Kemacetan di Titik Perlintasan KA : Fly Over atau Underpass?
Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Solo, terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Menurut data statistik tahun 2014, luas wilayah Kota Surakarta adalah 44.04 km2 dengan jumlah penduduk 585.486 jiwa dan tingkat kepadatan 13.294 jiwa/km2. Kota Surakarta terletak di antara 110 45'15" sampai 110 45'35" bujur timur dan 70'36" sampai 70'56" lintang selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.
Kota Surakarta merupakan kota yang sedang berkembang menjadi kota metropolis, namun akan tetap menjadi kota budaya. Pasalnya, kota ini masih menyimpan tempat-tempat bersejarah yang dapat menarik perhatian wisatawan untuk singgah di kota ini. Selain itu, kota ini merupakan pertemuan dari 3 jalur utama kota besar yaitu Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Dari tahun ke tahun, kota ini semakin padat dan ramai.
Lalu apa permasalahannya?
Laju pertumbuhan penduduk kota dari tahun ke tahun yang semakin meningkat menyebabkan kota semakin padat. Semakin bertambahnya penduduk, tak menutup kemungkinan bertambah pula volume kendaraan. Kondisi ini menyebabkan padatnya arus lalu lintas. Kendaraan merupakan alat transportasi guna mengangkut orang atau barang. Sebenarnya kendaraan pribadi bukanlah kebutuhan utama, namun seiring berkembangnya zaman kendaraan pribadi menjadi sebuah kebutuhan primer bagi sebagian masyarakat. Tak salah jika memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi, karena pada kenyataannya pemerintah belum mampu menyediakan moda transportasi massal yang benar-benar aman dan nyaman bagi masyarakat.
Menurut Yosca Herman Soedrajad, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Surakarta, volume kendaraan yang keluar masuk di Kota Surakarta telah mencapai 2,5 juta unit setiap harinya. Volume kendaraan itu tidak dapat diimbangi dengan fasilitas jalan. Pasalnya, Jalan Slamet Riyadi saja hanya mampu menampung 4.000 kendaraan roda empat.(antarajateng.com,2015)
Lantas tak ayal jika bertambahnya volume kendaraan akan menimbulkan kemacetan, terutama di jalur vital rawan kemacetan saat jam-jam padat.
Terdapat tujuh titik perlintasan kereta api yang rawan kemacetan di kota ini. Namun satu yang akan saya bahas kali ini yaitu kemacetan di titik perlintasan kereta api daerah Purwosari, Laweyan, Surakarta. Perlintasan kereta api Purwosari ditengarai sebagai biang keladi kemacetan di tengah kota budaya ini. Pasalnya, perlintasan tersebut berdekatan dengan persimpangan jalan. Lingkar Purwosari di antara Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Agus Salim tergolong sangat padat. Penumpukan kendaraan di titik ini sulit diatasi karena adanya perlintasan kereta api yang sebidang dengan jalan raya. Hal ini juga membahayakan pengguna kendaraan jika terjadi macet saat kereta api dari Stasiun Purwosari akan melintas.
Keadaan tersebut diperparah dengan adanya penyempitan ruas jalan dengan pemberlakuan sistem dua arah dari Gendengan sampai Purwosari. Selain itu, bahu Jalan Slamet Riyadi yang dijadikan untuk lahan parkir menyebabkan berkurangnya kapasitas jalan. Meskipun saat ini sudah ada pemberlakuan SSA (Sistem Satu Arah) di Jalan Agus Salim, masih saja terjadi macet saat jam-jam tertentu. Wajar jika wilayah ini berpotensi tinggi macet, karena frekuensi kereta api yang melintas di lintasan ini tergolong tinggi.
“Cities have the capability of providing something for everybody, only because, only when, they are created by everybody.” – Jane Jacobs
Untuk mencegah kemacetan yang berkepanjangan lagi, terdapat dua solusi yang dapat ditawarkan untuk permasalahan semacam ini yaitu pembangunan :
- Fly Over
Fly Over adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang untuk menghindari permasalahan kemacetan lalu lintas, melewati persimpangan kereta api untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas.
- Jangka waktu lama, karena bahan yang berat dan proses yang lebih sulit.
- Tidak banyak memakan bahu jalan, sehingga tidak timbul kemacetan dan peralihan arus saat pembangunan.
- Lebih menonjol, dapat digunakan sebagai ikon suatu daerah. Contoh : Fly Over Pasupati, Bandung.
- Ideal untuk daerah rawan banjir, atau daerah yang tanahnya tak cukup mampu menyerap air dengan baik.
- Pemanfaatan ruang bawah fly over, dapat dimanfaatkan sebagai lahan parkir atau taman kota.
2. Underpass
Underpass adalah tembusan di bawah permukaan yang biasanya digunakan untuk perlintasan kereta api atau pejalan kaki, serta memiliki panjang kurang dari 0,1 mil atau 1,60934 km.
- Tak butuh waktu lama, hanya perlu menurunkan sedikit bagian jalan.
- Pembangunan menutup jalan, sehingga arus lalu lintas terpaksa dialihkan ke jalan lain.
- Rentan terhadap banjir, jika tidak ada resapan air yang memadai. Contoh : Underpass Makamhaji, Kabupaten Sukoharjo.
Manakah yang lebih cocok untuk mengatasi permasalahan di atas? Fly Over atau Underpass?
Setelah mengetahui kelebihan dan kekurangan dari keduanya, kita harus melihat kondisi lapangan dan mempertimbangkan baik buruknya pembangunan pada daerah tersebut. Berdasarkan observasi yang saya lakukan, pembangunan fly over lebih cocok untuk mengatasi kemacetan di perlintasan kereta api daerah Purwosari. Fly Over lebih kokoh dibandingkan dengan underpass dan dapat mengakomodasi sejumlah jalur yang tersedia. Belajar dari pengalaman yaitu pembangunan Underpass Makamhaji, Kabupaten Sukoharjo yang dibangun pada 2012 silam dengan anggaran Rp 27 Miliar dan biaya perbaikan Rp 6,6 Miliar dari APBN berujung sia-sia. Underpass sangat rentan terhadap banjir jika hujan deras tiba, karena tidak ada resapan air yang memadai dan mesin pompa air yang tidak bisa bekerja secara maksimal.
Untuk memperbesar kapasitas jalan, ruang bebas bawah fly over dapat dimanfaatkan menjadi lahan parkir. Lahan parkir di sepanjang bahu Jalan Slamet Riyadi dapat dipindahkan ke bawah fly over, sehingga jalan tersebut bebas dari parkir kendaraan. Seperti lahan parkir yang ada di bawah Fly Over Palur, Kabupaten Karanganyar yang dapat menampung 80 kendaraan roda empat dan roda dua yang terbagi di sisi barat dan timur rel kereta api. Selain lahan parkir, juga dapat dimanfaatkan sebagai taman kota yang berfungsi sebagai penjaga kualitas lingkungan kota, sarana rekreasi, dan sarana pembelajaran penduduk kota.
Surakarta, 5 Juli 2016
Amalia Rahayu
Planologi ITB 2015
Referensi :