DKI JAKARTA LEGALKAN PRAKTIK PROSTITUSI?

Byanmara 🌴
Naladhipa Narasanjaya
5 min readJul 5, 2016
Ilustrasi Prostitusi (Sumber : kemanusiaan.id)

“pelacur adalah profesi tertua di dunia” ungkap Rudyard Kipling dalam artikel On the City Wall pada tahun 1888

Sebelum memulai berbicara mengenai inti topik yang ingin saya bahas, pertama — tama saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya saat saya mengajar di sebuah daerah di Bandung. Hari itu, saya mendapatkan kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan anak — anak jalanan, namun saat itu ada satu anak yang mencuri perhatian saya. Sebut saja namanya Ida (disamarkan.) Ida merupakan seorang perempuan yang memiliki kecerdasan serta karakter yang luar biasa. Tak lupa, Ida pun pandai mengaji. Namun, Ida memiliki latar belakang yang kelam. Sejak Ida masih kecil, ayahnya telah meninggalkan keluarganya dan Ibu Ida telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Tanpa ada keluarga yang dapat membantunya, Ida pun harus mengais uang sendiri. Bocah 10 tahun itu telah terbiasa tidur di gerobak ataupun di pinggir jalan. Dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya, Ida menjadi seorang PSK untuk mendapatkan seonggok nasi. Ida sendiri tidak menyukai apa yang dilakukannya, namun karena tidak ada yang pernah mengajarkannya mengenai yang benar dan yang salah serta tidak adanya dukungan dari orang — orang terdekatnyac maka ia pun “dipilih” untuk menjadi seorang PSK.

Poin utama yang ingin saya sampaikan adalah bahwa hal — hal yang pada umumnya masyarakat nilai sebagai sesuatu yang salah, terkadang tidak sepenuhnya itu adalah salah dari “sang pelaku.” Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah “sang pelaku” tersebut, dan hal tersebut bukan dibawah kendali “sang pelaku.” Sehingga, kita sebagai manusia sebaiknya tidak melihat sesuatu dengan sebelah mata.

PSK (Pekerja Seks Komersial) bukanlah hal yang baru di dunia ini. Praktik prostitusi merupakan realitas sosial yang tidak dapat dipungkiri lagi, terutama di DKI Jakarta. Belakangan ini, Provinsi DKI Jakarta menjadi sorotan publik karena adanya praktik prostitusi yang terbongkar, salah satunya yang sedang hangat dibicarakan adalah lokalisasi Kalijodo. Selain itu, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta per November 2010, peningkatan kasus HIV/AIDS di Jakarta meningkat hampir 100%. Akibatnya, pemerintah harus bekerja keras untuk mengurangi praktik prostitusi.

Terjadinya prostitusi didorong oleh beberapa faktor, salah satunya adalah karena terjadinya urbanisasi akibat dari pembangunan yang mencolok antara kota dan desa sehingga penduduk desa banyak yang berpindah ke kota untuk mencari uang. Namun, karena urbanisasi penduduk tidak diikuti dengan urbanisasi sosial, yaitu perubahan pola pikir maupun perilaku, maka hal tersebut menyebabkan beberapa dampak negatif dalam segi lingkungan, sosial ataupun ekonomi. Hal — hal tersebut merupakan pemicu munculnya prostitusi. Sedangkan, menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful, maraknya prostitusi di DKI Jakarta diakibatkan bukan hanya karena persoalan moral dan ekonomi semata, namun juga karena sistem sosial di Jakarta yang mulai luntur.

Di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat pasal khusus yang menjerat pengguna PSK maupun PSK itu sendiri. Di dalam KUHP hanya terdapat pasal yang menjerat penyedia PSK berdasarkan pasal 296 dan pasal 506 KUHP. Sedangkan, di DKI Jakarta sudah terdapat perda yang menjerat PSK dan pengguna PSK yaitu Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Sehingga, bisa dibilang bahwa di DKI Jakarta para PSK, pengguna PSK, serta penyedia PSK dianggap tindakan kriminal.

Pada tingkat nasional, pemerintah sedang mengupayakan untuk membarantas hal ini. Menteri Sosial saat ini, Khofifah Indar Parawansa, sedang mengusahakan agar Indonesia dapat menerapkan kebijakan seperti yang ada di Swedia. Sedangkan, di DKI Jakarta sendiri juga telah dilakukan beberapa hal upaya mengurangi praktik prostitusi, seperti saat pemerintahan Ali Sadikin, dia sudah menggusur kawasan prostitusi di Senen dan Tanah Abang. Saat ini, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap disapa Ahok, telah melakukan penutupan lokalisasi Kalijodo. Selain itu, pemerintah juga sering mengadakan trantib untuk menangkap PSK dan memberi arahan kepada mereka. Namun, cara tersebut tidak efektif. Ahok pun mengusulkan suatu ide yang sangat kontroversial guna menekan perkembangan prostitusi yaitu dengan dibangunnya sebuah apartemen untuk menampung PSK serta sertifikat kerja bagi PSK. Tujuan dibentuknya apartemen tersebut adalah agar pemerintah dapat lebih mudah mengontrol para PSK. Sedangkan alasan Pemprov DKI Jakarta tentang melegalkan praktik prostitusi adalah agar hal ini tidak menyebar ke seluruh penjara DKI Jakarta. Namun, hal ini masih belum pasti karena masih menunggu respon dari masyarakat. Untuk rencana mengenai PSK bersertifikat, hal tersebut Ahok mencoba ikuti dari Filipina.

Saat ini, terdapat beberapa negara yang memang sudah melegalkan praktik prostitusi seperti Jerman, Irlandia, dan Belanda. Salah satu contohnya di Jerman, para PSK akan dikenai pajak pendapatan, selain itu mereka juga diberi asuransi kesehatan sampai dana pensiun oleh pemerintah. Namun, usaha legalisasi prostitusi pada negara-negara tersebut mengakibatkan beberapa dampak seperti meningkatnya keterlibatan mafia kriminal dalam industri seks, meningkatnya kasus prostitusi anak-anak, serta meledaknya jumlah imigran wanita dan remaja yang diselundupkan ke negara tersebut. Contohnya, di Australia yang melegalkan sistem prostitusi, terjadi ledakan jumlah rumah bordil yang juga kerupakan pusat kriminal terorganisasi, korupsi dan berbagai kejahatan lainnya. Sehingga, perlu dipertimbangkan lebih matang lagi mengenai kebijakan legalisasi prostitusi ini.

Menganggap para PSK adalah kriminal juga bukan cara yang efektif. Contohnya di Amerika Serikat dimana praktik prostitusi dianggap suatu tindakan kriminal. Seorang peneliti sudah mencoba mendalami kasus prostitusi disana, dan ternyata upaya pemerintah gagal dalam menekan perkembangan prostitusi. Menangkap para PSK hanya akan membuat mereka terjebak kembali dalam dunia prostitusi setelah dibebaskan.

Namun, memberantas praktik prostitusi bukanlah hal yang tidak mungkin, contohnya di Swedia. Dalam waktu 5 tahun, jumlah PSK di Swedia telah menurun hingga 60% dan jumlah penyedia jasa PSK menurun hingga 80%. Bahkan, ada beberapa kota besar yang telah menghapus PSK sebagai profesi di lingkungannya. Selain itu, rumah bordil pun telah tidak ada padahal tempat tersebut telah mengakar lebih dari 30 tahun. Tidak hanya itu, jumlah imigran wanita yang diselundupkan pun hampir tidak bersisa. Lalu, langkah apa yang dilakukan pemerintah Swedia hingga terjadi penurunan persentase prostitusi yang drastis?

Pemerintah Swedia telah melakukan penelitian terhadap praktik prostitusi ini selama bertahun-tahun hingga akhirnya pada tahun 1999, Swedia mengesahkan peraturan yang berisi mengenai mengkriminalkan pengguna PSK dan menghapuskan status kriminal para penyedia PSK. Terdapat 4 kesimpulan yang dilakukan Swedia yaitu :

  1. Swedia memperlakukan prostitusi sebagai bentuk kekerasan terhadap wanita.
  2. Pria yang menggunakan para PSK dikriminalisasikan
  3. Para PSK diperlakukan sebagai korban yang membutuhkan bantuan. Mereka diberi dana sosial untuk keluar dari jeratan prostitusi.
  4. Pemerintah menyediakan dana untuk mengedukasi masyarakat agar melawan sejarah yang telah berpikir bahwa prostitusi merupakan hal yang wajar.

Selain itu, pihak kepolisian di Swedia pun diberi pelatihan dan diberi arahan bahwa pengguna PSK harus dihukum dan para PSK adalah korban yang butuh pertolongan. Hasil kerja keras pemerintah Swedia pun akhirnya menghasilkan hasil yang menakjubkan.

Sehingga, menurut saya strategi yang dilakukan oleh Swedia ini patut dicontoh di Indonesia, walaupun tetap harus diteliti terlebih dahulu sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Selain itu, diperlukan juga peran warga dalam menekan perkembangan prostitusi. Saya setuju dengan gagasan bahwa prostitusi dianggap sebagai pelanggaran HAM, sehingga derajat wanita akan semakin terangkat.

Byanmara

19915011

Planologi ITB 2015

--

--