Member-only story
Tiara Merdika
Kalau Hidup adalah Garis Lurus, Maka Saya Jelas Bukan Pengikutnya
Nama saya Tiara Merdika. Kenapa “Merdika”? Saya juga tidak tahu pasti. Barangkali orang tua saya sedang sangat patriotik saat saya lahir di bulan Agustus, atau mungkin mereka ingin saya tumbuh menjadi seseorang yang bebas merdeka dalam memilih jalan hidup. Well, kalau itu tujuannya, tampaknya cukup berhasil — hidup saya melompat-lompat seperti anak kecil yang baru pertama kali main hopscotch.
Saya memulai perjalanan akademik di Kampus Biru, Malang. Kampus ini terkenal dengan cerita horor hantu muka rata yang bersemayam di sekitar perpustakaan dan gedung rektorat. Tapi lebih menyeramkan lagi saat saya tahu bahwa jurusan yang saya ambil — pendidikan — baru saja didirikan. Pengalaman yang bisa dibilang unik — masuk ke lingkungan yang lebih dulu dikenal sebagai rumah bagi jurusan-jurusan murni.
Setelah lulus, saya bekerja sebagai editor di penerbit indie. Pekerjaan ini memperkenalkan saya pada dua hal: tenggat waktu yang tak kenal ampun dan naskah yang kadang lebih butuh mukjizat daripada sekadar editing.
Tak lama dari itu, saya resign dan memilih menjadi guru. Dua tahun mengajar di sekolah memberi saya pengalaman luar biasa — juga butuh kesabaran setebal kamus KBBI. Tapi jiwa akademik saya masih gelisah. Saya kembali kuliah, kali ini di…