Napak Tilas Setahun Perjalanan UU TPKS

Perihal Perempuan
Perihal Perempuan
Published in
3 min readApr 18, 2023
Image by Freepik

Setelah melewati berbagai polemik, UU TPKS resmi diundangkan di sidang paripurna DPR sebagai UU №12 tahun 2022 pada tanggal 12 April 2022. Setelah setahun disahkan, timbul satu pertanyaan yang menggelitik: Bagaimana implementasi undang-undang ini di masyarakat?

Untuk menyegarkan ingatan, advokasi dari Komnas Perempuan di tahun 2022 membuahkan hasil, yaitu versi paling komprehensif dari RUU TPKS dengan beberapa update yang menjadi sebuah terobosan dan titik cerah untuk mencari keadilan bagi para korban kekerasan seksual. Dalam laporan yang disadur dari Tempo dan Siaran Pers Komnas Perempuan, diberitahukan bahwa UU TPKS sudah mengatur sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual: Pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual, UU ini juga mengatur pidana dalam tindak pemerkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, serta pencucian uang yang berasal dari tindak pidana kekerasan seksual.

Namun, perjuangan untuk menempuh keadilan bagi penyintas kekerasan seksual tidak berhenti di pengesahan UU TPKS saja. Satu tahun kebelakang merupakan awal mula dari implementasi, sosialisasi dan penghadiran aparat hukum dan pengampu keadilan yang memiliki perspektif korban.

Bulan Februari lalu, Komnas Perempuan mengadakan pertemuan dengan presiden Joko Widodo untuk membahas implementasi UU TPKS, di mana Presiden menyatakan dukungan penuh untuk mengawal implementasi undang-undang tersebut. Komnas Perempuan juga mendelegasikan partisipasi aktif dan pengawasan penuh kepada anggota dan personnel DPR RI serta pemerintah untuk menjadi tombak utama dalam pemberantasan kasus kekerasan seksual. Hal ini semakin mengukuhkan pernyataan bahwa pemerintah memiliki berperan aktif agar korban selalu mendapatkan pendampingan yang memadai dan dapat terus mengakses hak-hak selama penanganan kasus dan proses pemulihan.

Sayangnya, meskipun rapat koordinasi yang membahas penyusunan peraturan pelaksana UU TPKS ini sudah dilaksanakan antara tim KPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan Direktorat Instrumen HAM, aplikasi undang-undang yang diharapkan belum berjalan semestinya, terutama di level aparat penegak hukum. Menurut artikel yang ditulis di Konde, beberapa LBH mendapatkan data adanya aparat penegak hukum yang enggan untuk menerima laporan.

Pernyataan serupa dipertegas oleh Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi TPKS yang menyuarakan bahwa kriminalisasi korban kekerasan seksual masih berjalan dan sosialisasi informasi mengenai UU TPKS masih belum maksimal. Kasus pemerkosaan di Baubau beberapa waktu lalu menjadi contoh kasus dengan proses hukum yang patut dipertanyakan. Selain itu, CATAHU Komnas Perempuan 2023 yang dikeluarkan bulan Maret lalu juga mencatat peningkatan jumlah kasus kekerasan seksual yang terlapor langsung ke Komnas Perempuan, dari 4.322 kasus menjadi 4.371 kasus, menunjukkan adanya peningkatan angka pelaku secara konsisten selama lima tahun. CATAHU 2023 juga menekankan data kasus kekerasan seksual di mana pelakunya adalah TNI dan Polri, yang notabene merupakan aparat negara yang bertugas untuk memproses kasus kekerasan seksual berdasarkan undang-undang yang ada.

Pada akhirnya, perjalanan korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan di Indonesia tidak berhenti di pengesahan UU TPKS. Perihal Perempuan berharap, di tahun kedua pengesahan UU TPKS nanti, perjalanan korban kekerasan seksual sudah selangkah lebih dekat menuju keadilan.

Penulis: Yasmine Syifa Budi & Joice Tentry Wijaya
Editor: Pramasari Edie Wijaya

--

--

Perihal Perempuan
Perihal Perempuan

Wadah diskusi dan publikasi alternatif untuk perempuan.