Peresmian Balap Liar Membunuh Potensi Pebalap Bangsa

Aldio Oekon
Naladhipa Narasanjaya
5 min readJul 5, 2016

Indonesia saat ini didominasi dengan pemuda dengan usia produktif. Pada usia produktif, setiap individu pasti akan memaksimalkan potensi yang dimiliki. Dengan memaksimalkan potensi yang ada, pasti akan menghasilkan hal yang besar untuk diri sendiri bahkan negaranya. Hasil yang maksimal dapat dicapai pastinya dengan adanya perangkat-perangkat pendukung terkait. Mulai dari dana, fasilitas, dan pendidikan. Tanpa perangkat-perangkat pendukung yang lengkap hasil yang akan dicapai pastinya bukan hasil yang maksimal, bahkan minimal.

Pemuda dalam usia produktif tidak hanya terdapat di kota-kota besar, melainkan juga di kota-kota kecil di Indonesia. Banyak potensi yang terpendam dan tidak bisa dikembangkan karena keterbatasan perangkat pendukung. Seperti halnya pendidikan, di kota-kota kecil kualitas pendidikan masih sangat minim. Padahal pendidikan merupakan wadah utama untuk mengembangkan potensi. Potensi yang dimaksud adalah pada bidang akademik maupun bidang non akademik. Sarana pendidikan yang ada saat ini hanya perlu dikembangkan agar bakat dan potensi anak-anak muda tertampung dan dapat dimaksimalkan.

Sarana pendidikan di Indonesia atau biasa dikenal dengan sebutan sekolah pada saat ini sudah mulai menyediakan wadah untuk menampung bakat dan potensi dari murid-muridnya. Sebuah hal yang baik, seperti halnya sepakbola, bola basket, bulu tangkis, bahasa, matematika, sains, dan lain-lain. Wadah yang disediakan menurut saya sudah cukup, karena memang pemberadaan ekstrakuliluler di sekolah ini sesuai dengan jumlah mayoritas minat dan bakat siswa dan siswinya.

Namun, bagaimana dengan minat dan bakat yang lebih spesifik? Seperti halnya otomotif yang berkaitan dengan balapan? Pemuda pada saat ini khususnya laki-laki, dengan jumlah yang tidak sedikit memiliki ketertarikan dalam dunia balap. Sulit untuk merealisasikan pemberadaan ekstrakulikuler terkait di sekolah. Ini salah satu penyebab munculnya balap liar di kota maupun daerah di Indonesia. Tidak ada perangkat-perangkat pendukung yang dapat membuat mereka merasa tertampung atas minat dan bakatnya. Sehingga akhirnya mereka turun ke jalan, dengan keamanan yang minim, hanya memikirkan “kepuasan” balap mereka. Bahkan, nyawa mereka dipertaruhkan di jalanan hanya untuk mendapatkan uang, yang nantinya juga untuk kuda besi mereka.

Balap atau balapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai adu kecepatan. Dari definisi yang muncul, sudah dapat disimpulkan dari kata “adu”yang tidak dapat dipungkiri keluarannya ada kompetisi, perilaku kompetitif, dan sportif. Namun, saat ini sebagian besar pelaku balap liar hanya memikirkan kompetitifnya saja. Mereka meninggalkan kata sportif, sehingga banyak terjadi kerusuhan. Sebenarnya masalah utamanya adalah tentang keselamatan. Dalam balap perilaku kompetitif, sportif, dan keselamatan adalah hal yang utama. Tanpa itu semua, balapam yang ada hanyalah balapan “ecek-ecek”.

Pemerintah akhirnya sadar akan bahayanya balap liar yang sudah marak di Indonesia sejak tahun 1980an. Akhirnya mata pemerintah terbuka untuk melihat potensi-potensi anak muda khususnya di Jakarta. Kebahagiaan bagi para pebalap liar adalah mendengar balap liar akan diresmikan oleh pemerintah setempat, dan didukung dengen penjagaan dan bimbingan dari pihak berwenang dan beberapa pihak terkait. Pastinya dalam benak teman-teman pecinta balap liar hal ini akan menjadi hal yang sangat seru, dan menjadi hal yang terorganisir dengan baik. Begitupun dengan hadiah yang dikejar, pasti dalam benak teman-teman pebalap liar sangat menggiurkan. Tapi kembali lagi, bagaimana dengan keselamatan?

Bukan hanya sekedar helm, wearpack, dan roll bar pada mobil. Memang hal tersebut adalah bagian untuk meningkatkan kualitas keselamatan, tapi bagaimana dengan arena atau tracknya? Dalam balapan perangkat keselamatan ada pada pebalap, perangkat keselamatan pebalap, perangkat keselamatan pada kendaraan, dan perangkat keselamatan pada track. Kualitas keselamatan pada balapan yang maksimal sudah memiliki standarnya sendiri, kualitas yang baik adalah standar yang di keluarkan oleh Federation Internationale de l’Automobile (FIA). FIA mengeluarkan standar yang memperhatikan keselamatan diantara hal-hal penting lainnya dalam balap.

Keadaan jalan yang saat ini digunakan untuk balap liar adalah jalan yang didesain untuk fasilitas transportasi publik, bukan untuk adu kecepatan atau olahraga otomotif. Jalan yang ada didesain untuk kecepatan normal bukan untuk kecepatan yang tinggi. Sebagai contoh di Jakarta di tahun 1980an terkenal di daerah Melawai, kemudian seiring berjalannya waktu semakin banyak tempat yang dijadikan track balap liar seperti di Asia Afrika Jakarta, Kemayoran Jakarta, Taman Mini, dan masih banyak lagi. Indonesia belum siap untuk menjadi seperti Singapore yang kualitas jalan biasanya saja sudah cukup untuk standar FIA.

Sedikit kritik dari saya, tidak terlalu berharap aspal jalanan kota di Indonesia untuk mencapai standar FIA. Bagaimana mungkin, sirkuit internasional yang kita miliki saja sudah entah bagaimana kualitasnya. Pada tahun 1990an MotoGP masih dapat diselenggarakan di Sirkuit Internasional Sentul, sekarang tidak sama sekali. Semua itu dikarenakan kualitas. Kualitas sirkuit sentul sudah tidak lagi dapat bersaing karena seiring berjalannya waktu standar yang dikeluarkan FIA meningkat. Bagaimana mungkin para pecinta balap tidak melakukan balap liar kalau fasilitas berbayarnya saja tidak mencapai kualitas kategori baik? Tapi kesalahan bukan hanya pada pemerintah dan pengurus sirkuit, melainkan juga para pebalap yang pemikirannya harus mencakup sampai ke kesalamatan.

Saya sebagai penggemar dan pelaku otomotif bidang balap mobil ingin memberikan sedikit pendapat dan saran untuk pemerintah dan beberapa pihak terkait di Indonesia atas dunia balap yang ada saat ini. Isu tentang kebijakan peresmian balap liar bukanlah jalan keluarnya. Dengan pemaparan diatas, saya lebih menyarankan untuk melakukan perbaikan sirkuit yang sudah ada, dan pembuatan sirkuit-sirkuit baru. Perbaikan dan pembuatan sirkuit ini harus disediakan wadah bimbingan untuk para pebalap agar mendapatkan ilmu balap yang baik dan benar.

Mengapa saran saya adalah perbaikan dan pembuatan sirkuit? Karena efek yang akan didapat bukan hanya menguntungkan para pecinta otomotif melainkan juga negara ini. Saat ini mayoritas asing tidak mengetahui keberadaan Indonesia dan potensi yang dimiliki. Orang asing hanya tahu beberapa daerah untuk wisata seperti Bali, Bunaken, dan lain-lain. Dengan perbaikan dan pembuatan sirkuit, kesempatan Indonesia untuk mendapatkan pemasukan akan semakin besar. Hal ini disebabkan promotor-promotor dapat mengadakan balap internasional dari FIA yang akan menarik turis dari luar untuk datang ke Indonesia. Seperti halnya Moto GP, Formula 3.5, GP2, Formula 1, WTCC, dan masih banyak lagi. Saya yakin tingkat wisata turis akan meningkat karena balap-balap yang disebutkan memiliki banyak fans. Otomatis dengan kunjungan turis yang tinggi wisata-wisata lainnya juga akan mendapatkan efek seperti wisata kuliner yang sangat terkait untuk bidang konsumsi.

Dengan adanya sirkuit yang lebih baik juga akan dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dari yang tadinya balap liar untuk menjadi pebalap yang lebih baik dan berkualitas. Melihat fakta bahwa pebalap-pebalap kita sudah tidak bisa lagi berlatih di sirkuit yang kita miliki yaitu Sirkuit Internasional Sentul. Jika mereka ingin berlatih, mereka harus pergi ke Sepang, Malaysia. Hal ini di latar belakangi kualitas Sirkuit Sepang yang kualitasnya sudah mencapai standar FIA. Apakah kita tidak malu melihat kondisi ini?

Saya berharap lewat tulisan ini, para pecinta otomotif, pelaku balap liar, pemerintah, dan pihak-pihak terkait dapat tergerak untuk melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi yang ada sekarang dan menghargai jiwa-jiwa pebalap berpotensi yang negara Indonesia miliki. Di sirkuit dengan kualitas kesalamatan standar FIA saja dapat terjadi kematian bagaimana dengan balapan di jalan yang bahkan tidak sedikitpun mencapai standar FIA. Apakah kalian rela pebalap-pebalap berpotensi di Indonesia hanya menjadi jago kandang? Tidak bisa bersaing ke luar hanya karena keterbatasan perangkat pendukung terutama fasilitas? Mari kita bergerak bersama untuk prestasi negara Indonesia, dan menyayangi nyawa pebalap berpotensi yang ada saat ini.

--

--