Wacana Anti-Komunisme dalam Pulang

Suhai(ri) Ahmad
Penulis Muda
Published in
4 min readJul 5, 2024
dokumentasi pribadi

Kisah seorang eksil 1965 selalu saja menarik diperbincangkan oleh siapa pun, termasuk generasi kiwari yang sudah berjarak puluhan tahun dengan generasi tersebut.

Kisah eksil dalam Pulang berhasil merangkum berbagai hal, baik secara personal maupun kelompok, tentang mereka-mereka yang tertolak kembali ke Indonesia karena dianggap terlibat sebagai aktivis PKI maupun underbow-nya.

Dimas Suryo, Nugroho, Tjai, dan Risjaf adalah generasi 1965 yang ikut tersapu sebagai eksil saat huru-hara paling berdarah dalam sejarah Indonesia modern.

Dengan segala tekad yang masih kuat, mereka pun terdampar di Paris, Prancis yang memungkinkan memberikan suaka kepada mereka berempat. Saat itu menjelang Mei 1968 saat kota Paris sedang membara atas sebuah perubahan besar di seantero Prancis.

Pulang terdiri dari tiga tokoh utama yang menjadi susunan bab: Dimas Suryo, Lintang Utara, dan Segara Alam.

Selain mereka bertiga, ada empat narator lain sebagai juru kisah: Bimo Nugroho, Vivienne Deveraux, dan Hartanto Prawiro yang hanya seuprit di bagian awal serta narator orang ketiga serba tahu.

Dimas Suryo dan kawan-kawannya korban tak langsung karena kantor Berita Nusantara yang menjadi tempat kerja mereka dianggap sebagai bagian dari partai tertuduh dan mesti disapu bersih.

Sepanjang cerita dengan tebal 464 halaman ini, kita takkan menemukan alasan apa pun mengapa Hartano ditangkap dan kemudian diadili selain karena menjadi pekerja media di tempatnya bekerja.

Walaupun bekerja di kantor berita yang dituding berafliasi dengan PKI, Dimas hadir sebagai seorang individu netral yang memilih untuk tidak berideologi. Selain bisa bekerja di kantor berita tersebut, ia juga akrab dengan Amir yang bekerja di kantor berita berafiliasi Masyumi.

Selain itu, seperti yang diungkapkan Dea Anugrah dalam esainya tentang novel ini, narator tampil seragam saat membicarakan komunisme. Semua tokoh dan narator nyaris menyatakan bahwa komunisme gagal dan tidak ada satu pun negara yang mengadopsinya.

Padahal, Dimas Suryo pernah bertandang ke Kuba sebagai salah satu negara komunis-sosialis di Amerika Selatan dan juga China yang hadir dengan partai komunis tunggal.

Selain itu, Lintang yang kuliah di Sorbonne apakah tidak terpapar dengan ide-ide Mazhab Frankfurt yang pada era-era dalam buku ini menjadi salah satu kelompok pemikir paling progresif untuk menelaah ulang pemikiran Marx?

Bahkan, Herbert Mercuse menjadi inspirasi bagi gerakan kiri baru pada saat demonstrasi di Paris meletus pada 1968. Apakah hal semacam ini tidak ada sisa-sisanya di benak Lintang, Vivienne sebagai mantan aktivis kala itu, atau pembimbing skripsi Lintang yang hanya muncul sedikit?

Yang jelas, bagi semua tokoh, komunisme sudah tidak relevan. Apalagi bagi generasi Lintang dan Alam yang sudah melewati fase saat Uni Soviet runtuh pada Desember 1991 atau saat Alam berusia 26 tahun dan Lintang yang masih sangat remaja.

Dapat dipastikan hal inilah yang membentuk alam pikiran Lintang dan Alam serta teman-temannya. Suatu hal yang barangkali menjadi justifikasi banyak orang atas kegagalan komunisme tanpa kritik.

Pulang juga menggambarkan bagaimana dua generasi dalam sebuah keluarga dan persahabatan saling mempengaruhi satu sama lain.

Dimas Suryo yang takkan pernah bisa lepas dari bayangan Surti, terus menghidupkan imajinasinya sebagai seorang terkasih yang takkan pernah sampai. Cinta di antara mereka bersatu dalam imajinasi, tetapi memilih tetap hidup dalam kenyataannya masing-masing. Sebuah cinta platonik.

Selain itu, saya juga setuju, sebagai Dea juga menyebut bahwa Dimas dan Vivienne adalah cinta yang indah. Sementara itu, cinta Dimas dan Alam tampak picisan dan sange. Keduanya sama-sama sange dan masih sempat-sempatnya melepas hasrat birahi saat bersembunyi di tengah huru-hara.

Apakah cerita semacam ini menggambarkan anak zaman saat itu? Yang digerakkan oleh hormon dan birahi, mulai dari panggung podium hingga di bilik kamar.

Gambaran sosok Alam sebagai seorang aktivis cool, aktif di podium, dan juga di ranjang bersama banyak perempuan bukan cerita baru. Saat itu, istilah consent atau persetujuan saat ingin melakukan aktivitas seksual belum dikenal dan bahkan belum ada istilah kekerasan seksual.

Jika permainan cinta dua minggu yang dilakukan Alam dengan banyak perempuan seperti Rianti bisa dikategorikan sebagai kekerasan seksual? Aha, di dalam novel ini tidak tergambar jelas apa yang dilakukan Alam kepada Rianti. Namun, lelaki sange macam Alam mustahil sekadar meng-ghosting atau meninggalkan perempuan itu tanpa kabar.

Selain itu, karena hadir dalam beberapa narator, tokoh-tokoh dalam novel ini pun punya potensi dilanjutkan sebagaimana Alam yang sudah terbit dengan Namaku Alam.

Novel ini punya dua persoalan sekaligus. Pertama, soal suara representasi yang condong berat sebelah. Orang-orang komunis di novel ini ditampilkan sebagai orang jahat dan pembawa sial. Bahkan, melalui narator Dimas, Hartanto Prawiro tampil sebagai pembawa malapetaka bagi dirinya dan juga bagi istri beserta keluarganya.

Selain itu, kedua, setelah membaca habis novel ini dan membaca berbagai ulasan yang cukup keberatan, banyak yang menyatakan bahwa buku ini menampilkan tokoh-tokoh mesum seperti Dimas dan Alam. Saya mengira, penulis buku ini besar dan tumbuh di masa Orde Baru dengan persebaran stensilan cerita-cerita dewasa seperti Enny Errow atau Freddy S disebar di mana-mana. Selain itu, budaya hypies yang juga menyebar di Indonesia, khususnya Jakarta dengan semangat egaliter dan kebebasan.

Walaupun begitu, novel yang hadir dengan semangat anti-komunisme ini renyah dibaca meski harus didampingi bacaan atau literatur yang cukup kritis mengupasnya.

Bacaan lanjutan:

  1. https://indoprogress.com/2013/02/beberapa-catatan-untuk-pulang/
  2. PKI Stroganoff: Novel Pulang Leila Chudori dalam Sastra dan Sejarah Indonesia: Tiga Belas Karangan karya Henr Chambert-Loir terbitan KPG, 2018

--

--

Suhai(ri) Ahmad
Penulis Muda

Pekerja Teks Komersial | Editor and Layout Freelance| Tukang bikin Indeks buku | Booklover | Traveler |