Jakarta akan Tenggelam pada 2050?

Meifita Kamilia
Naladhipa Narasanjaya
4 min readJul 5, 2016

Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan ibu kota Indonesia, yang terletak di pesisir bagian barat lau Pulau Jawa. Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km2 dengan penduduk sekitar 12 juta jiwa. Di kota yang penuh dengan keberagaman penduduknya ini, tentunya ditemukan banyak masalah. Salah satu masalah yang paling sering menjadi sorotan setiap tahunnya adalah kepadatan penduduknya yang seiring waktu terus bertambah. Meledaknya angka penduduk ini tidak sebanding dengan luas wilayah yang tersedia. Oleh karena itu, muncullah ide untuk mereklamasi pantai dengan tujuan untuk menambah lahan dan menampung penduduk Jakarta yang sudah tidak dapat dibendung lagi, meskipun kota-kota sekitar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pun telah dijadikan daerah metropolitan untuk menyangga kebutuhan tersebut.

Selain untuk menambah lahan, ternyata reklamasi pantai itu dilihat oleh Pemerintah DKI Jakarta sebagai salah satu solusi dari permasalahan lain. Yaitu isu akan tenggelamnya Jakarta pada tahun 2050. Jakarta dibayangi kekhawatiran. Dalam setahun, permukaan tanah Ibu Kota turun lebih dari 10 cm. Seiring berlalunya waktu, Jakarta terancam tenggelam. Diperkirakan, bibir pantai Jakarta akan terletak di daerah Harmoni, Jakarta Pusat dan daerah sekeliling Monas akan terendam banjir jika keadaan ini terus berlanjut. Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Ibukota Indonesia ini akan tenggelam pada tahun 2050. Sebenarnya apa yang menyebabkan permukaan tanah di Jakarta terus mengalami penurunan? Staf Khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Firdaus Ali, menghimbau agar warga di Jakarta menghentikan pengambilan air tanah. Hal itu diperlukan guna menghindari penurunan tanah. Sekarang ini, warga Jakarta cenderung mengkonsumsi air dengan boros, melakukan eksploitasi air tanah dalam, seperti sumur, yang esktrasinya secara besar-besaran dan sebagian besar bagian Jakarta sekarang mengalami defisit air tanah. Itulah mengapa Jakarta sedang tenggelam. Hal ini berisikko air laut masuk ke Jakarta dan tenggelam, jika tidak segera dibangun sesuatu yang dapat mencegahnya.

Maeslantkering, teknologi penahan banjir di Rotterdam, Belanda. (sumber: http://www.cityguiderotterdam.com)

Dalam menangani hal ini, Jakarta perlu belajar banyak dari Belanda. Sebagaimana yang kita tahu, Belanda merupakan sebuah negara yang wilayahnya berada di bawah permukaan laut. Belanda secara geografis merupakan negara berpermukaan rendah, dengan kira-kira 20% wilayahnya, dan 21% populasinya berada di bawah permukaan laut, dan 50% tanahnya kurang dari satu meter di atas permukaan laut. Karena itulah, tanggul-tanggul dibuat membentang lebih dari 2.400 km di negara tersebut. Terdapat pula teknologi penahan air laut bernama Maeslantkering yang terletak di Rotterdam. Tanpa tanggul-tanggul itu, kemungkinan 65% wilayah Belanda akan digenangi air laut. Negeri Kincir Angin, melalui program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), mengusulkan teknologi Giant Sea Wall atau sebuah tanggul laut raksasa pada pemerintah Indonesia dan DKI Jakarta. Reklamasi pantai yang dilakukan, tidak hanya untuk menambah lahan tetapi juga sekaligus berfungsi sebagai tanggul raksasa ini. Pemerintah pun menyambut ide tersebut dengan positif. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan berusaha untuk mempercepat pembangunan proyek Giant Sea Wall (GSW) dan reklamasi pantai di kawasan Jakarta Utara. Megaproyek ini diklaim mampu mengatasi banjir akibat rob hingga 1000 tahun. Dikatakan bahwa pembangunan harus bertepatan dengan musim panas agar penyelesaian konstruksinya berkualitas bagus. Selain Pemprov DKI Jakarta, pembangunan GSW akan melibatkan berbagai instansi terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Proyek ini tentunya juga perlu mendapatkan perhatian dan dukungan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta, agar dapat terealisasi dengan baik.

Ternyata, tak hanya mencegah Jakarta tenggelam, pembangunan Giant Sea Wall bisa membantu perekonomian Ibukota. Sebab, akan ada banyak peluang yang tercipta saat tanggul raksasa tersebut terealisasi. Reklamasi dilakukan guna menyelamatkan daratan yang saat mulai tidak mampu menampung warga Jakarta yang berjumlah sekitar 12,5 juta jiwa. Hal ini pun dapat pula dilihat sebagai peluang karena dengan perluasan tersebut, kita dapat sekaligus menciptakan area pusat bisnis modern di sepanjang dam tersebut. Selain itu, tanggul ini juga dapat difungsikan sebagai sumber air bersih, karena selama ini air baku Jakarta masih sangat tergantung dari Waduk Jatiluhur. Tentunya terus bergantung pada Waduk Jatiluhur tidak menjamin, melihat perkembangan angka penduduk Jakarta yang terus meningkat, sehingga masyarakat memerlukan sumber air bersih baru yang jumlahnya lebih besar dan dapat mengakomodasi masyarakatnya.

Giant Sea Wall berbentuk garuda, yang rencananya akan dibangun di Jakarta Utara (sumber: http://www.indonesia-investments.com)

Selain itu, tawaran bantuan juga datang dari Jepang. Terkait dengan prediksi tenggelamnya Jakarta, Jepang pun bersiap membantu ibukota dengan menerapkan teknologi manajemen air tanah. Manajemen air tanah telah diterapkan Jepang pada 1970-an. Saat itu, permukaan tanah di Jepang turun hingga empat meter. Teknologi itu, dikatakan juga termasuk mencari pengganti air sumur bagi penduduk yang biasa mereka gunakan. Di Jepang, teknologi itu sukses mengembalikan permukaan tanah yang telah turun. Keberhasilan itu didorong salah satunya pemerintah mencari alternatif air yang digunakan warga.

Tidak hanya mengandalkan bantuan dari negara lain, masyarakat Jakarta juga sudah seharusnya menolong tempat tinggalnya sendiri. Mulailah mengurangi eksploitasi air tanah secara berlebihan dan memanfaatkan sumber mata air lain, seperti air permukaan atau air atmosfer. Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi, yang berada pada tempat atau wadah atas permukaan daratan yaitu sungai, rawa, bendungan danau sedangkan air atmosfer adalah air yang terjadi karena proses penguapan yang kemudian terkondensasi dan akhirnya jatuh sebagai air hujan, salju dan es. Dengan teknologi pengolahan yang baik, air tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas. Mungkin akan terasa sulit, mengingat sumber mata air memang banyak sekali yang terletak di tanah, namun demi keberlangsungan ibukota, kita harus mengusahakan hal tersebut.

Sumber:

http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/695593-jakarta-bakal-tenggelam-2050-jepang-siapkan-teknologi-ini

http://news.liputan6.com/read/2418137/dubes-belanda-giant-sea-wall-tak-dibangun-jakarta-tenggelam

--

--