Menjadi Manusia : Antara Hati, Jiwa, dan Kemanusiaan.

Dias Muhammad Akbar
Planologi ‘16
Published in
5 min readJul 18, 2017
https://relaleadership.com/humanity-relationships-judging-others/

Manusia adalah makhluk hidup dengan pemikiran yang kompleks, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia menjadi tidak berbatas termasuk kemungkinan yang terjadi menjadikan manusia dan kehidupannya dinamis.

Exploded Mind. (https://id.pinterest.com/pin/93590498481700833/)

Ada banyak aspek yang berkaitan dengan manusia, dan pada tulisan ini saya akan membahas tiga perihal tentang manusia yang saling berkaitan. Tiga hal ini menurut saya penting untuk direfleksikan oleh manusia jaman sekarang atau istilah kerennya generasi millenial. Walaupun tidak menutup kemungkinan untuk dipahami semua manusia yang masih diberikan kesempatan bernafas sampai sekarang lintas generasi.

Tiga hal tersebut adalah hati, jiwa, dan kemanusiaan.

Menurut KBBI, hati didefinisikan sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dan sebagainya). Di tulisan ini saya akan menitikberatkan bagaimana manusia menggunakan perasaannya tanpa terpengaruh faktor eksternal.

Sedangkan jiwa menurut KBBI didefinisikan seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya) dan juga sesuatu atau orang yang utama dan menjadi sumber tenaga dan semangat. Di tulisan ini saya lebih menitikberatkan jiwa sebagai kehidupan batin manusia yang menjadi sumber tenaga atau semangat.

Dan yang terakhir adalah kemanusiaan yang menurut KBBI didefinisikan secara manusia; sebagai manusia. Di tulisan ini definisi kemanusiaan adalah bagaimana memperlakukan manusia lain secara manusiawi.

Tiga hal tersebut saya rasa harus direfleksikan bagi setiap manusia jaman sekarang, karena berbagai masalah yang sedang ataupun sudah terjadi. Masalah tersebut adalah masalah yang terjadi di bidang sosial yang akan saya highlight adalah masalah tentang pendidikan gender, keyakinan, dan fenomena pasca-kebenaran (post-truth phenomenon).

“Cowok gaboleh nangis, cowok harus kuat!”

“Cewek di rumah ajalah gausah kerja tinggi-tinggi”

Akrab dengan kalimat tersebut?

Sebetulnya masalah terjadi saat anak dididik dengan pemaksaan opini dari orang tuanya, dan membuat anak-anak berkembang sesuai keinginan orang tuanya, walaupun tidak bisa saya generalisir semua pendidikan di rumah seperti itu adanya. Akibatnya hal tersebut membuat sebagian pihak (khususnya perempuan) menuntut hak-hak yang lebih dari gendernya atau fenomena ini bisa disebut gender equality atau pada pihak perempuan disebut feminisme.

Gender Equality. (http://www.aiga.org/achieving-gender-equality-in-design-profession)

Pesan dari masalah ini dan keterkaitannya dengan tiga aspek adalah, manusia seharusnya bebas menjalankan sesuatu yang ia mau selama tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku.

Laki-laki mempunyai hati dan saatnya harus bersedih, mengapa ia tidak boleh menangis?

Perempuan mempunyai jiwa dan saat ia menemukan sesuatu yang ia sukai dan ia jalani dengan penuh semangat, mengapa harus ditahan pendidikannya?

Kemanusiaan yang baik seharusnya tidak perlu memaksa sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman bukan?

Hal ini sebetulnya berkaitan dengan masalah selanjutnya, yaitu mengenai keyakinan dan fenomena pasca-kebenaran. Manusia terkadang memaksakan kehendaknya agar bisa merasa benar.

Seperti salah satu artikel medium dari Nayaka Angger yang berjudul Saya Takut Kamu Kira Tuhan Hanya Kenal Kamu Atau Temanmu. Salah satu highlight yang menurut saya relevan adalah

“Saya percaya bahwa orang baik adalah orang baik. Tapi sekarang, banyak yang percaya bahwa orang yang sama adalah yang baik.”

Namun sayangnya timbul masalah baru, manusia dengan segala kompleksitas pemikirannya membuat ia belajar hal baru setiap saatnya dan membuat masalah yang baru lagi sehingga masalah manusia dinamis.

Post-truth is 2016 Oxford Dictionaries’ Word of The Year.

Post-truth phenomenon atau fenomena pasca-kebenaran mungkin menjadi istilah yang masih asing di telinga walaupun fenomena ini sedang terjadi. Pasca-kebenaran merupakan kata sifat yang merujuk pada “kurangnya daya pikat fakta objektif dalam pembentukan opini masyarakat dibanding emosi dan prasangka”.

2016 Oxford Dictionaries’ Word of The Year (https://en.oxforddictionaries.com/word-of-the-year/word-of-the-year-2016)

Pemaksaan kehendak ini mengakibatkan keributan yang terjadi di sekitar kita seperti contohnya adalah kasus pemilihan gubernur DKI Jakarta. Keributan tidak perlu terjadi jika manusia tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Hal ini adalah efek nyata dari fenomena pasca-kebenaran tentang bagaimana emosi dan prasangka lebih berpengaruh terhadap keputusan manusia dibanding fakta objektif.

Hubungan antar manusia dilambangkan dengan garis horizontal sedangkan hubungan manusia dengan Tuhannya dilambangkan dengan garis vertikal. Tidak ada garis diagonal. Saya percaya dalam memberikan nasihat kepada orang lain itu ada berbagai macam caranya, namun ada tiga cara yang menurut saya baik untuk dilakukan. Pertama, memberikan nasihat secara langsung, tidak memaksakan kehendak dalam penyampaiannya namun dengan senyuman dan kelembutan. Kedua, jika cara pertama tidak berhasil, cara selanjutnya adalah mencontohkan yang baik karena manusia mempunyai hati yang bisa luluh kapanpun. Dan yang ketiga, adalah berdoa kepada Tuhan secara diam-diam jika kamu mempunyai Tuhan.

Manusia mempunyai hati dan cara terbaik memanusiakan manusia adalah dengan menyentuh hatinya.

Kembali ke definisi bagaimana hati, jiwa, dan kemanusiaan saling berkaitan, sudah seharusnya kita bisa berempati terhadap kondisi orang lain dengan menggunakan hati kita untuk bisa merasakan lingkungan lebih banyak, membantu orang lebih tulus dan menjalani kehidupan dengan lebih semangat.

Sekali lagi,

Semoga kita tidak lupa bahwa kita harus menjalani hidup dengan perasaan yang lebih peka, jiwa yang lebih semangat dan kemanusiaan yang lebih manusiawi.

Referensi :

Lintang, G. N., 2016. Kemenangan Trump dan Fenomena Pasca-Kebenaran. [Online] Available at: m.antaranews.com [Accessed 18 June 2017]

Angger, Nayaka. Saya Takut Kamu Kira Tuhan Hanya Kenal Kamu Atau Temanmu. [Online] Available at: medium.com [Accessed 17 June 2017]

https://id.pinterest.com/pin/93590498481700833/

https://relaleadership.com/humanity-relationships-judging-others/

--

--

Dias Muhammad Akbar
Planologi ‘16

karena cinta bisa datang dari perdebatan tulisan yang elegan.