Masyarakat Adat dan Tata Ruang

Alfianmahfudin
Perspektif Kota
Published in
5 min readAug 9, 2020

Definisi

Konsep masyarakat adat merupakan konsep yang menunjuk pada suatu komunitas adat (adat rechtsgemeenschappen). Konsep ini menjelaskan unit-unit sosial berupa elemen dasar seperti: struktur hukum, budaya, dan sosial masyarakat adat. Masyarakat adat memiliki cara pandang, wawasan, konsep terkait lingkungan mereka yang dapat didefinisikan sebagai ruang dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Cara pandang masyarakat itulah yang dapat kita sebut dengan kearifan lokal.

Pengetahuan praktis atau kearifan tradisional juga dikenal dengan istilah kearifan budaya lokal, local genius, Sistem Pengetahuan Lokal (SPL), indigenous knowledge, dan lainnya. Kearifan budaya lokal bukan hanya sekedar soal kekerabatan, rite de passage, simbol, upacara dan ritual, dan segala hal yang dipaparkan dengan gaya yang sederhana, akan tetapi dapat pula menjadi neither out there, nor the other, tidak di sana bukan pula tentang yang lain (Abdullah, 2001).

Landasan Hukum

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal didefinisikan sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Kedudukan masyarakat adat di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dirumuskan dalam konstitusi dasar Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33Ayat (3) dijelaskan bahwa, ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Lebih lanjut pemerintah juga telah membuat rencana umum yang mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah di wilayah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Rencana ini terdiri rencana tata ruang dari skala nasional (RTRWN), skala provinsi (RTRW), skala kabupaten maupun kota (RTRW), serta rencana-rencana lainnya yang sifatnya lebih rinci seperti Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Gambar 1. Hierarki Produk Perencanaan Tata Ruang di Indonesia. Sumber: http://www.radarplanologi.com/

Keterkaitan

Teori dan paradigma perencanaan telah mengakui perlunya pertimbangan kearifan budaya lokal dalam perencanaan tata ruang wilayah dan kota. Kay dan Alder (1999) berkeyakinan bahwa nlai-nilai budaya setempat/lokal merupakan sumber inspirasi utama bagi terbentuknya semangat dalam pengetahuan lokal (indigenous knowledge), sehingga masyarakat lokal akan memiliki kemampuan untuk memperkuat daya adaptasinya (adaptive capacity) terhadap berbagai perubahan, baik perubahan internal maupun eksternal.

Dalam realisasinya hendaknya dalam penataan ruang perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya khususnya terhadap masyarakat adat. Pertimbangan yang bijak terhadap potensi sosial dan budaya menjadi esensi pembangunan itu sendiri. Hal itu merupakan bagian integral dalam perencanaan yang berfungsi dapat menjaga keanekaragaman (loss diversity).

Di samping itu, urgensi pelibatan masyarakat adat sangat perlu dipertimbangkan mengingat masyarakat adat merupakan orang yang memiliki wawasan khusus terhadap karakteristik wilayah yang ditinggalinya meningingat masyarakat adat memiliki otoritas wilayah yang turun-temurun. Prinsip masyarakat adat yang pada umumnya menjaga nilai-nilai keharmonisan, religiusitas, dan keseimbangan terhadap alam merupakan hal yang sangat bernilai. Hal ini tentunya dapat menjadi insight yang perlu dipertimbangkan dalam penataan ruang yang berkelanjutan dan berkeadilan. Segala bentuk rencana penataan ruang tidak akan berjalan dengan baik jika tidak menyandingkan kearifan lokal didalamnya baik sebagai rambu-rambu yang akan menjaga dari kerusakan yang akan timbul akibat dari penataan ruang yang salah, maupun sebagai pagar dari terjaganya budaya dan kekhasan bangunan, budaya dan kebiasaan masyarakat adat.

Gambar 2. Contoh Kampung Adat di Flores. Sumber: manusialembah.com

Masalah

Pada era ini, masyarakat adat masih mengalami kerentanan dalam ranah hukum karena adanya prasyarat pengakuan. Hal ini berakibat melemahkan perlindungan terhadap hak-hak mereka, terutama hak atas wilayah adat (hak ulayat). Pemberian dan penyediaan informasi yang kurang terkait rencana tata ruang kepada masyarakat juga merupakan kendala yang dihadapi tak terkecuali kepada masyarakat adat. Padahal masyarakat memiliki pengetahuan dan pola ruang khas dan kompleks yang dilakukan turun temurun. Karenanya kebijakan tersebut sangat berimplikasi mempengaruhi dan memarginalkan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.

Seringkali juga terdapat sengketa masyarakat adat dengan pemerintah maupun swasta dalam kasus pembukaan lahan atas wilayah masyarakat adat. Berbagai persoalan yang melibatkan adat terkadang melibatkan pihak lain,sehingga pertikaian tak luput untuk diidentifikasi. Akibatnya, proses dan mekanisme pemberian ganti rugi pun digunakan untuk mencegah terjadinya konflik.

Solusi

Konsep pembangunan “pentahelix” merupakan unsur dimana pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha dan media bersatu membangun kebersamaan dalam pembangunan. Konsep ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang terjadi dalam penataan ruang.

Di sini pemerintah berperan sebagai political power untuk merumuskan sebuah kebijakan. Pemerintah hendaknya dapat mengakui pengetahuan penataan ruang masyarakat adat, mengakui keberadaan wilayah adat, memfasilitasi pemetaan tanah adat milik masyarakat, memberikan perlindungan terhadap otoritas masyarakat dalam menguasai dan mengelola ruang hidupnya. Untuk itu maka perlu dilakukan pemetaan terhadap kawasan masyarakat bisa diperjuangkan hak-haknya Pemerintah juga berkewajiban memberdayakan dan mengembangkan inovasi pengetahuan pemanfaatan sumber daya alam berbasis local genius.

Kedua, dari masyarakat atau komunitas yang berperan sebagai social power. Masyarakat adat semestinya harus tetap mempertahankan wilayah adatnya. Hendaknya dibentuk suatu wadah yang dapat menampung aspirasi dari masyarakat adat itu sendiri. Masyarakat adat dapat melatih kemampuan dan melestarikan nilai-nilai untuk menguatkan idenitas masyarakat tersebut. Masyarakat juga harus mampu berkomunikasi dengan baik kepada pemerintah. Ketiga, unsur akademisi sebagai knowledge power dapat berfungsi untuk mencipatakan ide yang inovatif, kreatif, efektif dan efisien terkait penataan ruang masyarakat adat. Keempat, unsur pengusaha atau pebisnis (dalam hal ini swasta) merupakan economic power dimana mereka dapat berfungsi dalam hal investasi dan pendanaan. Terrakhir adalah media yang berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi kepada masyarakat. Peran media sangat penting agar pemahaman masyarakat khususnya terhadap informasi mengenai tata ruang dapat tersampaikan.

Kesimpulan

Penataan ruang perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya khususnya terhadap masyarakat adat. Dengan memperhatikan potensi sosial dan budaya dapat menjadi esensi pembangunan itu sendiri. Dalam suatu proses pengembangan dan pembangunan wilayah yang berbudaya, keterlibatan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lembaga keagamaan dan instansi pemerintah hendaknya terintegrasi baik mulai dari proses perencanaan sampai dengan pengawasan dan pengendaliannya. Komunikasi menjadi hal yang penting dalam perwujudan sinergitas dalam pembangunan wilayah. Semoga dengan memimplementasikan tata ruang yang bersumber dari masyarakat itu sendiri, nilai-nilai local genius dapat tetap terjaga. Dengan demikian eksistensi masyarakat untuk mandiri dan bermartabat di atas tanahnya sendiri dapat terwujud dan tetap terlestarikan.

Desa mawa cara, Negara mawa tata.

Desa mempunyai adat sendiri, negara mempunyai hukum sendiri

Referensi:

Muhaimin, M. (2018). Kedudukan Kearifan Lokal dalam Penataan Ruang Provinsi Bali. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 18(1), 59–71.

Kristiyanto, E. N. (2017). Kedudukan Kearifan Lokal dan Peranan Masyarakat dalam Penataan Ruang di Daerah. Rechts Vinding, 6(2), 151–169.

Akmal, “Laporan hasil penelitian Eksistensi, Hak dan Dasar Hukum Masyarakat Hukum Adat

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Geotimes.co.id. (2019, 25 Mei). Mengenal Masyarakat Adat. Diakses pada 07 Agustus 2020, dari https://geotimes.co.id/opini/mengenal-masyarakat-adat/

Kompasiana.com. (2013, 22 Februari). Pentingnya Penataan Ruang di Kawasan Komunitas Adat. Diakses pada 07 Agustus 2020, dari https://www.kompasiana.com/www.yogipusa.com/552c97116ea834077a8b459e/pentingnya-penataan-ruang-di-kawasan-komunitas-adat

Lampost.co. (2017, 30 April). Masyarakar Adat dan Tata Ruang. Diakses pada 07 Agustus 2020, dari https://www.lampost.co/berita-masyarakat-adat-dan-tata-ruang.html

Sancanapuana.wordpress.com. (2014, 28 Februari). Dimanakah Ruang Adat dalam Rancangan Tat Ruang Wilayah Provinsi. Diakses pada 07 Agustus 2020, dari https://sancapapuana.wordpress.com/2014/02/28/dimanakah-ruang-adat-dalam-rancangan-tata-ruang-wilayah-provinsi/

Unisba.ac.id. (2015, 29 Januari). Tata Ruang dan Kearifan Budaya Lokal. Di akses pada 07 Agustus 2020, dari https://www.unisba.ac.id/tata-ruang-dan-kearifan-budaya-lokal/

--

--