Strategi Belajar Yang Tepat Di Abad Ke-21

Wildan Abdul Kadir
Pengajar Belajar
Published in
8 min readFeb 7, 2023

Halo sahabat teman pengajar bagaimana kabarnya semoga baik — baik saja. Disini penulis mau sedikit sharing tentang Strategi Belajar yang Tepat Di Abad Ke-21. Apa yang terlintas di dalam pikiran sahabat pengajar ketika mendengar pembelajaran abad ke-21? Mungkin serentak akan menjawab, pembelajaran yang menekankan kreativitas dalam melakukan pembelajaran di kelas dan juga pembelajaran yang berfokus pada peserta didik guna untuk mengembangkan daya kritis dan kreativitas siswa. Jawaban diatas memang betul, tetapi fokus pembahasan pada artikel ini bukan berfokus kepada pembelajaran peserta didik di abad ke 21, melainkan berfokus kepada bagaimana cara yang tepat untuk kita sebagai pengajar untuk belajar di abad ke-21 ini. Karena pengajar yang baik adalah pengajar yang selalu belajar dan mengikuti perkembangan zaman.

Penulis menulis tema ini terinspirasi dari suatu artikel yang pernah penulis baca, judul artikel tersebut yaitu Tepat dalam Belajar Pada Abad ke-21 karya Hani Eka Sari Putri, di dalam artikelnya tertulis ungkapan dari seorang futurolog (ilmuan yang mempelajari sesuatu untuk memprediksi masa depan) asal Amerika yang bernama Alvin Toffler ia menyebutkan :

The illiterate of the 21st century, will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn.”

Ungkapan tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti :

“Orang — orang yang gagap literasi di abad ke-21 ini bukan mereka yang tidak bisa baca tulis, melainkan mereka yang tidak mempunyai kemampuan untuk belajar, melupakan pembelajaran, dan kembali belajar.”

Foto Alvin Toffler (duniatempo.co)

Dari ungkapan diatas jika kita hayati bersama lalu kita korelasikan dengan kondisi saat ini, sangatlah relevan. Karena di abad ke-21 ini segala informasi bisa diakses dengan mudah hanya dengan melalui telepon genggam saja. Hal ini terbukti oleh hasil penelitian dari International Telecommunication Union (ITU) yang meneliti tentang seberapa banyak orang yang sudah mengakses internet sebesar 4,9 miliar orang.

Jika kita lihat dari data tersebut, rasanya hampir setengah populasi manusia yang ada di dunia itu sudah mengenal dan mengakses internet secara bebas. Sehingga dengan kemudahan mencari informasi apapun di internet, maka sudah seharusnya kegiatan belajar bisa dlakukan dengan kebih baik dan sesuai dengan perkembangan zaman. Maka dari itu, ungakapan dari Alvin Toffler sangat relevan dengan kondisi saat ini, yang mana standar untuk orang yang gagap literasi di abad 21 ini, bukan orang yang tidak bisa baca tulis, melainkan orang yang tidak memiliki kemampuan belajar yang tepat.

Kemampuan belajar yang tepat diperlukan bagi setiap orang untuk bisa menjawab permasalahan — permasalahan baru yang ada di abad ini. Jika kita belum memiliki kemampuan belajar yang tepat atau bahkan tidak mengetahui apa itu kemampuan belajar yang tepat, maka secara tidak sadar kita termasuk kepada golongan orang yang “gagap literasi di abad ke-21”. Sehingga timbullah pertanyaan, bagaimanakah kemampuan belajar yang baik yang diperlukan oleh seseorang untuk mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan kondisi saat ini?

Hakikat Belajar

Menurut KBBI, belajar berarti berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Belajar hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individiu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu (Rusman 1:2010). Adapun bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.

Sebenarnya belajar secara alamiah selalu dilakukan oleh manusia sebagai makhluk yang berakal budi. Dalam buku Developmental Psychology 1980 yang dikutip oleh Hani Eka Sari di dalam artikelnya, sebenarnya belajar itu sudah dimulai sejak anak — anak secara bertahap hingga remaja, kemudian dewasa sebagai puncak, dan akan menurun dengan usia yang semakin tua. Belajar pada tahap pertumbuhan manusia ini ditujukan untuk mengenal realitas yang baru, mempelajari keahlian yang baru, ataupun memenuhi kebutuhan informasi maupun keingintahuan yang selalu muncul.

Langkah — Langkah Learn, Unlearn, dan Relearn

Dari penjelasan diatas, hal itu menunjukan bahwa belajar atau learn mempunyai makna yang lebih luas dari sekedar membaca dan menulis saja. Melainkan, belajar juga merupakan usaha aktif seseorang yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas diri hingga bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi. Di dalam hidupnya, manusia pasti melewati proses belajar, baik itu mempelajari hal yang sederhana hingga hal yang paling rumit sekalipun. Terlepas itu belajar dengan cara alamiah maupun ilmiah, haruslah tidak berhenti hanya pada taraf mengetahui dan memahami saja, melainkan bagaimana caranya untuk menerapkan dan menggunakan ilmu yang diperoleh. Ilmu itu jika kita ibaratkan seperti sebuah peralatan, jika kita ingin makan maka menggunakan sendok & garpu, jika kita ingin minum maka menggunakan sendok, bukannya jika kita ingin makan alatnya gelas, dan jika kita ingin minum alatnya sendok. Jadi maksudnya ialah setiap perilaku yang kita lakukan sesuai dengan kaidah — kaidah ilmu pengetahuan yang ada dan ada pendasarannya, tidak hanya mengikuti kebiasaan ataupun tren yang ada.

Apalagi pada abad ke 21 ini, era disrupsi dengan arus informasi dan teknologi mengalami perubahan yang sangat cepat. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Alvin Toffler dalam ungkapannya yang lain bahwasannya dunia di masa depan akan selalu mengalami perubahan yang sangat signifikan, dan mustahil rasanya jika dunia mengalami perubahan yang stagnan. Maka dari itu para pembelajar dan pengajar dituntut untuk senantiasa mempelajari hal baru yang belum diketahui sebelumnya ataupun masih ada keraguan di dalamnya. Untuk menanggapi hal ini, seseorang harus memiliki keingintahuan dan kemauan untuk belajar yang tinggi. Sikap ini harus terus dibangun dan dimiliki oleh seseorang agar seseorang tersebut memiliki ketahanan dalam mempelajari realitas baru dan mengerti apa saja yang sedang terjadi saat ini.

Untuk bisa mengiringi perkembangan zaman di abad ke-21 ini, tidak hanya berhenti pada tahap belajar saja. Melainkan setiap orang yang belajar ditantang untuk bisa melupakan pengetahuan sebelumnya atau bisa kita sebut dengan unlearn. Unlearn yang dimaksudkan bukan melupakan begitu saja atas apa saja yang telah kita pelajari, melainkan ditujukan untuk mengembangkan, berinovasi, atau menemukan solusi yang baru atas permasalahan yang baru juga. Hal ini juga bisa ditujukan untuk menemukan suatu konsep ilmu pengetahuan agar jelas, benar atau salahnya, baik atau buruknya secara objektif. Hal ini sangat relevan, karena sebuah ilmu pengetahuan yang muncul pada penelitian terdahulu tentunya memiliki latar belakang kenapa penelitian itu dilakukan. Sehingga sudah dipastikan hasil penelitian tersebut dipengaruhi oleh tujuan peneliti, kepentingan tertentu, metode yang digunakan, dan juga teknologi yang digunakan pada masa penelitian itu berlangsung.

Dalam unlearn mengharuskan seseorang memiiki sikap yang terbuka, dan tidak terpaku pada teori atau ilmuan tertentu. Unlearn menuntut seseorang untuk bersikap objektif sesuai dengan realitas yang dipelajari, dan tentunya tidak mengada — ada, atau mungkin bahkan memaksakan sesuatu untuk sesuai dengan apa teori/konsep yang kita mau. Unlearn menekankan untuk belajar seolah — olah hal yang dipelajari adalah hal yang belum pernah diketahui sebelumnya. Sehingga unlearn ini memungkinkan untuk memunculkan hasil belajar yang lebih berkembang ataupun berbeda dari pengetahuan sebelumnya. Selain itu, unlearn juga memungkinkan kita untuk memodifikasi teori ataupun konsep yang kita pelajari sebelumnya, sehingga teori ataupun konsep yang pernah kita pelajari itu bisa relevan dengan zaman yang sedang kita alami.

Maka dari itu, tidak heran jika terdapat satu langkah lagi dalam strategi belajar yang tepat di abad ke-21 ini yaitu : relearn atau kembali belajar agar mendapatkan hasil belajar yang baru. Hasil belajar ini bisa berupa metode yang baru, inovasi yang baru, ide yang baru, pemecahan permasalahan yang lebih solutif daripada pemecahan permasalahan yang sebelumnya, dan sebagainya. Kemungkinan ada variabel yang baru dari suatu fakta yang belum kita pahami sebelumnya, karena memang realitasnya yang benar — benar baru, ataupun karena metode dan teknologi yang belum memadai. Sehingga seseorang dituntut untuk mempelajari kembali suatu teori atau konsep yang pernah ia pelajari dan sudah seharusnya seseorang tersebut lebih peka akan realitas yang sedang dihadapinya dengan kreatif dan solutif. Dengan begitu pengetahuan seseorang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang ada, khususnya di era sekarang di era disrupsi abad ke-21.

Learn, unlearn, dan relearn merupakan suatu strategi yang ditawarkan kepada para teman pengajar sekalian agar bisa menjadi solusi/jawaban untuk belajar yang tepat di abad ke-21 ini. Secara sekilas mungkin mirip dengan prinsip — prinsip penelitian yang mengharuskan untuk mempelajari hal yang baru dan mengasilkan sesuatu yang baru. Hal ini pun secara alamiah, cara belajar ini sesuai dengan sifat — sifat dasar manusia sebagai makhluk yang berakal budi yang selalu ingin tahu dan tertantang untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Semakin kompleks permasalahan yang dihadapi, maka akan membuat manusia semakin cerdas juga, karena manusia dituntut untuk selalu berpikir dan menemukan solusi dan inovasi yang tepat agar bisa menyelesaikan masalah tersebut dan juga agar bisa bertahan di zaman yang terus berubah seperti abad ke-21 ini.

Implementasi Konsep Learn, Unlearn, dan Relearn

Sebagai pengajar abad ke-21 tentunya kita semua harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada, agar cara mengajar kita senantiasa berkembang dan tentunya tidak stagnan. Maka dari itu, perlu rasanya kita semua untuk mempelajari dan menguasai konsep learn, unlearn dan relearn ini, agar kita semua bisa lebih bervariatif cara mengajarnya. Maka dari itu disini penulis ingin memberikan satu contoh bagaiamana caranya untuk mengimplementasikan konsep ini.

Sebagai contoh permasalahan yaitu ketika kita ingin memulai sebuah pembelajaran sudah pasti kita menyiapkan banyak hal, salah satunya yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dalam menyusunnya teman — teman pengajar pastinya belajar atau learn bagaimana cara penyusunan RPP yang baik dan benar, dari identitas mata pelajaran hingga ke media pembelajaran. Setelah menyusun RPP, teman pengajar sudah pasti langsung memulai pembelajarannya di kelas ke esokan harinya. Namun disaat teman pengajar melakukan pembelajaran di kelas, terkadang antara kondisi di lapangan dengan RPP yang telah kita buat itu berbeda, maka dari itu kita cepat mengambil tindakan dengan cara kita melupakan atau unlearn dari RPP yang kita buat. Namun, langkah dalam melupakan RPP ini bukan serta merta kita melupakan seluruh komponen dari RPP tersebut, melainkan kita melupakan beberapa metode ataupun media pembelajaran yang kurang cocok dengan kondisi yang kita alami disaat melakukan pembelajarn. Maka dari itu hal ini kita harus mempelajari kembali atau relearn kondisi dari teman siswa yang kita ajarkan di kelas. Apakah teman siswa tersebut merasa bosan ketika kita ajarkan? Atau mungkin saja ia sudah kehilangan fokus akibat pembelajarannya sudah menginjak di jam — jam rawan seperti jam 12 siang? Setelah berhasil mempelajari kembali kondisi dari teman siswa yang kita ajarkan di kelas, barulah kita mendapatkan solusi yang terbarukan untuk menyelesaikan permasalahan — permasalahan yang baru.

Penulis pernah megutip ungakapan dari dosen penulis yang bernama ibu Dr. Neneng Sulastri, S.Pd,. M.Pd.I,. Ph.D beliau mengungkapkan bahwasannya tidak ada rencana pelaksanaan pembelajaran yang sempurna jika tidak disesuaikan dengan kondisi, dan psikologi siswa dikelas. Karena kita sebagai seorang pengajar haruslah menyesuaikan kondisi sesuai dengan kondisi siswa kita dikelas.

Maka dari itu sangat penting rasanya teman — teman pengajar semua mempelajari konsep Learn, Unlearn, dan Relearn, untuk memperkaya khazanah pengetahuan kita dalam mengajar, dan juga untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman seperti di abad ke-21 ini.

Semoga apa yang penulis sampaikan diatas bisa menjadi manfaat bagi penulis sendiri khususnya, umumnya untuk kita semua para pengajar hebat yang siap dalam menghadapi era disrupsi seperti sekarang ini. PENGAJAR YANG HEBAT ADALAH PENGAJAR YANG BELAJAR!!! Sampai jumpa dilain artikel.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2019. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Rusman. (2010). Model — Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Depok : PT Rajagrafindo Persada.

Hani. (2022). Tepat dalam belajar pada abad ke-21. Buletin Ulul Albab Yayasan Al Kahfi, Tahun VIII Edisi 15, Bulan Agustus 2022.

Aulia. (2023). Tren Pengguna Internet Dunia Terus Meningkat, Bagaimana RI? Diakses pada tanggal 01 February 2023 pukul 20.00 WIB, From https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230112114124-37-404935/tren-pengguna-internet-dunia-terus-meningkat-bagaimana-ri#:~:text=Statistik%20Jumlah%20Pengguna%20Internet%20Dunia&text=Pada%202021,%20ITU%20mencatat%20jumlah,sebesar%204,9%20miliar%20orang.

Baroya, E. H. (2018). Strategi pembelajaran abad 21. As-Salam: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, 1(1), 101–115. http://journal.stai-yamisa.ac.id/index.php/assalam/article/download/28/19

Prasetyo, Indra (2022). Learn, Unlearn, Relearn: 21st Century Learning. Diakses tanggal 06 February 2023, pukul 21.00 WIB. From https://indraprasetyo.com/learn-unlearn-relearn/

--

--