kepada Rasul saw. Akhirnya berangsur-angsur kaum muslim hijrah. Rata-rata sembunyi-sembunyi mereka berangkat, tapi ada juga yang terang-terangan seperti Al Faruq Umar bin Khathab.

Mereka semua, para Muhajirin (baca: Orang-orang yang hijrah), disambut suka cita oleh saudara seiman mereka di Yatsrib. Bahkan ketika Rasul saw sampai di sana setelah melalui berbagai masalah di jalan, Ia disambut oleh pekik takbir dan senandung fenomenal oleh orang-orang. Berikut adalah cuplikan syairnya:

طلع البدر علينا
من ثنية الوداع
وجب الشكر علينا
ما دعا لله داع

Bulan purnama muncul di hadapan kita
Dari jalan di sela-sela bukit Wada’
Kita wajib bersyukur karenanya
Apa yang dia serukan sebagai seorang da’i adalah untuk Allah

Dan bermulalah bab baru dalam perjuangan kenabian Muhammad saw di Yatsrib yang setelah hijrahnya berganti nama menjadi Madinaturrasul atau Madinah. Di sana di tata pilar-pilar baru peradaban yang tidak lagi berdasarkan suku, nasab (keturunan), ataupun kebangsawanan. Semua elemen memiliki andilnya dan bahu-membahu menjadikan islam sebagai dasar dan syariatnya sebagai undang-undang.

Di Mekkah, Rasul saw bersedih. Dan jika kita bayangkan diri kita ada di posisi beliau, kita mungkin akan dengan mudahnya putus asa dari jalan dakwah ini.

Namun, di balik semua itu, ternyata Allah telah menyiapkan sesuatu untuk Rasul-Nya saw. Ia telah memberikan pertolongan dari arah yang tak disangka-sangka. Padahal apa sih sebenarnya Yatsrib? Mengapa harus ke sana terlebih dahulu? Mengapa tidak Allah dzahirkan saja langsung islam di tanah kelahirannya, di Mekkah?

Sepertinya Allah hendak mengajarkan berbagai hal melalui peristiwa ini. Hal pertama adalah tentang bagaimana kita harus berhijrah dalam rangka untuk memperkuat diri kita dalam berdakwah kepada kaum kita. Yang kedua, yang mungkin lebih penulis tekankan pada tulisan ini adalah bahwa Allah akan selalu memberi pertolongan kepada para hamba-Nya yang setia dari arah yang tak pernah diduga-duga.

Allah memberikan suaka dari ujung yang tidak pernah dikira-kira. Untuk menunjukkan bahwa ternyata memang apa yang menjadi kuasa Allah itu segalanya, bahkan sampai kepada hal yang kita anggap sepele dan tidak ada sekalipun.

Di bulan ramadhan ini, suaka Allah sedang digelar. Waktu-waktu berdoa sangat mudah didapat. Ada banyak waktu untuk kita meraih iba-Nya. Maka janganlah putus asa dari rahmat-Nya, karena Ia sendiri yang menjemput doa-doa kita di sepertiga malam.

Mari kembali menjadi diri kita seutuhnya di bulan suci ini. Mari menjadi yakin bahwa pertolongan Allah itu dekat. Mari berhijrah.

--

--

Bagus Poetra
Penacava

Civil Engineer | Renewable Energy | Ordinary Science Guy | Writing, Philosophy, and Music |