Kemacetan di Jalan Transyogi Cibubur

Dina Indriyanti
Naladhipa Narasanjaya
4 min readJul 5, 2016
Dokumentasi Pribadi, 2016

MACET LAGI, MACET LAGI…

Yah mungkin hal ini yang sering dikatakan oleh pengguna Jalan Transyogi Cibubur. Jalan Transyogi Cibubur ini terbentang mulai dari gerbang tol Cibubur sampai ke Cileungsi dan memiliki panjang 8 km. Dari letak geografisnya jalanan ini terbagi menjadi empat wilayah, diurut mulai dari gerbang Tol Cibubur, jalan ini sedikit berada di wilayah Kotamadya Jakarta Timur, kemudian 1,5 km di wilayah Kota Depok, sekitar 3 km Kabupaten Bekasi dan sisanya berada di Kabupaten Bogor.

Sedari kecil saya tinggal di Cibubur dan tentunya saya sering melintasi jalan ini. Saya sendiri menyaksikan bagaimana perumahan, mal, maupun restoran di koridor jalan ini mengalami pembangunan yang pesat, tetapi sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan infrastruktur jalan yang memadai untuk kondisi saat ini. Lima puluh perumahan pada koridor jalan ini memiliki luas di atas 5 hektar dan sepuluh di antaranya memiliki luas lahan di atas 100 hektar (skala kota). Apabila masing-masing perumahan skala kota tersebut terdiri atas 6.000 unit rumah, maka jumlah kendaraan yang akan melintasi jalan ini sebanyak 60.000 unit. Karenanya timbul permasalahan krusial berupa kemacetan.

Setiap harinya pengendara yang melintasi jalan ini merasakan kemacetan dan pada akhir pekan kemacetan tersebut semakin menjadi-jadi. Kendaraan memadati kedua lajur jalan ini, baik lajur menuju Jakarta dan arah sebaliknya yaitu pintu Tol Cibubur yang menuju Cileungsi-Jonggol. Kemacetan juga diperparah dengan adanya pengerjaan galian saluran, seperti yang dilakukan pada akhir Juni 2014 oleh Dinas Pekerjaan Umum dan juga yang sering dilakukan oleh Telkom.

Ditambah lagi ada beberapa lokasi yang juga menyebabkan kemacetan di Jalan Transyogi Cibubur, seperti perempatan Kranggan dan beberapa putaran balik arah. Lampu lalu lintas di perempatan Kranggan terkadang berfungsi dan terkadang tidak, banyak pedagang kaki lima berjualan di bahu jalan, dan lokasi ini juga menjadi tempat naik turunnya penumpang angkutan umum maupun pribadi. Pejalan kaki yang ingin menyebrang ke maupun dari Plaza Cibubur juga tidak menyebrang pada zebra cross yang telah disediakan. Selain itu terdapat lima titik putaran balik arah seperti di sebelum perempatan Kranggan, di setelah perempatan Kranggan, di depan Jalan Masjid At-Taqwa (sebelum sungai Cikeas), di setelah perempatan Cikeas/Nagrak, dan di setelah sungai Cileungsi. Penyebab kemacetan di putaran balik ini antara lain dikarenakan pengendara yang kurang disiplinnya, serta polisi cepe yang mengatur kurang baik.

Permasalahan kemacetan ini menyebabkan berbagai kerugian bagi pengendara yang menggunakan jalan ini. Kerugian tersebut berupa kerugian waktu dan juga material. Contohnya kerugian waktu seperti pengendara yang ingin menuju tempat kerja yang terletak di kawasan Sudirman-Thamrin, harus menempuh sekitar 4 jam hingga 6 jam dari rumahnya.

“Adik saya yang tinggal di salah satu perumahan di sekitar JalanTransyogi mengalami kerugian itu. Dia harus berangkat lebih pagi yakni sekitar pukul 05.00. Terlambat sedikit saja, dia harus berjibaku dengan kemacetan yang demikian irasional. Sampai di tempat kerja sekitar pukul 07.30 atau kadang pukul 08.00,” kata pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Yayat Supriatna kepada Kompas.com, Sabtu (1/11/2014).

Selain itu kerugian material juga dirasakan oleh adik Yayat. Ia menghabiskan sekitar Rp 5 juta per bulan untuk ongkos transportasi.

Tentunya permasalahan kemacetan ini harus segera diselesaikan oleh pemerintah, agar tidak berlarut-larut menyebabkan kerugian. Penyelesaian kemacetan ini bukanlah hal yang mudah, bila dilihat dari letak jalan yang terbagi menjadi empat wilayah, maka diperlukan koordinasi pemerintah antarwilayah untuk mencari solusi terbaik.

“Koridor Transyogi Cibubur dan sekitarnya berada di bawah yurisdiksi empat pemerintahan, yakni Kota Jakarta Timur, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Keempatnya harus bertanggung jawab. Mereka duduk bersama, menggandeng pihak terkait lain seperti Jasa Marga atau Kementerian Perhubungan untuk mengembangkan infrastruktur yang mendukung transportasi publik,” terang Yayat kepada Kompas.com, Sabtu (1/11/2014).

Sebelumnya telah dijelaskan beberapa penyebab kemacetan dan lokasi yang menyebabkan kemacetan, karenanya saya akan memberikan beberapa solusi terhadap permasalahan tersebut, yaitu:

1. Penegakan peraturan lalu lintas oleh Polisi lalu lintas pada titik kemacetan seperti di Perempatan Kranggan.

2. Menambahkan sarana pengaturan durasi waktu menyalanya lampu lalu lintas (timer).

3. Penertiban pedagang kaki lima di bahu jalan Kranggan.

4. Melengkapi putaran balik dengan rambu boleh atau tidak berbalik arah, serta cone penggiring.

5. Membuat jembatan penyeberangan orang di Perempatan Kranggan, agar penyebrang tidak menyebrang sembarangan.

6. Jalur alternatif

Solusi jangka panjang seperti jalur alternatif Jalan Tol Cimanggis-Cibitung.

“Salah satu cara mengatasinya adalah dengan membuka jalur alternatif atau menyegerakan pembangunan Jalan Tol segmen Cimanggis-Cibitung setelah Tol Cijago rampung. Jalur ini akan mengurai kemacetan. Masyarakat yang bekerja di kawasan-kawasan industri Bekasi-Cikarang tidak harus melintasi Jalan Transyogi-Tol Jagorawi-Cawang, tetapi lewat Tol Cimanggis-Cibitung,” papar kepada Kompas.com, Sabtu (1/11/2014).

7. LRT

Pemerintah juga harus membangun sistem transportasi publik yang cepat, aman dan nyaman seperti LRT. Hal ini dapat mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.

8. Tata Ruang

Masalah tata ruang adalah hal penting yang harus diperhatikan. Koridor Transyogi yang diskenariokan sebagai sentra primer lengkap dengan zonasi khusus perumahan, industri, bisnis, perdagangan dan juga pariwisata.

“Namun, dalam perkembangannya kemudian jalur ini justru hanya merupakan perlintasan. Masyarakat yang ingin ke Bandung bisa melewati jalan Transyogi via Jonggol. Skenario awal sama sekali terbengkalai. Tidak ada pemikiran untuk mengembangkan wilayah ini secara komprehensif dan terpadu. Yang ada hanya pembangunan properti yang sporadis. Tiap jengkal lahan pasti ada perumahan, ruko dan mal,” tandas kepada Kompas.com, Sabtu (1/11/2014).

Referensi :

Ginting, Bsalamuddin. 2014. Penertiban Kemacetan Jalan Transyogi / Alternatif Cibubur.https://www.lapor.go.id/pengaduan/1242515/penertiban-kemacetan-jalan-transyogi-/-alternatif-cibubur.html. Dikutip tanggal 28 Juni 2016.

Alexander, Hilda B. 2014. Jalur “Neraka” Itu Bernama Transyogie Cibubur. Kompas 1 November. http://properti.kompas.com/read/2014/11/01/172617321/Jalur.Neraka.Itu.Bernama.Transyogie.Cibubur?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=Kaitrd/. Dikutip tanggal 28 Juni 2016.

Alexander, Hilda B. 2014. Macet Tiap Hari, Masihkah Berminat Tinggal di Cibubur?. Kompas 1 November. http://lipsus.kompas.com/elnino/read/2014/11/01/201617121/Macet.Tiap.Hari.Masihkah.Berminat.Tinggal.di.Cibubur. Dikutip tanggal 28 Juni 2016.

--

--