Mengenal Seluk Beluk Sains untuk menjadi Ilmuwan Masa Depan.
Pernahkah kalian bertanya-tanya, bagaimanakah para peneliti dan ilmuwan di zaman dahulu — yang peradabannya jauh lebih tradisional daripada zaman sekarang — dapat menemukan teori-teori dan hukum yang kita gunakan untuk mempelajari sains hingga saat ini?
Ketika mendengar sains, mungkin kita membayangkan pelajaran IPA di kelas yang penuh dengan rumus fisika di papan tulis, laboratorium dengan penuh zat kimia, dan semacamnya. Padahal, terdapat banyak sekali pengertian mengenai science.
Umumnya, sains dalam Bahasa Indonesia sedikit berbeda dengan “science” dalam Bahasa Inggris. Dalam kbbi.web.id, sains berarti ilmu pengetahuan pada umumnya, dan juga pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan sebagainya; Sedangkan pengertian sains dalam Bahasa inggris ‘science’ menurut Merriam-Webster Dictionary adalah sebuah sistem pengetahuan tentang kebenaran umum yang dapat diuji menggunakan metode saintifik atau metode ilmiah.
Lalu, apa itu metode saintifik?
Metode saintifik atau metode ilmiah adalah prosedur untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Pada umumnya, prosedurnya terdiri atas merumuskan masalah atau sesuatu yang ingin diselesaikan, mengumpulkan data atau informasi untuk memecahkan masalah, membuat hipotesis berdasarkan observasi atau data yang diperoleh, melakukan percobaan atau penelitian, mengolah data hasil percobaan, dan menarik kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menghasilkan teori sebagai puncak penelitian, dan masih dapat digantikan seiring berjalannya waktu (Swantara, 2015).
Oleh karena itu, metode saintifik tidak hanya berlaku pada cabang ilmu IPA saja, tetapi dapat diterapkan di ilmu pengetahuan pada umumnya, karena metode ini merupakan tahapan ilmiah ketika kita akan meneliti sesuatu. Metode saintifik telah menjadi muatan pada kurikulum sekolah menengah di Indonesia, karena metode ini penting untuk digunakan di kehidupan sehari-hari.
Ketika kita tidak sengaja melihat kursi yang ada di dalam kamar berubah posisi dengan sendirinya, apakah kita akan langsung menyimpulkan bahwa ada hantu di kamar kita? Tentunya kita harus menyelidikinya dengan mengecek apakah ada faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan posisi kursi tersebut. Berhubung kursi adalah benda padat yang tersusun atas molekul-molekul padat dan bentuknya tetap sehingga dapat dikenakan gaya, maka kita harus dapat meninjaunya dari segi sains (dalam konteks ini IPA), spesifiknya pada material klasifikasi zat, gerak dan gesekan. Jika kita menggunakan metode ilmiah untuk mencari tahu penyebabnya, maka kita tidak akan semudah itu menyimpulkan sesuatu yang tidak terlihat langsung oleh mata kita saat itu. Itulah yang dinamakan fakta, yaitu sesuatu yang dapat kita amati menggunakan alat indera kita, didukung dengan serangkaian keterampilan proses dan keterampilan berpikir sains.
Itulah mengapa, ada yang dinamakan dengan science as a body of knowledge. Sains dapat dipandang sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang terus tumbuh, tidak statis. Sains sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada batang tubuh berbagai konsep sains yang sangat luas. Sains dipertimbangkan sebagai akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman dahulu sampai penemuan pengetahuan yang baru (Widowati, A. (2008).
Science as a body of knowledge terdiri atas:
1. Fakta : yaitu sesuatu yang dapat diindera oleh manusias sebagai pondasi untuk membentuk badan pengetahuan lainnya.
2. Konsep : yaitu suatu fakta yang memiliki makna, dan bersifat abstrak.
3. Prinsip : yaitu generalisasi dari konsep, namun cakupannya terbatas.
4. Model : adalah gambaran/bangunan yang digunakan untuk menjelaskan ide yang abstrak. Bisa juga sebagai bentuk sederhana dari suatu system.
5. Teori : penjelasan yang relatif lebih luas, detail, dan memberikan prediksi yang dapat diuji. Biasanya, hasilnya memiliki probabilitas ketepatan yang tinggi, dan bersifat tentatif sampai ada pembuktian kembali.
6. Hukum : Pernyataan singkat dan bersifat umum. Ditetapkan berdasarkan bukti yang ada dan memerlukan kondisi tertentu untuk dapat memprediksi hasil.
Hukum adalah bagian dari fakta yang terindra, contohnya seperti hukum newton dalam IPA yang menjadi persimbolan benda yang berubah posisi akibat gaya yang diberikan. Kemudian teori dibuat untuk menjelaskan hukum, misalnya hukum pada peristiwa benda yang berubah posisi tersebut bisa termasuk dalam teori gravitasi yang dibuat oleh Isaac Newton. Isaac Newton sendiri menemukan hukum dan teori tersebut karena ia mengamati buah apel yang jatuh dari atas pohon.
Seandainya Newton tidak meneliti dan menemukan hukum dan teori gravitasi, apakah benda yang berada pada ketinggian akan tetap dapat terjatuh? Tentu saja iya. Itulah yang membedakan antara fakta dan teori, di mana fakta akan selalu ada selama kita memiliki mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, kulit untuk meraba, lidah untuk mengecap, dan hidung untuk mencium.
Makanya, sains (IPA) adalah ilmu pasti (dalam Bahasa inggris “exact”) karena fakta akan selalu ada, sehingga disebut dengan ilmu eksakta karena ada sesuatu yang bisa diukur dengan hitungan dan diindera. Menurut Merriam-Webster Dictionary, ilmu eksakta (exact science) adalah cabang-cabang science yang dapat menjelaskan hukum-hukum alam secara kuantitatif dengan tepat dan akurat. Perwujudan ilmu eksakta ini kemudian menjurus kepada matematika dan IPA serta terapannya, seperti teknik, komputer, farmakologi, astronomi, dll.
Teori sendiri ada karena hipotesis, hipotesis ada karena ada suatu masalah atau hal yang bisa diteliti berdasarkan observasi melalui indera tadi. Hal ini juga berlaku pada ilmu non-eksakta, seperti sejarah, sosiologi, psikologi, dan disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan cara kerja manusia. Keduanya sama-sama diteliti menggunakan metode ilmiah, namun ilmu eksakta tentu lebih punya lebih banyak kepastian dan probabilitas informasi dibandingkan dengan ilmu non-eksakta yang tidak bisa diukur langsung secara kuantitatif.
Pada umumnya, kita semua bisa menemukan fakta dari hasil observasi, kemudian mendeskripsikannya dalam bentuk konsep, yang nantinya dapat dibangun menjadi prinsip, dan dapat dijadikan model sebagai visualisasinya. Batang tubuh ilmu pengetahuan ini telah kita bangun sejak sekolah, mulai dari kegiatan membaca, mengamati sekitar, melakukan presentasi, dan membuat suatu karya untuk memperjelas konsep yang kita miliki kepada teman-teman dan guru.
Pertanyaannya, apakah kita bisa meneruskan jejak para ilmuwan dengan menghasilkan teori-teori dan hukum yang terbaru?
Jawabannya, tentu saja bisa. Semua orang memiliki potensi untuk menjadi ahli di bidangnya masing-masing dengan memperdalam ilmu yang kita miliki. Namun, jika kita ingin menyempurnakan teori atau hukum yang pernah ada, kita juga harus punya probabilitas yg lebih baik dari sebelumnya, dari hasil observasi yang kita lakukan kita dapat menciptakan kesimpulan yang baru, sehingga kita bisa melengkapi — bahkan hingga meruntuhkan teori dan hukum yang telah dibuat oleh ilmuwan-ilmuwan atau saintis yang ada di zaman sebelumnya. Sama seperti ketika kita memiliki keresahan atas pendapat seseorang ataupun sesuatu yang terjadi di lingkungan setempat, maka kita harus bisa berorientasi kepada solusi, memberikan masukan yang dapat diaplikasikan, dan memberikan kesimpulan yang dapat menggantikan teori dan hukum-hukum yang berlaku saat ini.
Oleh karena itu, untuk dapat menyimpulkan suatu hal yang sifatnya ilmiah, kita harus mampu membedakan antara fakta dan teori, teori dengan hukum, dan tidak saling membenturkannya karena memang masih berkaitan. Tentunya, ini semua berasal dari rasa ingin tahu dan motivasi untuk memecahkan masalah. Bagi para penuntut ilmu seperti kita, kita harus menyalurkan keingintahuan tersebut dengan cara yang tepat, agar mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Kita harus mulai bangkit untuk berkontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan sebagai tanggung jawab kita bersama, baik ilmu eksakta maupun non-eksakta.
Dengan mengetahui tentang kepastian ilmu pengetahuan dan memahami batang tubuh ilmu pengetahuan, kita berharap Indonesia dapat melahirkan ilmuwan-ilmuwan baru yang menerapkan metode ilmiah dalam menjawab keingintahuannya, baik untuk diri sendiri maupun dalam memecahkan masalah bersama.
Referensi :
Catatan mata kuliah Strategi dan Manajemen Pembelajaran IPA semester 4, Kelas Pendidikan IPA D 2018 UNY Tahun Akademik 2019/2020. Dosen pengampu: Prof. Dr. Insih Wilujeng, M.Pd.
Swantara, I Made Dira. 2015. Filsafat Ilmu. Denpasar: Universitas Udayana. Diakses melalui https://simdos.unud.ac.id/ pada hari Jumat, 10 Maret 2023 pukul 13.00 WIB.
Widowati, A. 2008. Diktat Pendidikan Sains. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses melalui http://staff.uny.ac.id/ pada hari Jumat, 10 Maret 2023 pukul 13.00 WIB.
https://kbbi.web.id/sains. Diakses pada hari Jumat, 10 Maret 2023 pukul 12.00 WIB.