Society 4.0 in a Nutshell : The Effects of Technology and How to Face It

Margaretha Aldora
5 min readAug 7, 2020

--

Sumber : enterpreneur.com

Belakangan ini sering kita temui berbagai macam jargon atau istilah yang muncul di era informasi terkait dengan perkembangan teknologi. Jika di dunia industri kita mengenal istilah Revolusi Industri 4.0, maka di bidang masyarakat informasi kita mengenal istilah Society 4.0. Jika diperhatikan, penggunaan istilah-istilah ini selalu selaras dengan perkembangan teknologi dan bagaimana pengaruhnya terhadap bidang tersebut.

Jika dilihat garis waktu tentang cara hidup masyarakat dari tiap zamannya, teknologi terbukti mampu membuat suatu perubahan tatanan cara hidup suatu masyarakat.

Sumber : ebook ‘Realizing society 5.0’

Semua itu dimulai dari Society 1.0. Teknologi yang ada pada saat itu berupa tombak, kapak, dan alat berburu lainnya. Masyarakat pada Society 1.0 adalah masyarakat yang nomaden dan berburu. Lalu dilanjutkan oleh Society 2.0. Teknologi sudah ditemukan alat bertani dan bercocok tanam. Masyarakat yang hidup pada Society 2.0 pun telah menetap dan bercocok tanam. Setelah itu ada Society 3.0, dengan sudah ditemukannya teknologi mesin uap dan listrik, yang kemudian membentuk masyarakat industrial. Hingga saat ini kita memasuki Society 4.0, yang ditandai dengan adanya teknologi berupa komputerisasi dan Internet.

Kali ini saya tidak akan membahas lebih lanjut mengenai sejarah revolusi sosial tersebut, melainkan hanya fokus pada konsep Society 4.0.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Swinburn University of Technology, mereka mendefinisikan Society 4.0 sebagai the societal implications of living with and adapting to the digital economy — and securing wellbeing therein.” atau dengan kata lain Society 4.0 adalah implikasi sosial dari hidup bersama dan beradaptasi dengan ekonomi digital serta berusaha hidup sejahtera bersamanya.

Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang, manusia memasuki era dimana aliran informasi dan data begitu cepat. Jarak ruang dan waktu semakin hilang. Komunikasi dan koneksi antar manusia menjadi semakin mudah dan intens. Semua data yang dulunya berbasis fisik sekarang berbasis digital dan dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja. Kemudahan mengakses data dan informasi ini menjadikan segala sesuatu lebih transparan seperti kegiatan pemerintahan dan privasi diri.

Ekonomi pun bergeser menuju ekonomi digital di mana segala kegiatan saat ini berbasis internet dan komputer. Para pelaku industri sekarang berlomba-lomba untuk memodernisasi sistem produksi, distribusi, maupun pelayanannya dengan teknologi yang berbasis internet dan komputer.

Society 4.0 ini memiliki dampak positif, negatif, dan tantangannya masing-masing.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan teknologi dan efek digitalisasi mengubah dunia. Dalam artian postitif, ini berdampak baik pada masyarakat, memungkinkan kita memecahkan masalah besar seputar energi, komunikasi, dan transportasi. Ini juga menjadi peluang untuk mendorong industri dan sektor pendidikan untuk bekerja sama mengatasi tantangan produktivitas.

Teknologi juga dipercaya dapat menyelesaikan masalah layanan sosial lebih cepat, namun kepercayaan selalu rendah. Sehingga penting untuk membangun dan memelihara kepercayaan dalam komunitas tempat bekerja dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Namun berbicara mengenai dampak negatifnya, terdapat risiko dan ancaman perubahan sosial yang besar, terutama mengenai tren mempercayai mesin daripada kemampuan manusia lain dalam pengambilan keputusan penting. Karena banyak yang berpikir bahwa pengambilan keputusan oleh manusia dapat menjadi tidak rasional dan berprasangka buruk sehingga keputusan mesin dapat menghilangkan negativitas ini.

Banyak tugas yang berulang dan rutin yang juga digantikan oleh digitalisasi. Tenaga kerja sekarang menjadi aset utama organisasi, terutama tenaga kerja terampil yang menjauh dari mesin dan peralatan. Perpindahan dari pekerjaan rutin (seperti buruh) di bidang manufaktur ke bidang analitik (seperti peran layanan profesional, ilmiah, teknis dan keuangan) terlihat jelas. Kemajuan produk global meningkatkan otomatisasi sehingga masyarakat harus fokus pada program untuk melatih kembali, mendidik kembali, merelokasi dan menyesuaikan teknologi.

Dampak selanjutnya yang dirasakan yaitu masyarakat mulai menyadari pentingnya data pribadi dan privasi serta kebutuhan untuk memperkuat dan melindungi Hak Asasi Manusia saat menuju Society 4.0.

Era masyarakat informasi ini membuat sebuah ketidakseimbangan dan perubahan yang tidak menentu di dalam tatanan hidup masyarakat, terkhusus di bidang sosial. Maka dari itu, kita perlu menyikapinya dengan tepat. Nah, sikap apa saja yang perlu diterapkan selama masa Society 4.0?

  1. Collective conciousness (kesadaran kolektif) merupakan seperangkat keyakinan bersama, ide, dan sikap moral yang bergungsi sebagai kekuatan pemersatu dalam masyarakat. Istilah ini diperkenalkan oleh sosiolog Prancis bernama Émile Durkheim dalam bukunya The Division of Labor in Society pada tahun 1893. Contoh penerapan kesadaran kolektif ini berupa budaya. Budaya merepresentasikan keadaan pikiran dalam sebuah kelompok dimana orang-orang membagikan situasi dan permasalahan mereka, mengembangkan cara umum dalam berbicara, berperilaku, berpikir, dan berkeyakinan. Kesadaran kolektif menciptakan adanya rasa saling terikat satu sama lain dan dapat menjadi sumber solidaritas bagi masyarakatnya.
  2. Collective wisdom (kebijaksanaan kolektif) adalah akses menuju perwujudan kebijaksanaan pada tingkat kolektif. Sekelompok individu bijak tidak selalu tahu bagaimana berperilaku bijaksana bersama, karena kurangnya kecerdasan kolektif. Oleh karena itu, sebelum memunculkan kebijaksanaan kolektif, kita perlu kecerdasan kolektif terlebih dahulu (tetapi tidak eksklusif). Sekelompok orang dapat secara sadar menghasilkan kebijaksanaan kolektif dan tiap individu dapat memupuk kapasitas mereka untuk menerima, mendengar, dan memperkuat kebijaksanaan dalam komunitas yang mereka ikuti. Dengan kebijaksanaan kolektif diharapkan dapat berpotensi untuk menyelesaikan berbagai konflik yang tampaknya mustahil untuk diselesaikan, merangkul berbagai keberagaman dengan paradoks belas kasih, menumbuhkan kemampuan mencintai, dan memaafkan dalam kelompok yang terpecah dan terpolarisasi.
  3. Co-creation (kreativitas bersama) diperlukan untuk mengidentifikasi nilai manfaat pada saat interaksi sebagai sesuatu yang aktif, kreatif dan proses sosial berdasarkan kolaborasi kerativitas yang kuat (biasanya antara produsen dan konsumen) dan dapat mendorong inovasi. Kreasi bersama ini disertai dengan rasa hormat yang mendalam akan keahlian unik setiap orang dan juga pengetahuan bahwa kita harus berbagi beban dan kebebasan dalam menentukan masa depan kita secara kolektif.
  4. Collective action (tindakan kolektif) merupakan keterlibatan sekelompok individu yang berbagi perhatian, tindakan-tindakan kebersamaan yang bermuara pada kebaikan bersama. Unsur kepercayaan menjadi penting dalam tindakan kolektif karena memungkinkan terjadinya kerja sama yang dapat bertahan lama sebagai tradisi dalam suatu masyarakat dan organisasi. Karena kepercayaan mempunyai hubungan yang amat kuat dengan reputasi sosial yang ditandai oleh penghargaan dan hubungan yang bersifat timbal balik. Kemudian sikap saling percaya dan menghargai menjadi dasar kerja sama, dalam waktu yang lama.

Keempat hal di atas dilakukan secara kolektif bersama-sama sebagai sebuah masyarakat informasi sebab ada urgensi untuk tantangan yang kita hadapi saat ini dalam sejarah, dan tidak ada orang, organisasi, atau disiplin yang dapat menentukan semua jawabannya sendirian.

Akhir kata, mengutip dari seorang Agenda Contributor di World Economic Forum yang bernama Nick Davis, kita harus ingat bahwa,

“We need to view technology development as value based. The Fourth Industrial Revolution needs a society who looks at systems, not technologies, who sees technology as empowering, not determining and as a product of design, rather than default.”

--

--