Belas Kasihan Kota Bandung untuk Bertahan Hidup

Hafsah Aliya Rahma S.
Naladhipa Narasanjaya
4 min readJul 5, 2016

“Living in a world such as this is like dancing on a live volcano.” — Kentetsu Takamori

http://www.nationsonline.org/oneworld/map/google_map_Yokohama.htm

Siapa yang tidak mengenal negara dengan julukan ‘Matahari Terbit’? Jepang atau Negara Matahari Terbit tersebut memang sudah dikenal baik di dunia internasional. Bagaimana tidak? Negara ini merupakan satu-satunya negara yang mewakilkan jutaan harapan dari puluhan negara Asia di dalam G8 Leaders. Namun, dari segala kehebatannya apakah kalian tahu dibaliknya terdapat ‘kemiskinan’? Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat penurunan jumlah populasi warga Jepang terutama pada usia 14 tahun ke bawah. Hal ini menyebabkan perbandingan anak yang berusia dibawah 14 tahun dengan warga lanjut usia mencapai 1:2, terasa sulit untuk berharap bukan? Selain itu, dengan kondisi alamnya yang sering sekali terjadi gempa, terbayangkan akan sangat sulit. Namun fakta berkata lain, negara tersebut semakin menjadi-jadi. Menjadi negara yang kaya akan teknologi, ekonomi, pariwisata, dan industri. Bahkan, tidak sedikit negara yang menggantungkan nasibnya kepada negara ini, contohnya adalah negara adi kuasa yang kita tahu adalah Amerika Serikat.

Jepang Bisa, Indonesia Pasti Bisa

Bukan hal yang mustahil bagi Indonesia untuk menjadi negara maju, namun juga bukan hal yang mudah. Sayangnya, dengan segala kekayaannya, Indonesia menjadikan kekayaan tersebut menjadi kekurangan bangsa ini. Harapan hidup 250 juta jiwa yang berada di Indonesia tidak dimaksimalkan sebaik mungkin untuk memanfaatkan segala kekayaan yang dimiliki. Terlebih lagi berdasarkan data Departemen Dalam Negeri pada tahun 2004, Indonesia memiliki 17.504 pulau yang siap untuk dikembangkan, dilestarikan, dan dieksplor akan potensinya. Namun dalam kenyataannya, Indonesia tidak terlihat sekaya itu bukan? Apa yang sudah dilakukan 250 juta jiwa ini terhadap negara yang (katanya) merupakan Macan Asia Tertidur?

http://www.tribunnews.com/regional/2014/12/18/sejumlah-pengemis-di-palopo-bisa-berpenghasilan-rp-450-ribu-per-bulan
http://www.tribunnews.com/regional/2012/07/10/pengemis-mulai-serbu-kota-bandung

Meminta-minta di Kota Kembang, Bandung

Dua gambar ini mewakilkan ratusan pengemis yang berada di Kota Bandung. Mereka hanya mengharapkan belas kasihan ribuan orang yang melewatinya setiap hari untuk bertahan hidup. Bahkan tidak jarang pengemis ini merupakan manusia pada usia produktif yang selayaknya mampu untuk bekerja dan memberi peran untuk negeri ini, terutama bagi dirinya dan bagi orang-orang yang di sekitarnya. Terlalu banyak alasan mereka untuk tidak bekerja, sampai-sampai ada yang tega untuk mengorbankan anaknya untuk merasakan langsung teriknya dan panasnya matahari. Hal ini tentunya sangat merugikan bangsa. Bakat dan potensi anak yang seharusnya dikembangkan hanya disia-siakan untuk meminta belas kasian orang lain. Selain eksploitasi anak, bahkan banyak pengemis yang berpura-pura buntung, cacat, atau tidak berdaya. Sungguh tragis memang adanya pengemis di negeri ini, teutama di Kota Bandung. Kota yang dikenal sebagai tempat lahirnya para musisi dan peseni lainnya juga merupakan kota yang melahirkan banyak pengemis. Banyak kota-kota lainnya yang berhasil meniadakan pengemis di setiap sisi kotanya, namun tidak bagi Bandung. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena saya yakin, dengan kreativitas masyarakat Kota Bandung, kita dapat berperan banyak demi kemajuan bangsa ini. Selain itu, hal ini tentunya memberikan kesan negatif dimata orang asing yang berkunjung ke kota ini. Lebih parahnya lagi dapat mengganggu kenyamanan dan keamanan bagi penduduk kota karena tidak jarang pengemis yang memaksa hingga merugikan orang-orang yang dimintainya. Sebagai contoh sering sekali mobil yang menjadi korban kemarahan pengemis dengan membaretnya. Sungguh mengerikan bukan kondisi Kota Bandung jika jumlah pengemis semakin hari semakin meningkat?

Sesungguhnya sudah sering dilakukan razia-razia yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pengemis di Kota Bandung. Namun lagi-lagi mereka kembali ‘bekerja’ sebagai pengemis di sisi-sisi jalan yang ramai di Kota Bandung. Alasan yang sering dilontarkan adalah karena pendapat perhari mereka yang dapat dikatakan sangat besar. Bahkan, sudah bisa menandingi gaji Wali Kota Bandung itu sendiri. Bagaimana tidak menggiurkan? Hanya dengan berdiri di pinggir jalan dan memasang tampang yang memelas bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar daripada orang yang harus banting tulang demi kemajuan negeri ini?

Alternatif Solusi?

  • Penolakkan Masyarakat terhadap Pengemis. Dengan tidak memberi apa yang diinginkan pengemis, tentunya pengemis tidak akan mendapatkan penghasilan yang berkecukupan untuk hidup dan diharapkan pengemis-pengemis tersebut mulai mencari pekerjaan yang baik dan layak.
  • Sosialisasi akan Bahayanya Berada di Jalanan. Berada di jalanan sepanjang hari tentunya akan memberikan dampak-dampak negatif bagi pengemis itu sendiri, terutama akan dampak matahari langsung ke kulit mereka. Hal ini sangat penting untuk disosialisasikan kepada pengemis tersebut agar mereka sadar dan berhenti mengemis.
  • Pengembangan dan Pelatihan Minat serta Bakat. Diperlukan tempat dan wadah untuk mantan-mantan pengemis itu untuk mengetahui bakat dan potensi mereka sebagai modal awal untuk bekerja.
  • Kebijakan yang Tegas dari Pemerintah. Setelah fasilitas-fasilitas yang telah disediakan pemerintah, seharusnya tidak ada lagi yang tetap menjadi pengemis. Harus diberikan aturan atau kebijakan yang cukup tegas untuk mengatasi hal ini, baik untuk pengemis maupun pemberi bagi pengemis. Sebenarnya aturan ini sempat diberlakukan di Bandung, tapi mungkin karena kurangnya ketegasan, tidak terlihat lagi aturan ini.

Best Regards,
Hafsah Aliya Rahma Suhono
Perencanaan Wilayah dan Kota ITB 2015

Sumber:

http://print.kompas.com/baca/2015/04/18/Populasi-Jepang-Merosot-Tajam-dalam-15-Tahun-Terak

http://www.goodreads.com/quotes/tag/japan

http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/17/ridwan-kamil-penghasilan-pengemis-lebih-besar-dari-gaji-wali-kota

--

--