Infrastruktur dan Kapitalisme

Idham Alwi
Naladhipa Narasanjaya
2 min readAug 18, 2016

--

oleh : Muhammad Idham Alwi (PL ITB 2015)

repost dari idhamalwis.wordpress.com

*artikel ini merupakan salah satu syarat seleksi keanggotaan Tim Riset KM ITB Bulan November 2015

Kesejahteraan umum itu sumber kebahagiaan rakyat, negara tidak boleh menjadi tempat bagi penggarong atas nama kapital, atas nama komoditi.

-Bung Karno

Perkembangan ekonomi erat kaitannya dengan perkembangan infrastruktur suatu negara. Kekuatan dan sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan menentukan modal, sumber daya, serta kebijakan dalam pembangunan infrastruktur negara tersebut. Dalam pelaksanaannya sendiri, infrastruktur yang dahulu merupakan tanggung jawab penuh pemerintah kini telah berubah dengan sektor swasta sebagai aktor kedua yang bermain didalamnya. Hal ini mengakibatkan kebijakan serta pembangunan infrastruktur tersebut ditentukan oleh dua kekuatan, pemilik kekuasaan dan pemilik modal.

Dalam membangun suatu infrastruktur, pemerintah memiliki batas-batas berupa hukum yang lebih dikenal dengan sebutan RTRW. Akan tetapi pada kenyataannya banyak sekali RTRW suatu wilayah tidak terlaksana dengan baik, dan bahkan bertentangan. Hal ini bisa disebabkkan oleh beberapa faktor, akan tetapi yang sering terjadi khususnya di Indonesia disebabkan oleh interferensi dari pemilik modal itu sendiri. Dalam contoh beberapa kasus di Indonesia, pemilik modal yang mayoritas pengusaha-pengusaha papan atas dapat dengan mudahnya mengubah Ruang terbuka hijau (RTH) menjadi perumahan yang jelas menentang RTRW wilayah tersebut. Seperti kasus di Medan tepatnya di kawasan padang bulan. Kawasan padang bulan yang awalnya merupakan ruang terbuka hijau berupa ladang pertanian perlahan berubah menjadi perumahan. Hal ini menyebabkan wilayah resapan air di daerah tersebut berkurang sehingga menimbulkan banjir. Padahal menurut pernyataan kepala Badan perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kota medan, Syaiful Bahri, Bappeda merencanakan akan membuat ruang terbuka hijau seluas 20% dari luas kota Medan. Hal tersebut tentu mustahil jika pengalihfungsian lahan oleh pemilik modal masih terus berlanjut.

Permasalahan ini tentu merupakan permasalahan kompleks, dikarenakan keberadaan pemilik modal juga membantu menunjang peningkatan ekonomi serta percepatan pembangunan infrastruktur, sehingga dalam mengatasi permasalahan ini tidak bisa serta-merta menyalahkan pemilik modal dan menyerahkan semua urusan infrastruktur kepada pemerintah. Maka dari itu, hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah mereformasi hal-hal yang berhubungan dengan sanksi,kebijakan, serta efektifitas dari pelaksanaan RTRW itu sendiri. Dalam pelaksanaannya pun sektor swasta yang memiliki otonomi penuh dalam membangun mau tidak mau harus dibatasi dengan sanksi dan kebijakan RTRW yang jelas, serta harus sering diikut sertakan dalam pembangunan Ruang terbuka hijau. Sehingga kedepannya diharapkan pemilik modal tidak menjadi pengacau pembangunan, melainkan sebagai mitra utama pemerintah dalam percepatan pembangunan infrastruktur.

--

--