Hutan Kota, Oasis Di Tengah Kesibukan Kota

Yudhistira Azhary
Naladhipa Narasanjaya
3 min readJul 13, 2016
Teater Terbuka di dekat Danau

Ditengah pesatnya pembangunan kota — kota di seluruh Indonesia, banyak pohon — pohon yang harus dikorbankan demi terciptanya lahan pembangunan. Lama kelamaan, akan menyebabkan hilangnya kawasan hijau di suatu kota, yang selain mengurangi keindahan, juga akan berkurangnya keefektifan ruang terbuka hijau, yang akan menyebabkan beragam dampak lainnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, dibuatlah hutan kota. Hutan Kota didirikan selain digunakan sebagai kawasan pariwisata oleh penduduk kota, juga difungsikan sebagai daerah resapan air dan pengawetan senyawa nutfah.

Indonesia pun menghadapi masalah serupa. Setelah kemerdakaan pada tahun 1945, perekonomian Indonesia berkembang dengan pesat. Jakarta, yang meupakan Ibukota dari Indonesia, merasakan dampak terbesar dari perkembangan tersebut. Jakarta yang merupakan kota pelabuhan, berubah menjadi kota metropolitan terbesar di negara tersebut hanya dalam waktu beberapa puluh tahun. Untuk itu dibutuhkanlah suatu solusi untuk menangkali hutan-hutan yang telah hilang. Akhirnya dibuatlah suatu kawasan hutan kota pada tahun 1978, saat diberlangsungkannya Kongres Kehutanan Sedunia Ke-7 di Jakarta, dimana Indonesia diberi kehormatan menjadi panitia penyelenggara saat itu. Kawasan yang dicanangkan menjadi Hutan Kota saat itu berada di sekitaran kawasan Senayan.

Pada awalnya, tempat yang kini menjadi Kawasan Hutan Kota Srengseng merupakan Tempat Pembuangan Sampah Sementara yang digunakan oleh warga di sekitar kawasan tersebut. Lalu pada tahun 1986, Sudin Perhutanan dibawah pimpinan dari Gubernur Jakarta saat itu, R. Sutopo, mengambil alih lahan tersebut untuk penggunaan kota Jakarta Barat. Di tahun 1995 mulailah kawasan tersebut ditanami dengan puluhan jenis pepohonan dan berubah menjadi kawasan hutan konservasi. Namun oleh permintaan warga, akhirnya kawasan tersebut dialihfungsikan menjadi hutan kota.

Kawasan Hutan Kota Srengseng memiliki luas 15 hektare, dengan keberagaman spesies hayati sebanyak 65 jenis tanaman dan lebih dari 35 ribu jumlah pohon. Kawasan ini cukup nyaman untuk dikunjungi oleh keluarga, yang selain berlibur, dapat juga merasakan suasana sejuk hutan tanpa perlu perlu pergi ke luar kota, serta dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap.

Namun yang sangat disayangkan, warga di sekitar Kawasan Hutan Kota Srengseng masih kurang merawat kerapihan dan kebersihan di dalam kawasan tersebut. Warga pun masih banyak menumpuk sampah di dekat pintu masuk warga, yang menyebabkan pohon-pohon di sekitar kawasan warga menjadi lapuk dan mudah roboh dikarenakan akarnya yang tidak mampu mengambil nutrisi secara sempurna dari dalam tanah.

Sampah di sekitar pintu masuk warga (Sumber: Tribunnews.com)

30 tahun setelah kawasan dibangun, kondisinya kini kian terbengkalai, dengan tempat Outbond yang dilengkapi dengan tempat memanjat tebing yang kini terlihat tidak terawat, dengan kayu dan besi penjaga yang mulai terlihat kusam tanpa perawatan.

Suatu tempat tidak akan bermanfaat jikalau hanya dibuat tanpa dirawat keberadaannya kedepannya. Dan perawatan tersebut pun juga harus dilakukan dua arah, baik oleh pengelola kawasan maupun pengunjung — pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Hal ini berlaku pula pada Kawasan Hutan Kota Srengseng. Agar kawasan ini dapat berfungsi seutuhnya sebagai salah satu ruang terbuka hijau Jakarta, diperlukan kooperasi penuh antara pengelola dengan pengunjung. Dengan terbentuknya Hutan Kota yang baik akan membawa banyak manfaat, tak hanya untuk Jakarta, namun untuk seluruh wilayah Indonesia, yang mendapatkan sebagian kecil paru — parunya kembali, dan menciptakan kembali Indonesia ke jaman dahulu kala, dimana manusia dan hewan dapat hidup berdampingan dengan damai.

Yudhistira Harits A.

Planologi ITB 2015

Referensi

--

--