Bahayaaa!!! … Masih terjadi miskonsepsi mengenai pendidikan yang merdeka

Tiara Rahma PKD
Pengajar Belajar
Published in
3 min readApr 17, 2023

Pada 11 Februari 2022 , Menteri Pendidikan,Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) ,Bapak Nadiem Anwar Makarim meluncurkan program “Kurikulum Merdeka”, yang dimana kurikulum ini memberikan kemerdekaan atau kebebasan bagi pendidikan dalam mencapai tujuan dari pembelajaran, namun tak banyak dari para pendidik yang benar-benar memahami pemaknaan mengenai pendidikan yang merdeka sehingga terjadilah miskonsepsi dan bahkan masih terdapat kesalahan dalam proses mengimplementasikannya.

“Lalu, makna pendidikan yang merdeka sendiri itu seperti apa sih?”.

sumber: https://edumasterprivat.com/ki-hajar-dewantara-dan-perjuangannya/

Untuk memaknainya hal tersebut bermula dari pemikiran Ki Hajar Dewantara, selaku bapak pendidikan .Pendidikan itu tidak sekadar mementingkan kognitif saja, tetapi juga afektif dan psikomotorik. Tidak hanya mengejar deretan angka, tetapi juga kedalaman budi. Pendidikan yang tidak berorientasi pada hasil, melainkan proses pendidikan itu sendiri. Bahkan pendidikan sekarang ini siswa lebih sibuk dengan latihan soal-soal dan guru pun sibuk menggenjot ranking siswa, ranking sekolah. Sehingga melupakan esensi pendidikan itu sendiri, imbasnya pelayanan kepada siswa pun menjadi kurang optimal . Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini mencoba untuk mengembalikan pendidikan pada khitahnya yaitu pendidikan yang memanusiakan , pendidikan yang memerdekakan. (Kusumaningrum,2022).

Dari pemikiran inilah yang menjadikan pendidikan saat ini menjadi pendidikan yang merdeka, namun maksud merdeka disini bukan berarti bebas dalam melakukan proses pembelajaran tanpa adanya perencanaan yang matang sehingga siswa sendiri tidak merasakan pengalaman dalam pembelajaran, melainkan bebas dalam menentukan ,mengelolah dan melaksanakan sesuai kebutuhan pembelajaran atau yang sekarang disebut sebagai “pembelajaran berdiferensiasi” yaitu serangkaian keputusan yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid, mulai dari konten,proses dan produk dalam belajar. Bahkan Mendikbudristek sendiri ,Bapak Nadiem memberikan kebebasan tersebut seutuhnya kepada pengelolah pendidikan dengan tetap berpegang terhadap capaian pembelajaran (CP) yang diberikan.

Namun, sangat disayangkan jika program sebagus ini malah disalah artikan karena masih terdapat guru yang belum paham sepenuhnya dalam memaknai arti pendidikan yang merdeka. Dapat ditemui jika ada beberapa guru yang masih bingung dalam mengelolah kelas dan menentukan ajaran sesuai karakteristik pembelajaran sehingga guru tersebut dalam mengelolah kelas memberikan kebebasan belajar untuk siswanya lalu guru tersebut hanya memberikan materi dan tugas untuk siswa kerjakan, sehingga proses pembelajaran terkesan monoton serta membuat siswa menjadi bosan.

“Lantas bagaimana cara agar tidak terjadi miskonsepsi akan pemaknaan pendidikan yang merdeka?”

Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengikuti workshop dan pelatihan, sehingga tenaga pendidik mendapatkan pemahaman dan pengalaman nyata . Baru-baru ini terdapat program untuk para pendidik agar lebih dapat mendalami makna dari pendidikan merdeka yaitu program pelatihan “guru penggerak” yang didalamnya terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru (Kusumaningrum,2022), misalnya :

  1. Memimpin pembelajaran

Guru harus mampu membangun lingkungan belajar yang sehat dan menyenangkan, membuat rencana-proses belajar mengajar yang berpihak pada murid serta melakukan refleksi evaluasi berkelanjutan.

2. Mengembangkan diri dan orang lain

Guru harus mengembangkan diri yang didasari kesadaran dan kemauan sendiri (self regulated learning). Tidak boleh merasa puas dengan kemampuan yang dimilikinya, terbuka terhadap perubahan dan selalu up to date. Membangun jejaring yang luas agar tidak menjadi katak dalam tempurung Berpartisipasi aktif dalam organisasi profesi, komunitas- komunitas lain untuk pengembangan karier.

3. Memimpin manajemen sekolah

Guru dapat memimpin manajemen sekolah, aktif mewujudkan visi sekolah menjadi budaya belajar yang berpihak pada murid. Apakah bisa kita mewarnai manajemen sekolah padahal kita guru biasa? Bisa saja. Sekarang ini sudah zamannya kolaboratif, dapat memimpin dan mengelola program sekolah yang berdampak pada murid. Oleh karena itu guru harus visioner, inovatif, kreatif, reflektif, dan kolaboratif. Serta memiliki kemampuan leadership dan manajerial yang bagus.

4. Memimpin pengembangan sekolah

Dengan cara melakukan evaluasi diri sekolah berbasis data dan bukti yang melibatkan warga sekolah, menentukan prioritas, dan menginisiasi program pengembangan sekolah yang kreatif inovatif. Karena perubahan yang begitu cepat sehingga mewajibkan guru untuk dapat mengikuti perkembangan zaman. Sekolah-sekolah juga harus melakukan pengembangan agar setidaknya bisa mengimbangi laju zaman.

Dengan empat kompetensi dari pelatihan guru penggerak tersebut, diharapkan para guru dapat mengimplementasikan dengan baik akan tujuan dari pembelajaran yang merdeka sehingga tidak terjadi lagi miskonsepsi ,dengan hal tersebut nantinya guru dan siswa dapat saling berkolaborasi dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta siswa mendapatkan pengalaman serta manfaat dalam pembelajaran seperti pemikiran dari Ki Hajar Dewantara yang dimana pendidikan yang memanusiakan , pendidikan yang memerdekakan, bukan pendidikan yang memaksakan.

sumber :

  1. https://www.kemdikbud.go.id/
  2. Kusumaningrum,H . 2022. Jalan Panjang Menuju Guru Penggerak . CV.Literasia Group : Surakarta.

--

--