Adakah Privasi pada Society 4.0?

Salsa Nabila
Planologi ITB 2019
Published in
3 min readAug 7, 2020

Society 4.0 telah membawa masyarakat pada era dimana segala informasi dan data dapat kita akses dengan mudah dan cepat. Data dan informasi dari pemerintahan maupun diri sendiri semakin transparan dan berbasis digital. Selain itu, komunikasi dan ekonomi pun bergeser menjadi berbasis digital. Komunikasi tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Kegiatan ekonomi dari mulai produksi hingga penjualan dapat dilakukan menggunakan perkembangan teknologi yang ada. Namun, apakah society 4.0 ini selamanya berdampak bagus bagi masyarakat?

Dari banyaknya dampak positif society 4.0 yang dirasakan oleh masyarakat tersimpan beberapa dampak negatif salah satunya adalah kebocoran informasi dan data privasi. Kasus kebocoran dan pelanggaran privasi masih marak terjadi sampai saat ini. Hal ini salah satunya disebabkan oleh perilaku masyarakat yang gemar untuk membagikan keseharian dan data privasi mereka di media sosial. Selain dari kegiatan dan keseharian yang biasa masyarakat unggah di media sosial, pola media sosial yang mengharuskan kita untuk memasukkan alamat surat elektronik dan beberapa data pribadi memicu masalah kebocoran data tersebut. Contoh lainnya yang lebih masif adalah e-KTP dimana pemerintah menyimpan seluruh data privat masyarakat yang memungkinkan data tersebut dapat berpindah tangan. Pada sektor ekonomi dan perbankan juga terdapat kasus yaitu bocornya nomor ponsel ke oknum telemarketing yang mengakibatkan adanya promosi produk atau penawaran kartu kredit lewat pesan ataupun email.

Tentu kita masih ingat dengan kasus Facebook yang tidak sengaja membagikan data 50 juta penggunanya kepada Cambridge Analytica yang dinilai melanggar aturan privasi. Pada saat itu seorang akademisi Cambridge bernama Dr. Aleksandr Kogan lewat aplikasi buatannya “thisisyourdigitallife” diberikan izin untuk melihat data pengguna Facebook. Lalu, data tersebut Kogan berikan kepada Cambridge Analytica dan digunakan sebagai bahan kampanye Donald Trump. Pengguna Facebook pun merasa marah dan khawatir akan kemanan data privasi mereka yang berimbas kepada 15 persen pengguna facebook yang mengurangi aktivitas mereka di Facebook serta timbulnya gerakan #DeleteFacebook sebagai tanggapan atas sikap lalai Facebook dalam menjaga keamanan data privasi penggunanya.

Sumber: Tekno Kompas

Riset Lembaga Yayasan Konsumen Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan bahwa mayoritas operator telekomunikasi dan perbankan belum konsisten menerapkan perlindungan data pribadi. Lalu apa solusi yang dapat pemerintah dan masyarakat lakukan dalam hal ini? Dibutuhkan collective wisdom dalam hal ini peraturan atau undang- undang yang dapat mengatur tanggung jawab pengendali dan pemroses data serta memberikan sanksi atas kebocoran data privasi. Pada kenyataannya per September 2019, RUU Perlindungan Data Pribadi yang menjadi pembahasan antara pemerintah dan DPR RI tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, sambil menunggu adanya kejalasan dari undang- undang tersebut perlu adanya collective consciousness dalam hal ini kesadaran dan pengetahuan bersama akan pentingnya menjaga data privasi. Luangkan waktu untuk membaca terms and condition ketika akan membagikan data privasi dan timbang baik dan buruknya. Selain itu, berhati- hati dalam beraktivitas di media sosial agar aktivitas kita tidak terbaca dan selalu melakukan kegiatan positif di media sosial. Jadi, keamanan privasi di era society 4.0 dapat ditentukan dari diri kita sendiri.

Referensi:

--

--