“Untung” Adalah Omong Kosong

Bagus Poetra
Penacava
Published in
6 min readJun 26, 2018
Apakah bandara ini kebetulan saja dibangun?

Setelah membaca buku Outliers karangan Malcolm Gladwell (dan saya sudah membacanya sejak tiga tahun yang lalu), saya mulai disadarkan bahwa di balik setiap kejadian, selalu ada alasannya. Bukannya saya tidak paham mengenai itu, tetapi selama ini saya belum begitu mengerti apa maksud sebenarnya dari kalimat tadi.

Ada sebab di balik setiap kejadian. Itulah kalimat yang saya maksud. Selama ini, kita sering mendengar kalimat ini ditukar-ucapkan di antara orang-orang. Namun, itu bukan berarti semua orang benar-benar meyakini bahwa memang ada sebab untuk semua hal yang terjadi. Orang-orang masih saja percaya kepada keberuntungan, hoki, luck, keajaiban, tahayul dan sebagainya.

Ketika putra Ustadz Arifin Ilham, Alvin, menikah pada usia yang cukup muda, orang-orang begitu memujanya. Orang-orang menganggap bahwa langkahnya sangat menakjubkan. Lebih para lagi, banyak remaja yang kemudian berharap dan berkeinginan untuk mengikuti jejaknya menikah muda.

Mereka menafikan fakta bahwa di Jawa Barat saja, data tahun 2016 menunjukkan bahwa ada 350 ribu kasus perceraian terjadi. Itu artinya, setiap jamnya terdapat sekitar 39 kasus perceraian yang terjadi. Dalam beberapa menit lagi, akan ada perceraian yang digugat ke pengadilan. Data itu terus bertambah sampai tahun ini dan yang paling penting adalah, yang paling rawan mengalami perceraian adalah para pasangan yang menikah di usia dini.

Lalu kenapa Alvin bisa menikah muda dengan tenangnya, bahkan jika dia mengetahui bahwa fakta perceraian terjadi seperti demikian? Jawabannya sederhana. Orang tuanya adalah Ustadz Arifin Ilham.

Untuk diketahui, kebanyakan faktor penyebab perceraian adalah kondisi ekonomi. Banyak gugatan yang masuk ke pengadilan agama adalah karena faktor ekonomi. Jika kita mencari di google, banyak dari berita tentang perceraian di Indonesia akan menunjukkan bahwa faktor ekonomi adalah faktor yang paling banyak menjadi penyebab.

Jadi, Alvin tidaklah seberuntung yang kita kira. Ia bisa menikah muda karena orang tuanya bisa menjadi pendukungnya. Jika kelak ia mengalami masalah ekonomi, besar kemungkinan ia tidak akan mempertimbangkan pernikahannya untuk dituntaskan karena ia memiliki ayah yang dapat menunjangnya ketika ia butuh.

Kita kemudian beralih tentang kasus kemenangan kita mempertahankan Surabaya di era pascaproklamasi. Banyak yang berpikiran bahwa kemenangan mempertahankan Surabaya pada 10 November itu hanyalah karena Allah menurunkan pertolongan-Nya. Tapi apakah benar hanya sejauh itu?

Saya sepenuhnya yakin bahwa Allah menurunkan pertolongan pada hari itu, tapi bukan berarti itu menafikan sebab-sebab ilmiah di dalamnya. Bahwa KH Hasim Asyari menyerukan Jihad Akbar para pemudanya, bahwa para petinggi bangsa sudah mempersiapkan taktik menghadapi penyerangan, semuanya jadi alasan mengapa Surabaya, dibalik korban jiwa yang banyak dari tentara maupun warga sipil, mampu dengan kokohnya bertahan melawan pengeboman Inggris dan sekutunya.

Lalu masyarakat kita juga punya anggapan menarik mengenai Bill Gates. Ketika mendengar Bill Gates, kita membayangkan seorang anak muda yang ambisius yang berani menggadaikan kuliahnya untuk bisa membangun perusahaan komputer sendiri. Beruntung sekali pada akhirnya Bill Gates menjadi orang kaya bukan?

Tidak. Kita tidak paham bahwa Bill Gates berkuliah di Harvard. Ia punya segala akses terhadap teknologi mutakhir di zamannya. Mengenai komputer, ia adalah barang mewah di masa Bill Gates muda. Hanya sedikit orang yang bisa menggunakannya. Tahukah kita bahwa Bill Gates bisa mengakses seluruh piranti itu di masa mudanya, dengan pengalaman puluhan ribu jam sebelum akhirnya memutuskan untuk mengembangkan pirantinya sendiri, adalah karena Ayahnya seorang jutawan. Ya. Bill Gates lahir di keturunan orang kaya. Lalu apakah dengan itu kita masih menganggap Bill Gates beruntung?

Berbagai kejadian di dunia ini yang unik dan terkesan ajaib, sebenarnya bukanlah kejadian yang benar-benar luar biasa. Semuanya, jika dilacak dari kejadian-kejadian yang terhubung dan mengirinya, pada akhirnya menunjukkan kepada kita dari sifat alam itu sendiri. Kausatif. Semuanya memiliki sebab yang mendasari. Tidak ada yang ajaib di dunia ini.

Lalu pada bukunya juga, David and Goliath, Gladwell membuat kita bertambah penasaran, “mengapa hal ini bisa terjadi?”, “mengapa Daud, yang ketika itu masih menjadi bocah penggembala, dapat menaklukan Jalut yang merupakan seorang prajurit elit Palestina?”, “mengapa Daud yang hanya dengan menggunakan ketapel dapat merobohkan seorang kesatria bersenjata lengkap?” Lalu rasa penasaran itu terjawab, dan menjadi jawaban universal akan pertanyaan lain, bahwa sejatinya, tidak ada yang namanya keajaiban. Atau dapat kita katakan, semua hal memiliki sebab-sebab yang mendasarinya.

Selain pada dua buku tadi, Gadwell juga menjelaskan pada bukunya yang lain, The Tipping Point, tentang ketidakmungkinan terjadinya sesuatu yang luar biasa tanpa sebab. Dalam peristiwa Perang Revolusi Amerika Serikat, terdapat kisah mengenai Paul Revere. Ia berkendara di Massachusetts untuk memperingatkan orang-orang mengenai kedatangan pasukan inggris untuk menyerang mereka. Inilah pertama kalinya koloni amerika berhadapan langsung dengan inggris dalam pertempuran.

Pada kisahnya, diceritakan bahwa jika Paul tidak berkendara malam hari itu, Inggris akan dengan mudahnya melumat persatuan koloni itu dan bisa-bisa menghabiskan segala upaya untuk mempersatukan koloni di bawah satu panji. Kenyataannya, segera setelah diperingatkan oleh Paul, pecahlah pertempuran Lexington-Concord dan berakhir dengan kemenangan di tangan Koloni Amerika. Perang ini yang menandakan bermulanya Revolusi Amerika Serikat.

Apakah Paul “beruntung” telah membuat orang-orang bersiap? Tidak sesederhana itu. Paul, disebut oleh Gladwell, adalah seorang maven. Ia memiliki banyak sekali jejaring di berbagai pub di kawasan koloni. Teman-temannya bukan hanya orang-orang yang aktif sebagai pejuang revolusi, melainkan juga orang-orang yang juga memiliki banyak jejaring. Maka Paul seperti menjadi simpul jejaring untuk orang-orang itu.

Seperti yang kita ketahui, di zaman itu belum ada telepon, SMS, Whatsapp, ataupun LINE. Informasi hanya bisa disebarkan melalui kuda, merpati, atau media konvensional lainnya. Untuk menyebarkan informasi tentang kedatangan Inggris, Paul harus mengendarai kuda secepet kilat dan membangunkan orang-orang selama perjalanannya. Tapi, tidak hanya itu. Ia harus memberi tahu jejaringnya agar informasi ini lebih luas dan cepat tersampaikan. Jejaringnya adalah aktor kedua dibalik kesuksesan Paul menyebarkan informasi ini.

Jadi, apakah kejadian Paul Revere ini ajaib? Saya yakin kita semua sudah tahu jawabannya sekarang. Sesuatu yang ajaib tidaklah bisa dinalar oleh pikiran manusia. Tidak ada yang ajaib di dunia ini karena semuanya memiliki alasan dibalik kejadiannya.

Selain itu, Jared Diamond juga mengupas pada bukunya, Guns, Germs, & Steel, bahwa setiap peristiwa sejarah sejatinya memiliki pola yang teratur yang mengikuti segenap hukum tertentu. Sejarah manusia di bumi ini menyingkap sebuah pelajaran penting, bahwa tidak ada yang namanya kebetulan.

Manusia tidak kebetulan dapat menciptakan kapal. Orang Asia tidak kebetulan memiliki populasi lebih banyak dari orang manapun di benua lainnya. Pizzaro tidak kebetulan dapat menyerang Atahuallpa di Cajamarca. Semuanya memiliki alasan logis dibalik mengapa itu terjadi. Tidak pernah ada yang namanya kebetulan.

Karena kita pasti bertanya dalam hati, mengapa bisa orang Erasia (sebutan untuk benua Eropa dan Asia) mengembangkan teknologi yang lebih maju daripada orang Australia ataupun orang Amerika di abad 15 M? Mengapa Pizarro yang menyerang Atahuallpa di Cajamarca dan bukannya Atahuallpa yang menyerang Raja Carlos di Spanyol? Mengapa pribumi Amerika yang tidak tahan pada penyakit bawaan dari Eropa dan bukan orang Eropa yang tidak tahan pada penyakit bawaan dari Amerika?

Semua pertanyaan itu ada-atau setidaknya berusaha dicari-jawabnya. Jared menunjukkan berbagai teorinya mengenai kemungkinan mengapa hal-hal tersebut di atas bukanlah suatu kebetulan biasa. Justru, semua itu terjadi karena alasan yang sangat masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan.

Maka untuk segala kejadian di sekitar kita sekarang, harusnya kita kembali mempertanyakan di dalam hati, “benarkah semua ini hanya kebetulan?”, “benarkah semua ini terjadi begitu saja tanpa dapat dijelaskan?”.

Untuk hal-hal lain yang akan terjadi di masa depan, kita kemudian perlu meyakini bahwa semuanya akan terjadi dengan alasan dari kejadian sekarang. Kesuksesan yang kita akan alami, adalah buah dari kejadian yang kita pilih sekarang. Keberhasilan seorang mencapai suara terbanyak di suatu pemilu adalah akibat berbagai kejadian yang melatarbelakanginya sebelumnya. Tidak kebetulan.

Lalu bagaimana jika pada akhirnya seseorang gagal meraih apa yang dia inginkan? Bagaimana jika seseorang gagal memenangkan sebuah pemilihan umum? Ketahuilah bahwa sejatinya itu bukan karena mereka tidak memiliki cukup banyak “untung” pada diri mereka. Semua itu ada penyebabnya pula. Justru kegagalan itu menunjukkan pelajaran lain untuk kita, bahwa mungkin ada faktor lain yang belum kita pertimbangkan di sana.

Maka yakinlah, semua hal memiliki penyebab. Jika kita tidak tahu penyebabnya, setidaknya kita berusaha menjadi penyebab atas hadirnya suatu kebaikan, bukan keburukan. Setidaknya, semoga kita menjadi sebab atas lahirnya hal-hal bermanfaat di sekeliling kita. Bukan sebaliknya.

Jadi, bukan “untung” yang kita andalkan. Kita mengandalkan usaha kita. Kemenangan ada syaratnya. Kekalahan ada sebabnya. “Untung” hanyalah sebuah omong kosong.

--

--

Bagus Poetra
Penacava

Civil Engineer | Renewable Energy | Ordinary Science Guy | Writing, Philosophy, and Music |