Menindak Tegas Pelaku Pelecehan: Bagaimana Keterlibatan Laki-Laki dalam Penghapusan Kekerasan?

Perihal Perempuan
Perihal Perempuan
Published in
3 min readApr 18, 2023
Image by Freepik

Menolak lupa dengan apa yang viral di Twitter Juni 2021 lalu, salah seorang pengguna dengan nama @quuwenjojo bercerita bahwa ia telah alami pelecehan seksual oleh Gofar Hilman pada sebuah acara 2018 silam di Malang, Jawa Timur.

Berkat keberanian sang korban untuk speak up, membuat kasus pelecehan serta kekerasan seksual-nya menyita perhatian. Hingga kini, pengaduan kolektif berupa seruan aliansi korban Gofar Hilman terus bergulir, utamanya melalui Twitter untuk terus menagih sebuah pertanggungjawaban sang publik figur.

Mirisnya, itu bukanlah kejadian pertama dan terakhir. Pada bulan April 2023, drummer dari band .Feast mengaku bahwa ia melakukan kekerasan seksual melalui akun Instagramnya. Meskipun .Feast sendiri sudah memberi klarifikasi dan bertindak cepat dalam menonaktifkan anggota tersebut, pesan klarifikasi dari .Feast masih sarat dengan kata-kata yang mereduksi peristiwa kekerasan seksual menjadi hanya ‘tindakan yang merugikan dan menyakiti pihak lain’.

Bukannya jera, malah makin menggila. Apalagi, dalam beberapa bulan terakhir ini kita mendengar banyak sekali kasus kekerasan seksual yang terjadi, baik di lingkungan kampus, lingkungan keagamaan, bahkan di lingkungan profesional. Masih segar di ingatan kita tentang kasus pelecehan seksual dan perundungan yang dialami oleh salah satu staf dari Komisi Penyiaran Indonesia yang sampai sekarang belum terlihat ujungnya.

Dengan deretan kasus-kasus tersebut, kita bisa melihat bahwa kekerasan seksual bisa saja terjadi pada siapapun, baik kepada perempuan maupun laki-laki. Namun, harus diakui bahwa catatan angka kekerasan yang terjadi pada perempuan lebih tinggi, dan lagi-lagi tudingan pelaku selalu mengarah pada laki-laki. Lalu, pertanyaannya, apakah mungkin laki-laki mengambil peran aktif dalam pergerakan penghapusan berbagai kekerasan atau minimal mengurangi jumlah laki-laki sebagai pelaku kekerasan?

Relasi Kuasa Bukanlah Sesuatu yang Spesial

Photo by Anete Lusina

Peran laki-laki dan perempuan sama penting dalam mewujudkan kesetaraan jender dan mengatasi berbagai persoalan, terutama dalam mencegah dan menghapus kekerasan berbasis gender.

Bahkan, peran laki-laki dalam penghapusan kekerasan berbasis gender dan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender sangat penting, karena hingga kini laki-laki menduduki posisi strategis di berbagai tingkat serta memiliki kontrol atas sumber daya yang diperlukan perempuan untuk mendapatkan keadilan.

Sayangnya, pendekatan pelibatan laki-laki memiliki beberapa risiko. Malah, ada kekhawatiran, jika hal tersebut tidak diterapkan secara tepat, justru gerakan-gerakan ini akan berpotensi memperlemah upaya pemberdayaan perempuan sehingga laki-laki menjadikan ini sebagai pintu masuk untuk kembali menancapkan dominasinya dalam ruang politik perempuan

Oleh karena itu, pendekatan pelibatan laki-laki harus dipandu oleh prinsip-prinsip yang akan memastikan pendekatan tersebut diterapkan dalam rangka menciptakan kesetaraan gender yang hakiki.

Mengutip buku Good Boys Doing Feminism yang ditulis oleh Nur Hasyim bahwa bagi perempuan, memperjuangkan keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah masalah hidup dan mati. Sedangkan bagi laki-laki, memperjuangkan keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah pilihan. Laki-laki dapat memilih pilihan lain termasuk kembali menikmati privilese dan kekuasaan yang diberikan patriarki kepada mereka.

Apabila memilih meninggalkan privilese mereka, maka relasi kuasa ini harus dibuat jadi lebih seimbang dengan memberi tempat kepada perempuan untuk menduduki posisi-posisi pengambil kebijakan. Para laki-laki juga harus mau diajak membangun relasi yang setara dalam keluarga dan berbagi peran dalam pekerjaan rumah tangga hingga belajar untuk mengelola stres dan rasa marah. Ketimpangan relasi kuasa sering ditunjuk menjadi salah satu penyebab kondisi kekerasan seksual terjadi: Laki-laki sering memanfaatkan kedudukannya untuk menjadi alat penekan kepada perempuan dan kelompok minoritas yang ada di lingkungan sekitarnya.

Sebuah Pesan Agar Tak Ada Korban Berjatuhan

Saat artikel ini ditulis, budaya Indonesia masih sarat dengan nilai-nilai patriarkal yang menyulitkan korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan. Namun dengan kesadarannya, laki-laki yang memegang posisi tertinggi di masyarakat patriarkis bisa sangat berperan untuk mengurangi angka kekerasan seksual tersebut. Keseriusan dari pihak pemerintah dan aparat juga sangat diperlukan untuk mencegah adanya kasus-kasus baru yang bermunculan. Tanpa keterlibatan dan kerja sama semua lapisan masyarakat, kesetaraan gender tidak akan tercapai, ketimpangan relasi kuasa antar gender akan terus ada, dan kekerasan seksual berbasis gender akan terus terjadi.

Penulis: Arlina Larasati
Editor: Pramasari Edie Wijaya

--

--

Perihal Perempuan
Perihal Perempuan

Wadah diskusi dan publikasi alternatif untuk perempuan.