Relokasi PKL Stasiun Jatinegara, Langkah Tepatkah?

Reynard Nathaniel
Naladhipa Narasanjaya
2 min readJul 4, 2016

Memang bukan isu terbaru namun tidak begitu basi untuk diangkat. Isu mengenai relokasi para pedagang kaki lima di depan Stasiun Jatinegara ke jalan tanpa nama, jalan antara Jl. Bekasi Raya dan May. Jend. D.i. Panjaitan. Relokasi ini memang tidak mendapat perhatian publik karena berjalan dengan lancar.

Lancar bukan berarti baik-baik saja, karena dibalik relokasi ini hak pejalan kaki dirampas oleh para PKL. Mengutip Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 Pasal 34 ayat (4) PP Jalan:

Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.”

Dari ayat diatas jelas bahwa ada peraturan yang dilanggar dari relokasi tersebut. Jadi tepatkah keputusan untuk relokasi ini diambil?

Kembali lagi ke penilaian dari suatu kebijakan. Sebenarnya apa yang menjadi tolak ukur dari suatu kebijakan? Tidak ada. Kebijakan itu sendiri bersifat kontinu, mengikuti perkembangan zaman, dimasa sekarang bisa dianggap berhasil dan seiring berjalannya waktu bisa jadi kebijakan tersebut sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman.

Jadi tepatkah keputusan untuk merelokasi PKL Stasiun Jatinegara? Dapat saya katakan keputusan yang tepat, mengapa?

Pertama PKL didepan stasiun sangat mengganggu jalan depan stasiun yang hanya 3 jalur (1 jalur khusus transjakarta). Dengan adanya pedagang tersebut akan menyebabkan jalan yang digunakan secara efektif hanya satu jalur. Belum lagi pembeli yang berlalu-lalang dan menyebrang dimana saja.

Kedua dari hasil wawancara saya dengan seorang pedagang disana, memang keuntungan yang didapat mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan. Barang-barang dagangan harus dibawa sedikit lebih jauh karena basecamp mereka yang terletak tepat di seberang stasiun. Namun, hal ini tidak memberatkan mereka karena ditempat relokasi mereka tidak lagi takut dengan kedatangan Satpol PP (sudah mendapatkan izin).

Ketiga tidak ada pihak yang merasa dirugikan selain pejalan kaki, yang jarang lewat didaerah tersebut. Selain itu trotoar juga tergolong luas jadi ketika stand dagang sudah didirikan masih ada tempat untuk pejalan kaki untuk lewat.

Pada akhirnya peraturan tetaplah peraturan, maka dari itu harus ada tindak lanjut dari relokasi tersebut. Karena perencanaan adalah sebuah siklus, kebijakan ini dapat dikaji lagi dan membuat solusi untuk kebijakan yang lebih baik kedepannya. Jadi bukan keputusan yang salah merelokasinya untuk saat ini dan dapat dikatakan bahwa relokasi ini adalah keputusan yang tepat.

Tindak lanjut yang dimaksud bisa berupa relokasi ulang ke lapangan kosong atau ke bangunan yang tidak terpakai. Mengingat di seberang stasiun pernah menjadi surga bagi para pencari batu akik yang sekarang sudah sepi peminat, dan yang tersisa hanya lapangan untuk penjualannya namun sudah sepi penjual. Tempat-tempat seperti itu dapat dimanfaatkan menjadi tempat relokasi yang baru karena jika ditempatkan disuatu lapangan tidak akan mengganggu hak pejalan kaki maupun pengguna jalan. Sisihkan juga sebagian lapangan untuk digunakan sebagai lahan parkir agar kendaraan yang parkir tidak mengganggu jalanan.

Sumber:

Peraturan Pemerintah RI No.34 Tahun 2006 tentang Jalan

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f3b9054af4a/larangan-menguasai-dan-memiliki-trotoar

Jakarta, 5 Juli 2016

Reynard Nathaniel

Planologi ITB 2015

--

--