Critical vs. Creative Thinking Skills dalam Berbagai Bidang Ilmu

Anetta Mutiara
Pengajar Belajar
Published in
10 min readMay 5, 2023

Kemajuan peradaban dapat kita saksikan seiring berjalannya waktu, bersamaan dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, hingga timbulnya berbagai permasalahan dunia yang kompleks, baik di bidang lingkungan hidup, sosial, maupun finansial. Dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai sebagai salah satu solusi untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang ada.

Sebagai keterampilan yang dibutuhkan di abad ke-21, critical thinking dan creative thinking merupakan cabang dari thinking skills yang bermanfaat untuk kemajuan berbagai bidang. Keduanya sama-sama penting bagi manusia untuk dapat bertahan hidup di tengah kompleksnya permasalahan yang ada di sekitar.

Photo by Mark Fletcher-Brown on Unsplash

Lalu, dimanakah perbedaan keduanya? Seberapa pentingkah keduanya? Apakah keduanya dapat digunakan bersamaan? Mari kita cari tahu!

Apa itu ‘Critical Thinking’?

Dilansir dari monash.edu, kata “critical” dalam Bahasa inggris memiliki arti “kritis”. Kata tersebut berasal dari kata Yunani “kritikos” yang berarti “mampu menilai/membedakan” atau “memutuskan/menghakimi”. Dalam porsi yang tepat, critical thinking akan membantu seseorang dalam merefleksikan dan menganalisis suatu keputusan untuk menyelesaikan masalah secara kritis.

Photo by Mesh on Unsplash

Sedangkan menurut https://www.australiancurriculum.edu.au/, critical thinking adalah inti dari aktivitas intelektual yang melibatkan pelajar untuk mengembangkan argumen, menggunakan bukti sebagai pendukung argumen, membuat kesimpulan dengan alasan, dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah sebagai keefektifan dan kesempurnaan belajar. Dalam melakukan critical thinking, penting untuk melatih keterbukaan, kejujuran, fleksibilitas, kegigihan, mengemukakan alasan, ketekunan, dan fokus.

Terdapat banyak versi macam-macam critical thinking skills yang bisa diterapkan di lingkungan belajar maupun di kehidupan sehari-hari. Namun pada umumnya, critical thinking skills terdiri dari:*

  1. Attributing: kemampuan mengidentifikasi ciri atau kriteria suatu konsep sebagai sebuah objek. Contoh: mengenal macam-macam makhluk hidup atau benda mati, memperhatikan kualitas dari hasil suatu karya/pekerjaan, dll.
  2. Comparing & contrasting: kemampuan membedakan dan menyamakan suatu konsep atau suatu objek berdasarkan ciri atau kriterianya. Contoh: mengetahui perbedaan dan kemiripan simpanse dan kera, membandingkan harga suatu barang di minimarket A dan B, dll.
  3. Grouping & classifying: kemampuan memisahkan dan mengelompokkan suatu objek/fenomena ke dalam kategori-kategori berdasarkan ciri atau kriterianya. Contoh: membedakan makhluk hidup vertebrata dan avertebrata, macam-macam negara maju dan berkembang, dll.
  4. Sequencing: kemampuan mengurutkan suatu objek dan informasi secara runtut berdasarkan ciri umum, karakteristik, atau kriterianya. Contoh: mengurutkan air limbah beberapa pabrik dari kadar polutan terendah hingga tertinggi, mengurutkan rekomendasi destinasi wisata berdasarkan rating tertinggi hingga terendah, dll.
  5. Prioritising: kemampuan mengurutkan suatu objek dan informasi berdasarkan urgensi atau prioritasnya. Contoh: kemampuan memanajemen waktu belajar harian dibanding ketika masa ujian, mengontrol diri dari distraksi bermain smartphone ketika belajar, dll.
  6. Analyzing: kemampuan menganalisis suatu informasi secara detail dengan memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Contoh: menguliti akar masalah yang mendukung terjadinya suatu fenomena kebakaran rumah, seperti konsleting listrik, kelalaian penggunaan api, dll.
  7. Detecting bias: kemampuan mengidentifikasi sudut pandang atau opini yang cenderung berpihak pada satu hal atau menggiring secara tidak adil. Contoh: memeriksa hasil ujian untuk mengoreksi kejanggalan sebelum dikumpulkan kepada pengawas ujian, menelusuri kebijakan sekolah yang kontraproduktif dengan visi dan misi sekolah, dll.
  8. Evaluating: membuat keputusan tentang kualitas atau nilai suatu objek berdasarkan bukti-bukti dan alasan yang valid. Contoh: melakukan introspeksi setelah melakukan suatu kesalahan untuk tidak diulangi lagi, melakukan penilaian suatu rumah makan setelah makan di sana, dll.
  9. Making Conclusion: membuat suatu pernyataan tentang hasil suatu investigasi/penelitian yang berbasis pada hipotesis. Contoh: dalam suatu percobaan memasak, seseorang menduga bahwa nasi goreng dapat menjadi gosong akibat terlalu banyak panas/kalor yang diberikan dari kompor karena api yang terlalu besar. Setelah dilakukan percobaan, ternyata hipotesis sejalan dengan hasil yang muncul, yaitu nasi goreng yang dibuat cepat gosong akibat api yang terlalu besar.

Apa itu ‘Creative Thinking’?

Menurut https://www.australiancurriculum.edu.au, creative thinking skills adalah kemampuan berpikir kreatif yang menuntut pelajar untuk belajar membuat dan menerapkan ide baru dalam konteks spesifik, melihat situasi yang ada dengan sudut pandang yang berbeda, hingga untuk dapat menjabarkan pernyataan alternatif yang berbeda dengan sebelumnya.

Photo by Firmbee.com on Unsplash

Secara umum, terdapat 10 macam creative thinking skills yang dapat diterapkan, antara lain:*

  1. Generating Ideas: Membuat atau memberi ide dalam sebuah diskusi. Contoh: penerapan kegiatan belajar di kelas dengan menggunakan model Cooperative atau Collaborative Learning, dll.
  2. Relating: Mengkorelasikan suatu situasi untuk menentukan struktur atau pola suatu hubungan. Contoh: seseorang mengamati bahwa setiap pagi setelah bangun tidur, seluruh tanah di lingkungan sekitar basah, terasa segar, dan terbentuk beberapa genangan air. Saat itu, ia menyadari bahwa semalam telah turun hujan. Menurutnya, hujan turun karena bulan ini sudah termasuk musim hujan.
  3. Making Inferences: Menggunakan pengalaman yang telah lalu atau data yang telah dikumpulkan untuk membuat kesimpulan dan menjelaskan suatu fenomena. Contoh: merangkai kata-kata dalam suatu tulisan ilmiah atau fiksi berdasarkan referensi yang dimiliki, menyampaikan ulang suatu pesan dengan kata-kata sendiri, dll.
  4. Predicting: Menyatakan suatu hasil dari situasi yang akan datang berdasarkan pengetahuan sebelumnya melalui pengalaman atau data yang telah dikumpulkan. Contoh: prediksi cuaca dapat dilakukan dengan mengamati arah angin dan kenampakan matahari/bulan, prediksi harga emas harian ditentukan berdasarkan data penjualan ritel dan indeks harga produsen dunia, dll.
  5. Making Generalisations: Membuat kesimpulan umum tentang suatu kelompok berdasarkan informasi atau observasi yang dilakukan kepada kelompok tersebut. Contoh: Pada umumnya, alat melukis yang bagus harganya mahal, sekitar Rp100.000,- ke atas. Dengan menggeneralisir seperti ini, seseorang dapat memperkirakan anggaran yang dapat dikeluarkan untuk membeli suatu alat lukis sesuai dengan kualitas yang diinginkan, dll.
  6. Visualising: Mengilustrasikan atau membentuk gambaran semu tentang suatu ide, konsep, situasi, atau bayangan di dalam otak. Contoh: ketika berlibur ke suatu pantai yang indah, seseorang terinspirasi untuk membuat lukisan pantai sesaat setelah mengamati pemandangan tersebut, dll.
  7. Synthesising: Menyatukan konsep-konsep yang terpisah untuk membentuk gambaran umum dalam bermacam bentuk seperti dalam tulisan, gambar, atau artefak. Contoh : Suatu kekerabatan tersusun atas bagian-bagian yang lebih kecil, Dimulai dari kakak-adik kandung/sambung, orangtua kandung/sambung, kakek-nenek, om-tante, kakak-adik sepupu, kakak-adik ipar, hingga buyut sampai cucu. Kekerabatan tersebut dapat digambarkan silsilahnya melalui pohon keluarga, dll.
  8. Hypotheses: Membuat pernyataan umum tentang suatu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat untuk menjelaskan suatu hal yang sedang terjadi. Pernyataan tersebut diduga benar dan dapat diujicoba untuk menguji kebenarannya. Contoh: Variabel bebas adalah objek yang diujicobakan, variabel terikat adalah objek yang diamati hasil ujicobanya. Contohnya ketika seseorang melakukan eksperimen, penulis menduga bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat karena beberapa alasan, dll.
  9. Making Analogies: Memahami suatu konsep yang abstrak atau kompleks dengan menghubungkannya dengan konsep yang lebih sederhana atau konkret yang karakteristiknya serupa. Contoh: Dalam pelajaran biologi, model organel sel dapat diibaratkan sebagai semangkuk bakso, di mana terdapat organel yang berbentuk padat diibaratkan sebagai bakso, dan vakuola berbentuk cair diibaratkan sebagai kuah bakso, dll.
  10. Inventing: Memproduksi hal baru atau mengadaptasi sesuatu yang sudah ada untuk mengatasi masalah dengan cara yang sistematik. Contoh: Suatu perusahaan media cetak mengalami penurunan keuntungan akibat menurunnya minat baca masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan media tersebut mengubah bentuk media yang diproduksi berupa media online serta menyesuaikan kontennya agar lebih sesuai dengan minat masyarakat, dll.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa pada umumnya, creative thinking skills menuntut seseorang utnuk mengkombinasikan banyak konsep untuk menjadi karya yang orisinil, menyempurnakan ide-ide untuk menemukan kemungkinan yang baru, serta mengandalkan intuisi. Produk dari usaha pemikiran kreatif dapat berupa representasi, gambaran, investigasi, pertunjukan, hasil digital, atau berupa virtual reality.

Critical vs. Creative Thinking Skills: Perbedaan dan Kesamaan.

Creative thinking dan critical thinking merupakan kemampuan berpikir yang berbeda tujuan namun keduanya saling melengkapi. Berpikir kritis melibatkan pemikiran logis, analitis, dan evaluatif untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan yang tepat. Di sisi lain, berpikir kreatif melibatkan pemikiran yang inovatif, ide-ide baru, dan kemampuan untuk berimajinasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan menarik.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diketahui bahwa masing-masing kemampuan berpikir dapat digunakan dalam saat-saat tertentu, dan seringkali seseorang akan lebih cenderung menggunakan salah satunya saja. Namun, kedua kemampuan ini dapat digunakan bersama-sama untuk menghasilkan hasil yang lebih baik. Dalam kegiatan belajar, kemampuan berpikir kritis dapat membantu kita mengevaluasi materi yang diterima serta memilih ide-ide yang paling relevan dan efisien di kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, kemampuan berpikir kreatif dapat membantu kita menemukan solusi yang tidak ketinggalan jaman namun tetap efektif untuk memecahkan masalah.

Untuk mengembangkan kedua kemampuan ini secara bersamaan, kita dapat melatih diri dalam berpikir divergen (menghasilkan banyak ide) dan konvergen (memilih ide yang terbaik). Berlatih membuat asumsi, menilai bukti, mengidentifikasi kekurangan dalam pemikiran, dan menemukan solusi alternatif dapat membantu kita mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Sedangkan, berlatih dalam berimajinasi, membuat asosiasi ide, dan mencari cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah dapat membantu kita mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

Contoh Penggunaan Thinking Skills dalam Berbagai Bidang Ilmu.

Jika kita menilik bagaimana Australian Curriculum memanfaatkan kedua thinking skills tersebut, terdapat beberapa bidang yang menuntut peserta didik untuk menggunakan salah satu atau kedua thinking skills tersebut, dan tentunya dapat diadaptasi di lingkungan belajar kita.

  1. Ilmu Sosial Humaniora: Dalam ilmu sosial, peserta didik dapat mengembangkan critical thinking maupun creative thinking skill, sejalan dengan berkembangnya pengetahuan mereka dalam mata pelajaran soshum seperti sejarah, geografi, sosiologi, PPKN, dan ekonomi. Mereka dapat mengeksplorasi dan mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan serpihan-serpihan penjelasan yang hilang tentang suatu fenomena atau isu sosial yang mereka minati dan pelajari. Critical thinking juga dapat dilatih untuk membuktikan keabsahan suatu sumber ketika memilih informasi sejarah atau dokumentasi geografis, membuat keputusan melalui sistem yang berlaku seperti demokrasi, dan membangun argumen melalui bukti. Selain itu, creative thinking bisa dibentuk ketika terdapat permasalahan yang solusinya kurang efektif sehingga membutuhkan solusi yang lebih inovatif, seperti dalam berbisnis.
  2. Kesenian: Critical dan creative thinking sama-sama berperan untuk membuat dan menanggapi karya seni. Peserta didik diminta untuk mengilustrasikan imajinasi dan idenya. Dengan mempertimbangkan media yang sesuai, peserta didik dapat menentukan pilihannya yang membawa mereka untuk mengambil resiko. Sebagai penikmat karya seni, seseorang dapat melakukan kurasi dengan menganalisis latar belakang dan tujuan yang mempengaruhi pembuatan karya seni tersebut. Dengan itu, peserta didik dapat memberikan dan menerima feedcback dari karya yang mereka buat.
  3. Sains dan Teknologi: Peserta didik dapat mengembangkan kedua thinking skills selagi mereka membayangkan, membuat, mengembangkan, dan mengevaluasi ide-ide dalam teknologi. Peserta didik dapat menduga kemungkinan, kemampuan, dan ekspektasi dalam menggunakan teknologi nantinya. Peserta didik juga dapat mempertimbangkan bagaimana informasi, data, sistem, alat, dan bahan yang ada dapat memberikan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari, serta mengevaluasinya. Dalam sains, peserta didik dapat mengajukan pertanyaan, melakukan prediksi, merencanakan dan memilah informasi yang sesuai dengan fenomena alam yang terjadi dalam lingkup ilmu alam yang luas seperti fisika, kimia, dan biologi. Creative thinking dapat mengembangkan ide-ide peserta didik yang masih awam dengan peristiwa alam yang terjadi agar pemikiran mereka lebih terbuka dan fleksibel, dan pemikiran inilah yang akan menuntun mereka untuk dapat mengembangkan pemahaman saintifik. Pemahaman konsep peserta didik dapat terus berkembang selama mereka terus menambah pengetahuan dan sudut pandang baru mereka terhadap dunia.
  4. Bahasa: Mempelajari bahasa dapat membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain dan menyampaikan ide-ide dari latar belakang dan sudut pandang yang berbeda baik dengan mendengarkan, membaca, mengamati, membuat teks dan mempraktikkan percakapan, membaca literatur, serta mendiskusikan sisi estetika atau nilai sosial dari sebuah teks. Dengan belajar memperhatikan, menghubungkan, membandingkan, dan menganalisis aspek-aspek yang ada pada bahasa lain, peserta didik belajar mengembangkan critical dan creative thinking skill untuk menyelesaikan masalah komunikasi yang terjadi.
  5. Matematika: Peserta didik dapat membangun critical dan creative thinking sambal membentuk dan mengevaluasi ide-ide, pengetahuan, kemungkinan-kemungkinan, dan menggunakannya untuk mencari solusi. Dalam memecahkan masalah matematis, peserta didik pasti dituntut untuk mencari strategi dengan berpikir kritis. Selain itu, mereka juga dituntut untuk berpikir kreatif dalam menggambarkan suatu permasalahan dalam bentuk persamaan matematis ataupun secara statistic.
  6. Praktek Lapangan: Praktek lapangan umumnya terdapat di sekolah vokasi maupun SMK, di mana peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis maupun kreatifnya dalam konteks lingkungan kerja. Kemampuan-kemampuan tersebut dikembangkan melalui penekanan critical thinking yang mendukung peserta didik untuk mempertanyakan asumsinya dan menciptakan pemahamannya sendiri untuk memahami lingkungan kerjanya sendiri. Selain itu, peserta didik dapat mengembangkan creative thinking skills melalui praktek yang menuntut kreativitas, kewirausahaan inovatif, kegiatan berbasis proyek, dll.

Bagaimana Cara Guru untuk Dapat Mengembangkan Kedua Kemampuan Ini Secara Bersamaan Agar Peserta Didik Dapat Memanfaatkannya dalam Berbagai Aspek Kehidupan?

Berdasarkan pernyataan oleh Hidayah, dkk (2015); guru dituntut memberikan pengalaman kreatif, memperkenalkan kegiatan-kegiatan baru yang terlepas dari rutinitas, menghargai inovasi, dan menghargai kekeliruan serta menunjukkan berbagai cara untuk memecahkan masalah. Namun, dalam upaya membangun pemikiran kreatif, guru harus terlebih dahulu berpikir kritis. Salah satu ciri dari berpikir kritis adalah banyak bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang difokuskan pada satu objek, secara mendalam dan komprehensif. Guru juga harus mampu menggunakan kata tanya secara tepat pada obyek yang sedang dibicarakan.

Tanpa kehadiran guru yang kritis, tidak akan menghasilkan kreativitas, dan tanpa kreativitas, maka tidak akan ada inovasi (Warsono, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya peserta didik saja yang belajar, namun guru juga harus selalu meningkatkan rasa ingin tahunya bersama dengan peserta didiknya dengan saling bertanya dan memberikan pendapat, agar seluruh pihak terus mencari jawaban atas pertanyaan yang dibuat sendiri.

Dengan menjadi pembelajar yang baik, guru mampu mendorong dan membimbing peserta didiknya menjadi pembelajar yang baik pula. Dengan kemampuan critical dan creative thinking, guru mampu membimbing peserta didik merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang tepat dan mendalam terhadap apa yang sedang diamati. Pertanyaan-pertanyaan yang tepat dan mendalam inilah yang akan melahirkan pengetahuan baru.

Oleh karena itu, guru harus kreatif dan kritis, sehingga bisa memotivasi, menstimulasi, dan sekaligus menjadi pembelajar yang hebat agar peserta didiknya unggul dalam critical dan creative thinking skills.

Referensi:

--

--